Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Insinyur - Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Sang Legenda Telah Pergi

26 November 2020   12:50 Diperbarui: 26 November 2020   12:57 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat itu tepat tanggal 22 Juni 1986 di Stadion Azteca, Mexico city. Dalam sebuah partai perempat final piala dunia, memasuki menit ke 50, sebuah peristiwa ikonik yang tidak mungkin terhapus dari sejarah sepakbola dunia, dan juga mustahil terulang kembali, seorang pemain bernomor punggung 10 dengan tubuh bogelnya melakukan gerakan tanpa bola membaca bola liar yang mengarah ke penjaga gawang, ribuan mata yang menyaksikan melihat bahwa bola ada dalam jangkauan penjaga gawang yang pasti dapat mengamankannya, namun siapa sangka di bogel dengan tubuh "pendek" dan gempalnya meloncat cepat dengan gerakan menyundul yang sempurna sembari menggunakan tangannya untuk menyodok bola mendahului penjaga gawang dan gooolll. Yah wasit yang memimpin pertandingan mengesahkan gol tersebut meski diprotes oleh lawan.

Berselang empat menit kemudian, pemain yang sama terlihat menari-nari sendiri dengan bola tergiring di kakinya dari tengah lapangan, secara spektakuler melewati hadangan kurang lebih empat pemain lawan, termasuk penjaga gawang sebelum akhirnya menceploskan bola ke gawang kosong.
Peristiwa itu menjadi suatu catatan ikonik tentang seorang legenda sepakbola yang sangat melekat dengan gol tangan Tuhannya, siapa lagi kalau bukan sang maestro Diego Armando Maradona, yang memukau dunia lewat aksinya tersebut saat Inggris bertemu Argentina di perempat final piala dunia Mexico 86. Maradona yang akhirnya membawa Albiceleste mengangkat trophy piala dunia keduanya saat itu.

Maradona yang terlahir dari keluarga "miskin" sebagai anak ke-4 dari 6 bersaudara, lahir pada tanggal 30 Oktober 1960 di Lans, Argentina, namun dia menghabiskan masa kecilnya di Villa Fiorito.

MARADONA DAN KLUB

Bakat sepakbola Maradona sudah terlihat oleh pemandu bakat klub Argentinos Juniors saat dia baru berusia 10 tahun. Hanya berselang 2 tahun kemudian Maradona telah menjadi maskot klub tersebut bernama julukan Los Cebollitas (Bawang Kecil), Maradona mendapat peran untuk menghibur penonton saat jeda pertandingan, dengan menunjukkan keterampilan mengolah bolanya  pada kompetisi divisi utama Argentina, Argentinos Juniors.

Bakat Maradona sudah terlihat oleh klub-klub asing termasuk Sheffield united Inggris yang mencoba mentransfernya namun ditolak oleh klub Argentinos Juniors. Barulah di tahun 1981, ia dibeli klub Boca Juniors seharga 1 juta poundsterling, dan langsung sukses membawa klubnya menjadi juara liga utama Argentina.

Seusai Piala Dunia FIFA 1982, dimana Argentina gagal total, Maradona kemudian ditransfer oleh FC Barcelona dengan harga 5 juta pounsterling, yang merupakan rekor dunia pada saat itu. Dua tahun membela Barcelona bersama pelatih Csar Luis Menotti, Maradona memenangkan Copa del Rey, dengan mengalahkan musuh bebuyutan FC Barcelona, Real Madrid, dan Piala Super Spanyol, mengalahkan Athletic de Bilbao. Saat membela Barcelona karir Maradona hampir saja berakhir setelah mengalami cedera parah pada engkel kakinya, dan juga divonis menderita Hepatitis.

Maradona kemudian menemukan "rumahnya", setelah pindah ke SSC Napoli pada tahun 1984. Maradona di Napoli mencapai puncak kariernya dalam sepak bola di mana ia membawa tim tersebut menjadi juara Serie A untuk pertama kalinya dalam sejarah Napoli (1986/87 dan kemudian 1989/1990). Dan menjadi runner up Serie A pada tahun 1987/88 dan 1988/89. Selain itu, ia juga membantu Napoli menjuarai Piala Italia pada tahun 1987.

Setahun kemudian (musim 88/89), Napoli mengalahkan Vfb Stuttgart untuk menjadi juara Piala UEFA. Apa yang ditorehkan oleh Maradona bagi Napoli menjadikannya "dewa" ia begitu dipuja di seantero Napoli, hingga dibuatkan patung dirinya sebagai wujud penghormatan atas apa yang telah diberikannya bagi Klub SSC Napoli. Bahkan saat piala dunia 1990 dimana Argentina bertemu Italia pada Semifinal di Stadion San Polo, Naples, kota yang penduduknya justru mendukung Argentina dan bukan Italia sebagai tuan rumah, ini menggambarkan betapa cintanya fans Napoli pada Maradona. Italia lebih dulu unggul lewat Salvatore "Toto" Schillaci

 Diego Maradona yang kala itu menjadi bintang pujaan Napoli tampil menawan dan memberikan umpan matang bagi Claudio Cannigia untuk menyamakan kedudukan. Argentina akhirnya lolos ke final setelah memenangkan adu penalti. Tetapi sayangnya di final Argentina harus takluk pada Jerman. Namun prestasi dan nama besar yang diperoleh Maradona juga membawa dampak buruk bagi perkembangan psikologisnya, ia terpuruk ke dalam dunia hitam. Maradona terperangkap dalam jeratan kokain. Kebiasaannya mengonsumsi kokain semakin lama semakin memburuk meski berkali-kali di denda oleh kubnya karena tidak tampil dalam latihan maupun pertandingan dengan alasan stress, Diego tak bisa lepas dari kecanduannya pada kokain. Hal ini berdampak nyata dalam kariernya yang terus terpuruk setelah itu. Ia terbukti menggunakan doping pada tahun 1991 dan dilarang bermain sepak bola selama 15 bulan.

Setelah bebas dari hukuman, ia melakukan comeback bergabung bersama Sevilla di Laliga Spanyol, namun dipecat setahun kemudian. Ia lalu kembali ke Argentina dan bermain bersama Newell's Old Boys selama 5 pertandingan sebelum lagi-lagi dilarang bermain selama 15 bulan karena kembali diketahui doping saat Piala Dunia 1994 berlangsung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun