Mohon tunggu...
Ega Krisnawati
Ega Krisnawati Mohon Tunggu... Jurnalis - About me

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Atma Jaya Yogyakarta angkatan 2017.

Selanjutnya

Tutup

Film

Bagaimana Penerapan Paradigma Fungsionalisme pada Film "Coco" (2017), "Dua Garis Biru" (2019), dan "Posesif" (2017)?

23 Mei 2020   10:08 Diperbarui: 23 Mei 2020   10:03 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Paradigma fungsionalisme dipahami sebagai pandangan yang menganggap masyarakat sebagai sistem yang memiliki keterkaitan, selain itu paradigma ini tidak menerima hal yang dapat menggoncang status quo pada suatu peristiwa. 

Maka, pandangan ini melihat hal-hal apa saja yang terlihat teratur dan tidak teratur atau sangat melihat keteraturan dalam suatu alur cerita. Paradigma ini dapat digunakan dalam film Coco (2017),  Dua Garis Biru (2019), dan Posesif (2017). 

Film Coco yang ditayangkan pada tahun 2017 ini, memiliki paradigma fungsionalisme karena terlihat dari Miguel yang memiliki passion yang kuat dalam bidang bermusik. Padahal, keluarganya secara turun temurun mengajarkan cara membuat sepatu yang pada akhirnya pembuatan sepatu secara turun temurun tersebut, menjadikan sebuah bisnis keluarga. 

Kemudian, ketidakteraturan juga terlihat dari adanya kebenaran bahwa sebetulnya idola yang dijadikan sebagai panutan Miguel dalam bermain gitar dan bernyanyi yaitu Ernesto de la Cruz adalah penghianat dari keluarga besarnya terutama penghianat bagi Hector karena Ernesto de la Cruz yang telah memakai lagu-lagu ciptaan Hector tanpa seizin Hector. Kebenaran lainnya yang didapat dari Ernesto de la Cruz adalah dia bukan Ayah dari Miguel namun ayah Miguel adalah Hector.

Kemudian, paradigma fungsionalisme yang terepresentasi dari film Dua Garis Biru yang ditayangkan pada tahun 2019 adalah adanya ketidakteraturan pada sistem keluarga dari Dara dan Bima. Sistem keluarga Dara yang lebih berfikiran open minded dalam hal mengurus anak dengan adanya kebijakan berupa anak dari Dara dan Bima tetap dibiarkan untuk lahir tetapi anaknya akan diurus oleh tante dari Dara yang sudah menikah tetapi belum memiliki keturunan.

Maka Dara akan tetap bisa melanjutkan cita-citanya untuk melanjutkan studinya ke Korea demikian juga untuk Bima yang tetap bisa melanjutnya cita-citanya. Tetapi, berbeda dengan sistem keluarga yang dimiliki oleh Keluarga Bima. Keluarga Bima tidak menyarankan agar anak dari Bima dan Dara diurus oleh oranglain, melainkan tetap diurus oleh keluarganya saja. 

Ketidakteraturan lainnya juga terlihat dari pasangan Dara dan Bima yang memiliki kemampuan akademik yang berbeda, di mana Dara dikenal sebagai siswa yang rajin, pintar, dan berprestasi. Sedangkan, Bima sebaliknya. Ketidakteraturan yang terlihat secara jelas dalam film ini adalah siswa SMA yang belum memiliki kesiapan mental untuk berkeluarga, sudah diberikan keturunan atau hamil diluar nikah pada usia remaja.

Sedangkan, paradigma fungsionalis yang terlihat dari film posesif yang ditayangkan pada tahun 2017 adalah adanya ketidakteraturan yang diperlihatkan oleh Yudhis yang secara posesif membatasi kebebasan lala yang padahal mereka dapat menerima satu sama lain, tanpa harus memaksakan sebagai seseorang yang memiliki status berpacaran. 

Lalu, Lala sebagai atlet lompat indah harus terhenti latihan efektifnya hanya karena Yudhis tidak memperbolehkan Lala agar tidak terlalu lelah dalam menjalani akatifitasnya, namun sikap membatasinya telah diluar batas dan diluar kendali Lala, dengan cara Yudhis yang selalu mengawasi Lala dari jauh ketika Lala sedang menjalani latihannya. 

Tidak hanya itu, Yudhis juga mengubah sikap Lala yang tadinya remaja patuh pada orangtuanya dan dapat bersaing secara sehat dengan kompetitornya di lompat indah sekarang menjadi berubah. Yudhis bahkan sampai menyabotase kompetitor Lala di lompat indah, lalu ketika Lala menjalin hubungan dengan Yudhis perhatiannya pada Ayahnya menjadi berkurang. Padahal, ayahnya adalah orangtua satu-satunya dari Lala. 

Ayahnya yang tadinya sangat disayangi dan dipatuhinya berubah menjadi orang yang seakan-akan menghalang-halangi hubungannya dengan Yudhis. Keteraturan terlihat dari sikap Yudhis yang posesif disebabkan oleh Ibu Yudhis yang juga sebagai single mother di rumahnya memiliki kebiasaan melakukan kekerasan fisik pada Yudhis apabila Yudhis tidak mau menuruti perintah dari ibunya. Maka, itulah alasan logis yang menyebabkan Yudhis memiliki sifat yang terlalu memaksakan hingga berujung posesif pada Lala.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun