Mohon tunggu...
Cindy Carneta
Cindy Carneta Mohon Tunggu... Lainnya - Sarjana Psikologi

Saya merupakan seorang Sarjana Psikologi dari Universitas Bina Nusantara.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

[Kacamata Psikologi] Via Vallen: Corona Bukan Aib, Stop Memandang Negatif Korban yang Terinfeksi

27 Mei 2020   15:45 Diperbarui: 27 Mei 2020   15:48 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Mella Rosa dan Via Vallen. (dok: instagram.com/mella_rossa08)

Belum lama ini, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan berita yang menyebutkan bahwa adik dari pedangdut Via Vallen dinyatakan terinfeksi virus corona atau COVID-19.

Via Vallen menegaskan bahwa terinfeksi virus corona bukanlah sebuah aib, "adekku aman dirumah, tidak ada kontak langsung dengan keluarga kita sangat menjaga jarak," tulis Via Vallen seperti dikutip Kompas.com, Selasa (26/5/2020).

Tak dapat dipungkiri, salah satu kekhawatiran yang berkemungkinan melanda korban terinfeksi virus corona berserta keluarganya adalah persepsi negatif masyarakat terhadap mereka. Hal tersebut diperkuat dengan beberapa fakta lapangan yang memposisikan korban terinfeksi virus corona dalam keadaan yang terpojok seperti dengan adanya aksi bullying dan labeling terhadap mereka.

Turner menuturkan bahwa pelabelan dilakukan atas perilaku menyimpang yang sering digunakan masyarakat terhadap penyimpangan dan seluruh masyarakat tanpa terkecuali harus tahu bahwa terinfeksi sebuah penyakit seperti virus corona bukanlah suatu perilaku menyimpang sehingga dikhawatirkan pelabelan tersebut akan berdampak buruk pada psikis pasien terinfeksi corona dikemudian harinya.

Mem-bully atau bahkan memberikan pelabelan kepada korban terinfeksi virus corona adalah perilaku yang tidak dibenarkan dan sangatlah tidak etis.

Di balik itu semua sesungguhnya terdapat kemungkinan yang kuat untuk melatarbelakangi munculnya persepsi negatif masyarakat terhadap korban terinfeksi virus corona, lantas apakah itu?

(dok: zamlook.blogspot.com)
(dok: zamlook.blogspot.com)
Penggunaan jejaring sosial yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat di Indonesia berimplikasi pada tingkat kecemasan dari masyarakat yang bersangkutan dan "berkemungkinan" besar menjadi sebab dari persepsi negatif masyarakat terhadap korban terinfeksi virus corona (akibat) dan pernyatan tersebut telah menjadi sebuah hipotesis (teori yang lemah) dalam proposal PKM-PSH saya berserta team.

Siapa sih diantara kalian semua yang tak aktif dalam penggunaan jejaring sosial seperti Instagram, Facebook, atau Twitter? Tahukah kalian bahwa secara statistik, jejaring sosial memiliki arah hubungan/korelasi yang positif dengan tingkat kecemasan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakian tinggi intensitas seorang individu menggunakan jejaring sosial maka semakin tinggi juga tingkat kecemasannya.

Intensitas penggunaan jejaring sosial yang tinggi oleh masyarakat disertai dengan tingkat kecemasan yang tinggi juga dalam situasi pandemi corona memunculkan fenomena berupa sikap tidak empati dan menghakimi korban terinfeksi virus corona. Sifat tak empati berkemungkinan besar dimunculkan oleh adanya persepsi negatif masyarakat terhadap korban terinfeksi virus corona yang dapat berkembang menjadi sebuah stigma.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun