Mohon tunggu...
Chyntia Pinky
Chyntia Pinky Mohon Tunggu... Administrasi - Tidak ada

Penulis | Kreator | Pelaku Seni | Praktisi Hukum

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Masyarakat Sibuk Galau, Indonesia Darurat "Parkinson Law"

4 Juli 2018   10:32 Diperbarui: 4 Juli 2018   10:36 735
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kekuasaan tanpa hukum adalah kezaliman, hukum tanpa kekuasaan adalah sia-sia"

Agaknya pada dekade ini Indonesia sering terpecah belah antara tim politik dan tim hukum. Sebagian mengincar keadilan, sebagian lagi mengincar kekuasaan. Meskipun kini kita dipaksa menyadari kuasaan memang selalu punya kreatifitas tinggi untuk menekan keadilan. Salah satu jalannya melalui politik birokrasi.

Sadarkah kita bahwa lembaga di Indonesia jumlahnya ratusan?

Sadarkah kita bahwa jumlah PNS membengkak mencapai angka 5 Juta orang?

Sadarkah kita bahwa meskipun jumlah lembaga dan PNS banyak, birokrasi Indonesia tetap saja memprihatinkan?

Faktor utamanya adalah banyaknya lembaga yang tugasnya tumpang tindih dengan lembaga lain, atau bahkan saling lempar tugas karena keberadaan lembaga tersebut tidak efektif. Mungkin sudah tidak asing lagi jika kita ditolak dengan kata-kata "wah, bukan kewenangan saya, silahkan saja urus di bagian bla bla bla". Alhasil, urusan perbirokrasian selalu menjadi momok paling menakutkan bagai buah simalakama, tidak diurus tetapi perlu sekali, pas diurus malah susah sendiri.

Lalu bagaimana cara mengatasi permasalahan tersebut?

Pertama-tama, kita harus mengenali penyebabnya terlebih dahulu. Ada satu paham hukum yang sangat sering diabaikan dalam dunia perbirokrasian, namanya Parkinson Law. Seperti penyakit dalam tubuh kenegaraan, parkinson law menggerogoti politik Indonesia dengan memperbanyak jumlah birokrat. Dulu pada zaman orde baru, Ever dan Schiel mengatakan jika birokrat selayaknya tumor, keberadaan birokrasi malah menyusahkan masyaratkat. Kini Indonesia telah merawat tumornya dengan baik hingga menjadi kanker ganas!

C. Northcote Parkinson, sang pencipta teori ini mengatkan bahwa parkinson sendiri merupakan kecenderungan memperbanyak orang hanya karena ingin memiliki "banyak bawahan". Dalam artian, semakin banyak bawahnnya, semakin merasa berkuasalah seorang pejabat. Sedangkan Hans-Dieter Ever dan Tilman beranggapan parkinson law merupakan usaha untuk 'menggemukkan' birorasi dengan alasan politik.

Biasanya parkinson law ini lebih dekat pada upaya menjadikan orang-orang tertentu menjadi birokrat. Hal yang paling lumrah terjadi biasanya karena seseorang terpilih menduduki kursi eksekutif atau legislatif, nah untuk melanggengkan kekuasaannya atau sebagai ucapan terimakasih terhadap tim suksesnya, orang yang terpilih ini kemudian merekrut sebanyak-banyaknya orang sebagai bawahannya (mumpung sekarang habis Pilkada serentak hati-hati loh! Hehe).

Parkinson law sendiri bentuknya bermacam-macam mulai dari membentuk lembaga atau divisi baru, hingga memperbanyak jumlah aparatur negara. Ibarat kata, parkinson law adalah nepotisme dalam jumlah besar. Bedanya, perjalanan parkinson law sedikit lebih mulus karena dalam skala besar tersebut. Loh kok begitu? Sebab orang Indonesia suka sekali dengan pepatah 'semut di sebrang lautan tampak, gajah di kelopak mata tidak tampak'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun