Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Insinyur - Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bunuh Diri Remaja, Anak yang Rapuh atau Orangtua yang Lalai

20 November 2023   23:22 Diperbarui: 20 November 2023   23:23 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Jawa Pos 

"Assalamualaikum, Opa. Saya minta maaf kalau saya tidak bisa bertahan sampai di sini. Ternyata saya tidak sekuat itu untuk bertahan lebih lama. Saya sudah terlalu capek Opa, sudah banyak sekali sakit yang saya rasakan. Jujur saja Opa, saya capekmi tangisi hidup yang begini"

Untaian kalimat di atas bukanlah cuplikan dari sebuah cerita fiksi, kata-kata ini adalah ungkapan kegundah-gulanaan seorang gadis belia yang kecewa, yang telah kalah lantaran hidup yang ia rasakan tidak berpihak kepada dirinya.

Gadis belia ini berinisial RR, pelajar sebuah sekolah menengah kejuruan (SMK) di kota Kendari yang masih berusia 15 tahun, ia ditemukan jatuh di jalan depan tempat dia kos, dalam keadaan pingsan ia segera dilarikan ke rumah sakit dan meninggal dunia setelah dua hari dalam perawatan.

Ternyata RR sebelumnya telah menenggak cairan racun rumput untuk memilih jalan pintas mengakhiri hidupnya, dan sebelum ia melakukan semua itu ia mengirimkan pesan melalui WA kepada ayahnya yang ia panggil dengan sebutan Opa ( O pa ini logat atau dialek lokal yang berarti papa/bapak).

Pesan yang RR kirimkan untuk ayahnya cukup panjang, yang secara keseluruhan menggambarkan ketidaksanggupannya menghadapi tekanan dan persoalan kehidupan yang menderanya, ada rasa penyesalan belum bisa membahagiakan keluarga terlebih kepada sang ayah, dan ada rasa yang teramat sakit yang ia rasakan dari perlakuan Ibunya terhadapnya.

Sebaiknya saya tidak usah menuliskan pesan utuh yang dituliskan mendiang RR kepada ayahnya, sebagai orangtua yang memiliki putri saya kok terikut pingin mewek membaca curhatan hati seorang gadis belia yang belum banyak mengenal dunia, tapi dipaksa atau memaksa diri untuk menghadapi kerasnya dunia dengan pikirannya yang masih polos.

Sedikit saya kutip lanjutan keluh kesah RR:

"Saya sayang kita, Opa. Saya sayang juga I Ariel, I Iyeng, I Mama. Tapi, I Mama jahat sekali sama Saya sering sekali mi saya makan hati karena bicaranya yang sakit sekali saya dengar, saya tertekan juga tinggal sama, I Mama yang setiap hari marah-marahi saya. Biar bukan salahku tetap saya dimarahi. Dan yang paling sakit, Opa, kalau saya dibeda-bedakan sama I Ariel".

Tampaknya, anak ini sayang kepada keluarganya, meski ia lebih dekat kepada ayahnya ketimbang ke ibunya, yang ia sebut sebagai Ibu yang jahat dalam pesannya. Lantaran menurutnya ia setiap hari mendapatkan penyiksaan verbal dari sang Ibu, dan banyak lagi perlakuan dari sang Ibu yang menyakitkan hatinya.

Mencoba menganalisa persoalan yang dihadapi oleh RR, tetapi saya bukan ahli kejiwaan, saya hanya seorang ayah yang berusaha memberi yang terbaik bagi keluarga saya, terutama bagi anak-anak saya yang belum matang secara mental dan psikologis untuk menghadapi dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun