Mohon tunggu...
Cindy Florencine
Cindy Florencine Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta

Jadilah pribadi yang bermanfaat untuk lingkungan sekitar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Metode Pembelajaran Online: Sesuaikah dengan Standar Kurikulum Perguruan Tinggi?

10 Mei 2020   16:04 Diperbarui: 10 Mei 2020   16:04 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pandemi covid-19 yang melanda seluruh dunia, bahkan Indonesia menimbulkan dampak yang signifikan, tak terkecuali dalam bidang pendidikan. Akibat pandemi ini, para pelajar, termasuk mahasiswa akhirnya harus melaksanakan perkuliahan berbasis online. Perkuliahan dengan sistem seperti ini memiliki sisi positif dan negatif. 

Sisi positifnya: tidak perlu waktu khusus bagi mahasiswa dan dosen untuk melakukan kuliah tatap muka seperti biasa. Dalam arti, mahasiswa dan dosen memiliki waktu yang lebih fleksibel. Sisi negatifnya: kegiatan perkuliahan baik online maupun offline tetap harus memenuhi standar baku kurikulum yang telah ditentukan oleh pemerintah, yaitu pihak Kemenristedikti.

Dikutip dari buku Pedoman Kurikulum Perguruan Tinggi oleh Kemenristedikti, kurikulum dalam perguruan tinggi berperan sebagai: (a) sumber kebijakan manajemen pendidikan tinggi untuk menentukan arah penyelenggaraan akademik; (b) Patron atau pembelajaran yang mencerminkan bahan kajian, cara penyimpanan, dan penilaian hasil pembelajaran dan; (c) ukuran keberhasilan suatu Perguruan Tinggi dalam mencapai tujuan pembelajarannya Sehingga dari hal ini terlihat jelas bahwa kurikulum berperan besar dalam menyelenggarakan sistem pembelajaran yang terstruktur. Pertanyaannya, proses perkuliahan standar yang bersifat teknis tentunya berbeda dengan perkuliahan offline. Apakah e-learning telah memenuhi standar kurikulum perguruan tinggi?

Berdasarkan pedoman kurikulum perguruan tinggi yang dikeluarkan oleh Kemenristedikti, terdapat tiga aspek standar baku kurikulum di perguruan tinggi, yaitu Standar Proses Pembelajaran, Standar Penilaian, dan Standar Dosen & Tenaga Kependidikan. Standar Proses Pembelajaran mencakup beberapa hal, diantaranya: perencanaan proses belajar sesuai dengan Rancangan Pembelajaran Semester (RPS) bagi setiap mata kuliah; pembelajaran yang bersifat interaktif, efektif, dan bepusat pada mahasiswa; pembelajaran secara sistematis dan terstruktur melalui berbagai mata kuliah  dan juga beban belajar yang terukur; dan bentuk pelaksanaan pembelajaran mata kuliah yang meliputi: studi kasus, diskusi kelompok, pembelajaran kolaboratif, penelitian, perancangan, pengembangan, dan pengabdian masyarakat.

Selanjutnya ada Standar Penilaian yang meliputi: penilaian pembelajaran dengan prinsip objektif, transparan, dan edukatif; dan teknik penilaian yang terdiri atas tes lisan, angket, observasi, tes tertulis, dan portofolio atau karya desain. Terakhir, Standar Dosen & Tenaga Kependidikan yang terdiri dari: jumlah dosen paling sedikit 60% dengan rincian paling sedikit 6 orang dan 2 orang profesor untuk program doktor atau doktor terapan. Itulah standar kurikulum yang telah ditetapkan oleh Kemenristedikti. Permasalahannya, apakah proses perkuliahan online sudah memenuhi standar kurikulum yang ada?

Jika dilihat dari segi proses pembelajaran, ada beberapa hal yang tidak memenuhi standar kurikulum selama proses perkuliahan online. Memang pembelajaran online ini walaupun tidak harus bertatap muka tetap menciptakan suasana belajar mengajar yang interaktif antara dosen dan mahasiswa. 

Akan tetapi, sebenarnya sistem ini tidak efektif. Mengapa? Karena sebenarnya dosen tidak bisa secara langsung memantau sudah sejauh mana pemahaman mereka terhadap materi yang telah diberikan. Kalaupun misalnya ada dosen yang meminta mahasiswanya untuk bertanya via online jika ada yang tidak dimengerti, apakah bisa dipastikan bahwa mahasiswa tersebut telah memahami materi yang ditanyakan. Hal inilah yang sebenarnya sulit untuk diatasi.

Lalu beban mahasiswa menjadi tidak terukur, dimana pada saat yang bersamaan, bisa saja sejumlah dosen memberikan tugas dan juga harus dikumpulkan pada saat yang bersamaan. Padahal dalam kuliah offline biasanya jika dosen memberikan tugas, akan diberikan tenggat waktu minimal 3 hari atau bahkan seminggu. Situasi seperti ini dikhawatirkan akan mengganggu kondisi fisik dari para mahasiswa itu sendiri. 

Perkuliahan online sendiri juga tidak efisien karena ketika para mahasiswa tingkat akhir yang ingin melakukan bimbingan skripsi ke dosen ataupun yang sedang dalam tahap penulisan skripsi. Mereka harus bertemu dosen melalui platform video conference yang tentunya tidak mudah karena mereka harus beradaptasi dengan sistem ini dan pastinya kesulitan karena ada beberapa materi bimbingan yang harus dibicarakan dengan dosen secara tatap muka. Selain itu bagi mahasiswa yang sedang menyusun skripsi juga harus mengubah metode pengambilan data menjadi studi literatur.

Baik perkuliahan online maupun offline memang pada dasarnya menerapkan prinsip bahwa sistem pembelajaran harus berpusat pada mahasiswa. Dosen hanyalah memberikan arahan saja, sisanya mahasiswalah yang memaparkan materi tersebut sehingga tidak ada pengaruh yang signifikan. 

Dalam sistem perkuliahan online, hanya bisa diterapkan sistem diskusi kelompok secara online melalui berbagai platform karena kondisi saat ini yang tidak memungkinkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang memerlukan penelitian ke lapangan. Disinilah kendala yang dihadapi, terlebih bagi mahasiswa yang di mata kuliahnya terdapat materi praktikum ataupun yang bersifat survey.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun