Hallo, selamat malam.. Kabar Baik disini semoga disana juga yaa. Pada kesempatan kali ini mau menulis tentang seorang tokoh yang sangat berpengaruh dalam penyebaraan islam di Kerajaan Melayu. Informasi tentang Sultan Alaidin Riayat Syah saya dapatkan ketika saya berkunjung ke makam Sultan Alaidin Riayat Syah yang ada di Gampong Gle Jong Kecamtann Jaya Kabupaetn Aceh Jaya. Kalian penasaran nggak siapa itu?? Oke baiklah tanpa berlama-lama lagi mari kita bahas. Salah satu tokoh yang akan kuceritakan ini adalah Sultan Alaidin Riayat Syah? Siapa Sultan Alaidin Riayat Syah itu ?
Sultan Alaidin Riayat Syah atau biasa juga masyarakat Lamno sebut dengan Poe Teumeurehom. Namanya bagi masyarakat Daya dikenal dengan Meureuhom Daya atau Poteu Meureuhom demikian pula bagi semua orang diluar Daya. Nama tersebut sudah sangat lazim dipakai, pada batu nisan terakhirnya dengan gaya seni yang indah namanya "Sulthan Salathin Alaidin Riayat Syah. Dikalangan orang-orang tua dikenal pula dengan gelaran Cik Po Kandang." Po Teumeureuhom Daya adalah panggilan kepada Sultan Alaidin Riayatsyah, Poteu yang artinya tuan kita atau raja kita, sedangkan meureuhom adalah yang sudah meninggal dunia atau disebut juga dengan almarhum. Itu yang dimahksud dengan Po toe mereuhom.
"Cerita datangnya Poe Teumeureuhom ini bermula Pada abad ke 15 Silam terdamparlah kapal, pada tahun 1492-1511 kapal ini milik bangsa Portugis dibawah pimpinan Pinto yang mengalami kerusakan kapal setelah berlayar dari Singapura, kapal ini terdampar di Kuala Daya. Raja Daya saat itu ayah dari Poe Teu Meureuhom tak ingin membiarkan kapal itu lari dan mendarat tanpa izin di Kuala Daya. Sang Raja pun mengambil tindakan akan kapal itu ia memutuskan untuk menyerangnya, menghujam tembakan ke kapal itu dengan meriam besar hingga tenggelam. Semua awak kapal dan tentara Portugis akhirnya menyerah dan meminta perlindungan. Sambil menunggu bala bantuan armada kapal dari negerinya menjemput mereka, pasukan Portugis menjadi tawanan. Awak kapal dikarantina dalam satu kawasan berpagar tinggi. Hari demi hari mereka terus menunggu pertolongan. Tapi bantuan tak kunjung datang. Mereka pun menyerah pada Raja Daya. Raja Daya yang terkenal arif itu membebaskan mereka tanpa syarat harus menjadi budak. Tentara Portugis itu kemudian berbaur dengan penduduk Lamno. Mereka diajarkan bertani, berbahasa, dan diperkenalkan adat istiadat dan budaya masyarakat Aceh. Para mantan tawanan perang itu kemudian juga dibolehkan untuk mempersunting gadis pribumi, tentu setelah memeluk islam. Namun ada juga yang mengatakan bawah, mereka bukan terdampar, melainkan sengaja datang berdagang dengan penduduk Negeri Daya. Mereka membawa pelbagai barang berharga, mulai dari porselen hingga senjata dan mesiu. Balik ke negerinya, mereka mengangkut rempah-rempah dan berbagai hasil bumi. Kala itu Daya merupakan bandar dagang yang ramai di Aceh. Para saudagar berdatangan dari India, Arab, Cina, dan Eropa. Tak heran memang karena Kabupaten Aceh Jaya memang terkenal dengan kekayaan alamnya, tanahnya cocok untuk budidaya berbagai jenis komoditas pertanian, baik jenis tanaman pangan seperti padi, palawija, buah-buahan, dan sayuran, maupun jenis tanaman perkebunan seperti karet, kelapa sawit, dan kelapa , kopi pun juga sangat terkenal. Aceh Jaya termasuk daerah Zona Pertanian di antara beberapa kabupaten yang ada di Provins Aceh. Disamping itu lahan yang tersedia untuk budidaya pertanian masih cukup luas. Sub sektor peternakan juga sangat menjanjikan untuk lebih ditingkatkan di daerah ini mengingat wilayah berupa padang rumput yang sangat luas. Seiring menetapnya bangsa Portugis disini ternyata mereka juga menyebarkan paham yang mereka anut. Sehingga masyarakat setempat mengikuti ajaran yang mereka yakini, bercampurlah agama Hindu Budha dan Kristen ini. Sehingga raja saat itu khawatir maka sang Raja memberikan mandate kepada Poe Teumeureuhom untuk mengambil alih pimpinan dan memurnikan islam dikerajaan ini. Dia pertama kalinya menjadi sultan di negeri Pidie/Pedir. Setelah Portugis masuk ke Aceh dan menyebarkan agama dan budaya waktu itu Sultan Inayat Syah/Johan Syah ayah dari Poe Teumeurehom mencabut mandat dinegeri Pidie dan memberikan mandate untuk negeri Daya. Pada saat itu dinegeri daya sudah ada beberapa negeri kecil yaitu hulubalang-hulubalang kecil yang menguasai negeri perbatasan negeri daya itu dengan Kuta Raja dan negeri Meulaboh."
Dahulu juga dipercaya bahwa masyarakat juga sudah ada yang menganut agama Kristen, Hindu dan Budha hal ini ditemukannya beberapa bukti yang menguatkan. Diantara bukti tersebut ialah ditemukannya sebuah guci yang berisi abu. Masyarakat percaya bawah guci yang berisikan abu tersebut sebagai bentuk pemujaan bagi masyrakat terdahulu. Ada juga menurut sebagian cerita masyarakat terdahulu disini terdapat empat raja-raja yang pernah ada di Lamno pada masa lalu :1. Kerajaan Negeri Keuluang berada di bawah kekuasaan Datok Pahlawansyah 2. Kerajaan Negeri Lamno di pimpin oleh Datok Muda Perkasa 3. Kerajaan Negeri Kuala Unga oleh keturunan Meureuhom Unga 4. Kerajaan Negeri Kuala Daya di pimpin oleh Raja Johan Pahlawan. Pada kerajaan di atas mewakili empat pengaruh agama yang pernah berkembang pada abad ke-15. Mereka adalah penduduk Keuluang (pengaruh Budha), Lamno (Islam), Daya (Hindu), dan Kuala unga (Konghucu). Sebelum Islam masuk, Agama yang non Islam tersebut sudah ada. Lambat laun dengan pengenalan tauhid (ajaran ketuhanan), seluruh penduduk Lamno di islamkan dengan berbagai cara oleh Sultan A'laidin Riayat Syah. Namun, Akulturasi berlangsung damai diantara kerajaan-kerajaan itu meskipun berbeda-beda. Awalnya kebhinekaan di Lamno itu juga dikuatkan oleh temuan-temuan arkeologis, seperti keramik-keramik China, guci India, dan nisan-nisan makam Islam yang berornamen Hindu dan China. Akulturasi damai ini terjadi sekitar tahun 1480. Po Teumerehom adalah seorang ulama dari keturunan Raja Mandat yang datang ke Lamno untuk melakukan pemurnian agama Islam di Lamno yang saat itu dianggap tak murni lagi. Keadaan pemerintahan saat itu sangat kacau sehingga dengan datangnya Po Teumeurehom ke Lamno beliau mampu menciptakan kejayaan bagi masyarakat Lamno dalam bidang ekonomi, politik, sosial, agama, dan budaya."
"Selain makam ada peninggalan lain dari si Sulthan Alaidin Riayat Syah ini aku bertanya kepada Abi juru kunci yang menjaga makam. Dan ia menjawab "Kalau untuk peninggalan itu sendiri saat ini sudah tidak ada lagi, menurut orang tua tardahulu peninggalan itu ada beberapa seperti ikat pinggang dan kain kayak jubbah gitu tapi nta itu sekarang dimana beberapa orang yang mengatakan itu ikut terbawah tsunami, beberapa orang juga mengatakan itu sengaja diambil orang yang tidak bertanggung jawab dan mereka itu percaya dengan kesaktian benda terdahulu. Oleh sebab itu juga kenapa saat ini untuk makam itu sengaja kita tutup dengan macam tu, karena kami khawatir nanti masih banyak kali orang yang percaya untuk mengambil-mengambil ilmu atau perbuatan musyrik gitu, ditutup pakai kain itu juga untuk melindungi makam dari kerusakan. Karena beberapa pengunjung sering kali tidak sadar melakukan perbuatan yang bisa merusak. Di komplek itu juga tidak hanya Meureuhom saja ada juga makam kedua anaknya Siti Hur dan Raja Unzir dan beberapa sahabat dan kerabatnya."
"Pada batu nisan putreinya itu terukir dengan indah dan sangat jelas bacaannya "SITI HUR Binti SULTAN SALAHTIN ALAIDIN RIAYAT SYAH" ibni Raja madat ibni ABDULLAH AL-MALIK AK-MUBIN. Dari makam ini sebenarnya sudah jelas sekali bawah Meureuhom Daya ini adalah putra raja mada yang dikenal dalam sejarah dengan nama Sultan Inayat Syah putera Raja ABDULLAH MALIKUL MUBIN sebagai cikal bakal raja Aceh Darusalam. Cik Po Kandang mampu menciptakan kesejahteraan dan kejayaan pada kerajaan ini, pada zaman pemerintahannya itu masayrakat begitu makmur dan berjaya."
 "Dengan semua potensi kearifan local yang sangat luarbiasa ini semua jajaran pihak pemerintahan baik itu ditataran Gampong, Kecamatan, Pemerintah Kabupaten, Dinas Pariwisata dan semua pihak termasuk masyarakat begitu menjaga dan melindungi komplek makam Potou Meureuhom.
Sebelum tsunami masyarakat sudah mengenal tradisi ziarah ke makam Meureuhom ini. Pasca tsunami besar itu, ketika semua bangunan rusak, bahkan rata dengan tanah, mengejutkan makam ini tidak kena mengalami kerusakan yang begitu parah. Makam ini terselamatkan dari bencana itu, hal inila juga yang membuat makam ini semakin banyak dikunjungi orang. Pun saat pemerintah tau tentang peninggalan sejarah ini pemerintah saat ini sudah ikut serta dalam pengelolaan. Terlebih para keturunan Raja yang ingin terus melestarikan tradisi dan kebudayaan Meureuhom Daya ini seperti tradisi Seumeulung itu. Pemerintah sudah ikut serta dalam membantu pengelolaan ini ya walaupun kalau saya bilang itu masih dirasa kurang. Seperti untuk anggaran kebersihan itu belum ada dana untuk perbaikan yang rusak-rusak pun tidak ada, saya masih berharap juga untuk pemerintah terkait itu lebih peka lagi. Untuk sedikit membantu kebersihan dan perbaikan kami menyediakan kota amal disekitar makam, bagi siapa pengunjung yang ingin sukarela menyumbang dan uang itu akan kami pergunakan dengan sebaik-baiknya."
Semilir angin bertiup memberikan kesejukan pada kami, pemandangan laut luas tetap indah dipandang. Berkunjung ke komplek makam Potou Meureuhom ini selain dapat berwisata sejarah kita juga dapat menikmati pemandangan laut lepas yang indah menyejukan mata.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI