Mohon tunggu...
Cindy
Cindy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Cindy Kurniawati

Cindy Kurniawati

Selanjutnya

Tutup

Politik

Di Balik Topeng Sang Pengawas

17 November 2017   00:09 Diperbarui: 17 November 2017   03:37 970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengelolaan keuangan suatu negara bukan merupakan hal yang mudah, karena merupakan tolak ukur majunya perekonomian negara tersebut. Sebagai negara yang tengah berkembang, Indonesia membutuhkan sistem yang dapat mengatur dan memantau jalannya perekonomian negara. Apabila sistem yang dijalankan tidak kuat, salah-salah justu memancing munculnya praktik KKN di berbagai sektor. Tindakan KKN ini nantinya dapat mengacaukan kehidupan ketatanegaraan di Indonesia dan menjauhkan negara kita ini dari cita-cita bangsa.

Badan Pengelola Keuangan (BPK), merupakan badan pengawasan keuangan eksternal yang posisinya telah ditegaskan dalam UUD 1945 pasal 23 ayat (5), yang menyatakan bahaa BPK nantinya akan melapor kepada DPR. BPK didirikan dengan tujuan untuk menciptakan pengelolaan keuangan yang transparan, efisien, akuntabel (dapat dipertanggung jawabkan di hadapan hukum), dan yang terpenting, bebas KKN. Secara umum, BPK bertugas mengawasi dana yang dikeluarkan maupun diterima oleh lembaga negara, mulai dari asal-usul hingga nominalnya.

BPK bukan merupakan lembaga yang dibawahi oleh pemerintah, akan tetapi bukan juga merupakan lembaga yang kedudukannya di atas pemerintah. Melainkan kedudukan BPK adalah independen yang bebas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah. Kebebasan BPK dari genggaman pemerintah bertujuan menghindarkan BPK tekanan dari pemerintah dan agar pemerintahpun tidak luput dari hukum.

Akan tetapi, dibalik kedudukannya yang begitu penting dan tinggi, justru muncul berbagai praktik KKN di kalangan pejabat negara, tidak terkecuali BPK.

Lembaga yang dulunya berani menentang MA demi memperjuangkan transparansi pengelolaan keuangan ini kini justru tenggelam dalam kasus suap BPK. Sebagai lembaga pengelola keuangan, BPK seharusnya merupakan badan yang bersih dari tindak pidana korupsi.

Sayang sekali, pada kenyataannya, justru terjadi tindakan suap dari Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) kepada BPK. Sejak dilakukannya operasi tangkap tangan (OTT) dan pemeriksaan yang dilakukan oleh KPK sekitar Maret 2017 silam, terkuak bahwa BPK diduga melakukan kecurangan dalam proses audit laporan keuangannya.

BPK terduga menerima suap dari Kemendes PDTT dengan janji status 'Wajar Tanpa Pengecualian' dalam proses audit laporan keuangan tahun 2016, mekipun proses penyelidikan laporan keuangan Kemendes PDTT mengindikasikan adanya kecurangan dan ketidakjelasan akan asal usul pengeluaran dana oleh pihak Kemendes. Anggaran pembangunan yang tercantum dalam laporan dianggap tidak sesuai dengan kegiatan/ program yang telah dijalankan.

Hingga kini, empat orang berkedudukan baik di Kemendes PDTT maupun BPK telah ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat pasal Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dua lembaga penting negara, Kemendes PDTT yang tugasnya adalah melakukan pembangunan secara merata di selusuh daerah dan BPK yang seharusnya mencegah adanya praktik korupsi di kalangan petinggk negara, kini justru terlibat kasus yang menunjukkan betapa kurangnya ketegasan dalam sistem pemerintahan negara kita ini. Betapa maraknya kasus korupsi dan KKN yang terjadi di Indonesia menimbulkan keprihatinan sekaligus kecurigaan terhadap jalannya pemerintahan kita. Apabila tidak segera diluruskan, bukan tidak mungkin perpecahan terjadi di negara kita.

Relakah kita membiarkan Indonesia ini perlahan-lahan dirusak oleh pemimpin-pemimpin bangsa sendiri?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun