Mohon tunggu...
cipto lelono
cipto lelono Mohon Tunggu... Guru - Sudah Pensiun Sebagai Guru

Menulis sebaiknya menjadi hobi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kader Literasi Sekolah (KLS)

18 Februari 2021   13:18 Diperbarui: 18 Februari 2021   13:34 733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak kurang dalam kurun waktu sekitar  10 tahun terakhir ini, dunia pendidikan kita gencar disosialisasikan kegiatan literasi di sekolah. Kegiatan inilah yang diharapkan dapat memberikan bekal strategis bagi dunia pendidikan kita, khususnya masa depan peserta didik dalam menghadapi tantangan abad 21.

Maka munculnya KLS merupakan kebutuhan bagi setiap sekolah. Sebab melalui KLS inilah diharapkan budaya literasi dapat berkembang di sekolah.

Namun, bukan semudah membalik tangan dalam mewujudkan KLS bagi sekolah. Tentu tantangan yang muncul lebih pada faktor internal yaitu guru maupun peserta didik.

Bagi guru keberatan itu muncul sebab literasi dipandang identik dengan budaya menulis yang terstruktur (bukan sekedar menulis). Maka sebagian besar guru belum banyak yang berminat dalam dunia literasi di sekolah, karena hal ini dianggap sebagai kegiatan yang memerlukan waktu dan pikiran tersendiri.  

Sedangkan bagi peserta didik biasanya lebih cenderung pada masalah motivasi dan keteladanan dari guru. Motivasi bagi peserta didik merupakan aspek penting dalam melakukan perubahan pikiran. Sedangkan keteladanan guru merupakan penggerak tindakan peserta didiknya.

Menyikapi kondisi demikian setidaknya perlu melakukan dua  langkah  riil  guna mewujudkan KLS di sekolah.  

Pertama, mulailah dari diri sendiri. Dalam diri sendiri perlu dilakukan langkah-langkah riil berikut : a) melahirkan karya literasi secara terus menerus. Intinya kita akan mengajak siswa dan teman sejawat kita dengan karya nyata, bukan dengan kata-kata, b) meminimalisir sikap "tebar pesona" melalui  karya kita. Sebab langkah ini akan melahirkan sikap a priori, bukan simpati, c) mengedepankan aksi nyata, bukan pengakuan orang lain kepada kita, d) membangun kesadaran diri bahwa kita, dunia literasi adalah dunia yang belum banyak menghadirkan orang untuk simpati, sehingga target kita bukan sebagian besar warga sekolah, tetapi lahirnya "elit-elit" literasi di tingkat sekolah.

Kedua, menentukan sasaran pengembangan. Kader literasi tidak ubahnya seperti da'i. Dia harus bisa menentukan siapa sasaran dan materi dakwahnya.  Maka  setelah dirinya memulai, langkah berikut adalah menentukan sasaran pengembangan literasi di sekolah. Tentu sasarannya adalah peserta didik, teman sejawat dan pengambil kebijakan di tingkat sekolah.

Kepada peserta didik. Kepada mereka perlu  ditunjukan  hasil karya literasi kita sebagai bahan motivasi nyata. Dalam posisi ini, guru  mengajak peserta didik dengan karya nyata, bukan mengajak dengan langkah yang  retoris semata.  Langkah berikutnya adalah membidik siswa yang kita ajar, yang  dalam pandangan kita bisa dikembangkan budaya literasinya. Langkah ini akan menjadi cikal bakal guna melahirkan kader literasi secara bertahap.

Kepada teman sejawat. Kepada teman sejawat perlu melakukan hal-hal berikut : a) menunjukkan karya kita   kepada teman-sejawat yang menurut kita mempunyai kepedulian terhadap dunia literasi. Sebab tidak mungkin sekumpulan orang dalam satu sekolah tidak ada satupun yang tidak mempunyai hobi atau ketertarikan pada dunia literasi.  Langkah ini bisa dijadikan sebagai langkah awal untuk membangun komunitas literasi sebagai cikal bakal lahirnya kader literasi dari guru, b) membangun sinergi dengan teman-sejawat yang sudah mempunyai kepedulian terhadap dunia literasi.

Kepada pengambil kebijakan. Kepada pengambil kebijakan perlu melakukan langkah-langkah berikut : a) melakukan pendekatan dalam suasana in formal, face to face tentang arti penting literasi bagi sekolah, b) hindari sejauh mungkin usulan kegiatan literasi dalam pertemuan formal. Sebab biasanya hanya akan memancing terjadinya pro kontra, d) ajukan proposal kegiatan literasi bekerjasama dengan media masa, penerbit, perguruan tinggi. Langkah ini biasanya lebih bisa diterima, sebab menjadi sarana unjuk publikasi sekolah.

Dua langkah tersebut adalah kesiapan diri guru dalam menyiapkan dirinya menjadi kader literasi sekolah. Kalau bukan kita siapa lagi ?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun