Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Insinyur - Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kenangan dari Masa Lalu yang Kini Tak Ada Lagi

15 September 2020   15:51 Diperbarui: 15 September 2020   15:57 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pribadi Dheny Lahundape

Hari minggu yang lalu, sempat kumpul-kumpul dengan teman-teman dari jaman kuliah waktu di Malang tahun 80-an. Beragam topik berseliweran dibicarakan, tapi ternyata yang paling seru dan meninggalkan kesan mendalam itu adalah kisah-kisah jaman kuliah dulu.

Kisah-kisah biasa saja tapi kayaknya begitu berkesan untuk diingat, apalagi tentang kisah yang tidak mungkin lagi kita rasakan saat ini, karena perkembangan zaman telah mengalami begitu banyak perubahan, hal-hal yang dulu lasim dan kita anggap biasa, ternyata kini menjadi begitu berkesan, sebab tak mungkin lagi ada yang bisa merasakannya kini.

Ternyata sudah banyak hal-hal yang sangat umum dijaman kami kuliah dulu, yang kini hanya tinggal kenangan, yang jika diceritakan kepada generasi sekarang akan membuat mereka bengong dan pasti merasa lucu.

Pertama soal transportasi, khususnya transportasi antar pulau. Kami kebetulan adalah mahasiswa asal Kendari yang memilih kuliah di kota Malang. Transportasi yang ada, sama dengan yang ada sekarang, yakni pesawat dan kapal laut, tapi kondisinya tidak bisa dibayangkan seperti sekarang, dulu tiket pesawat itu begitu mahal, dan frekwensi penerbangannya terbatas, begitu juga maskapai yang ada terbatas, kalau untuk penerbangan kendari yang ada hanya dua maskapai yaitu Garuda dan Merpati. 

Karena keterbatasan jumlah penerbangan dan juga mahalnya tiket, menjadikan pilihan transportasi untuk ke "jawa" umumnya orang memilih naik kapal laut, yang kebetulan jaman kami kuliah dulu itu, pemerintah melalui PT. Pelni telah menyediakan beberapa buah kapal baru yang berukuran besar dan cukup mewah, menggantikan kapal-kapal tua/bekas pasca tenggelamnya KM. Tampomas II di awal tahun 80-an.

Cerita tentang transportasi ini, kami yang asal Kendari kalau mau berangkat ke Malang atau pulang ke Kendari biasanya melalui Ujung Pandang (sekarang Makassar), untuk menghemat biaya, karena pesawat swasta/murah yang ada waktu itu seperti Pelita, Mandala dan Bouraq tidak ada yang rute sampai Kendari, demikian juga dengan kapal Pelni seperti KM. Rinjani, KM. Kambuna, KM. Tidar dan KM. Lambelu tidak singgah di Kendari, hanya di Ujung Pandang atau Buton. 

Lalu apa yang sudah hilang sekarang dari transportasi ini ?. Yang saya rasakan hilang itu adalah pertama jaman itu kalau dari Surabaya mau balik ke Kendari berangkatnya subuh jam 5 pagi, jadi dari Malang itu star jam 2-3 pagi ke Juanda, beda dengan sekarang alternatif maskapai dan jam keberangkatan banyak pilihan harga tiket juga jauh lebih murah, dulu tiket pesawat Kendari-Surabaya Rp. 115.000 saat itu setara 1 bulan biaya hidup anak kost waktu itu. 

Dan ada yang menarik pada waktu itu, yaitu ada tarif reduksi untuk mahasiswa sebesar 25%, syaratnya hanya menunjukkan kartu mahasiswa dan mengisi formulir yang ditandatangani oleh pihak kampus. Saya pernah waktu itu pingin pulang, karena teman-teman semua pada pulang naik pesawat, tapi uang untuk pulang hanya cukup kalau lewat kapal laut yang waktu itu tiketnya kelas ekonomi Rp. 28.000 sampai Ujung Pandang, saya pun mengambil keputusan memakai uang SPP yang waktu itu Rp. 75.000 per semester, nah masalahnya formulir reduksi tidak bisa ditandatangan oleh bagian kemahasiswaan kampus kalau belum melunasi SPP, akhirnya akal pun jalan cari teman yang punya wajah agak mirip-mirip dikit, pinjam kartu mahasiswanya, nekad spekulasi. 

Pas waktu pemeriksaan di bandara, teman-teman yang diperiksa duluan sudah pada lolos karena memang memakai identitas asli, tapi satu orang teman cewek yang identitasnya asli, sempat tidak dipercaya oleh petugas yang memeriksa, setelah lama saling berdebat barulah bisa diloloskan, saya yang giliran berikutnya tentu saja cemas, yang asli saja masih dicurugai palsu, apalagi saya yang memang memakai identitas palsu, tapi saya berlagak cuek saja, karena saat itu subuh, jadi saya pura-pura ngantuk saja, rambut saya buat acak-acakan, karena saya memakai kacamata, sementara foto di kartu mahasiswa tidak memakai kacamata, saya pun melepas kacamata sambil guyon dan menunjukkan wajah lucu, alhamdulillah petugasnya tertipu dan percaya kalau saya adalah orang yang  punya kartu mahasiswa itu.

Oh iya.... kalau sekarang kan semua penerbangan bebas asap rokok, tapi waktu jaman saya itu, merokok boleh dan bebas di pesawat, bahkan bukan itu saja, saya pernah naik sebuah maskapai, entah itu Bouraq atau Mandala saya sudah lupa, dalam penerbangan itu malah dibagikan sebungkus rokok, saya ingat rokoknya itu rokok putih merek 555. 

Pesawat jaman dulu itu kalau penerbangan swasta kebanyakan pakai pesawat propeler atau baling-baling, kalau pesawat jet rata-rata penerbangan domestik pakai Fokker 28, paling canggih DC 9. Kalau transportasi laut kisahnya lebih lucu lagi, kalau lagi musim liburan, penumpang kapal itu membeludak over muatan, sehingga penumpang bertebaran di lorong-lorong jalan, di desk depan tangga, pokoknya semua tempat kosong berisi orang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun