Mohon tunggu...
Citra Khodijah Tri Andini
Citra Khodijah Tri Andini Mohon Tunggu... Mahasiswa

Program Studi Pendidikan Sosiologi di Universitas Negeri Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Viralitas Kemiskinan Sebagai Hiburan Digital: Analisis Sosiologi Terhadap Fenomena "Ngemis Online" di TikTok

26 Juni 2025   16:32 Diperbarui: 26 Juni 2025   16:31 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget, Sumber Ilustrasi: Platform Tik Tok

A. LATAR BELAKANG MASALAH 

Kemajuan teknologi komunikasi, khususnya melalui platform media sosial, telah menghadirkan perubahan fundamental dalam praktik sosial dan kultural masyarakat Indonesia. Salah satu konsekuensi dari transformasi digital ini adalah munculnya fenomena “ngemis online”, yakni tindakan meminta-minta melalui siaran langsung dengan menampilkan kondisi kehidupan yang penuh keterbatasan, penderitaan fisik, atau tindakan ekstrem, dengan tujuan memperoleh “gift” atau donasi dari penonton.

Fenomena ini tidak dapat dilepaskan dari pergeseran nilai-nilai sosial, dari etos kerja keras menuju budaya visual-performatif yang menjadikan penderitaan sebagai tontonan publik. Kemiskinan, yang sebelumnya diposisikan sebagai masalah sosial yang memerlukan solusi struktural, kini direpresentasikan sebagai komoditas digital yang dapat dikonsumsi secara visual dan emosional. Dalam konteks ini, semakin dramatis tampilan seseorang di layar, semakin besar potensi ia memperoleh simpati, dan pada akhirnya, keuntungan material.

Kondisi ini menjadi semakin kompleks mengingat kecenderungan masyarakat penonton untuk mengonsumsi konten tersebut tanpa kesadaran kritis. Aktivitas menonton dan memberikan donasi dalam platform digital kerap kali dilakukan tanpa mempertimbangkan dimensi etis di balik konten yang disuguhkan. Maka, yang terjadi bukanlah solidaritas sosial yang utuh, melainkan bentuk empati yang semu seperti empati yang dangkal, temporer, dan tidak berakar pada kesadaran moral yang mendalam.

Fenomena "ngemis online" merupakan refleksi dari tiga dinamika besar yang saling terkait: pertama, krisis sosial dan ekonomi yang mendorong individu untuk menjadikan penderitaan sebagai alat bertahan hidup; kedua, budaya populer digital yang menormalkan penderitaan sebagai hiburan; dan ketiga, sistem platform digital yang memonetisasi perhatian melalui algoritma. Oleh karena itu, persoalan ini tidak dapat dipahami hanya sebagai fenomena individual atau kontingen, melainkan harus dianalisis secara menyeluruh melalui pendekatan sosiologis.

B. ANALISIS SOSIOLOGI 

Fenomena “ngemis online” di TikTok merupakan bentuk ekspresi sosial yang tidak berdiri sendiri, melainkan berakar pada relasi-relasi sosial yang lebih luas serta dinamika budaya kontemporer. Untuk memahami gejala ini secara komprehensif, diperlukan pendekatan sosiologis yang mampu menelaah makna tindakan sosial, konstruksi simbolik, serta relasi antara individu dan struktur masyarakat dalam ruang digital. Analisis ini juga harus mencermati bagaimana budaya populer, sistem ekonomi digital, serta nilai-nilai sosial tertentu berperan dalam melanggengkan praktik tersebut.

Melalui pendekatan sosiologi dan kajian budaya, berikut ini diuraikan sejumlah perspektif yang dapat menjelaskan gejala tersebut secara mendalam:

1. Pendekatan Interaksi Simbolik dan Dramaturgi Sosial

Melalui pendekatan interaksionisme simbolik, realitas sosial tidak dipandang sebagai sesuatu yang tetap, melainkan sebagai konstruksi dinamis hasil interaksi antar individu melalui simbol dan makna. Dalam konteks ini, TikTok berfungsi sebagai arena simbolik, tempat para pelaku "ngemis online" membentuk citra diri melalui narasi penderitaan yang sengaja dikonstruksi untuk memperoleh respons emosional dari audiens.

Konsep dramaturgi sosial dari Erving Goffman relevan untuk menjelaskan bagaimana pelaku memposisikan dirinya sebagai "aktor" yang menampilkan citra tertentu di hadapan publik. Mereka menyusun "panggung depan" melalui siaran langsung, lengkap dengan "kostum" kemiskinan, "naskah" penderitaan, dan ekspresi emosional sebagai bagian dari pertunjukan. Aktivitas ini tidak hanya mencerminkan strategi bertahan hidup, tetapi juga mengindikasikan terjadinya komodifikasi identitas di ruang digital, di mana citra penderitaan dikapitalisasi untuk kepentingan ekonomi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun