Mohon tunggu...
chris amai
chris amai Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mengisi waktu luang yang tak terbuang sia-sia

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Sampah sang Penopang Hidup

8 Mei 2025   21:24 Diperbarui: 8 Mei 2025   21:24 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Selasa, (9/1/2024), Maria akrab disapa, telah bekerja di Transfer Depo (TD) Tambakboyo, Condongcatur, Depok, Sleman, DIY. Di Tengah teriknya panas matahari, nampak sesosok ibu paruh baya yang mendedikasikan hidupnya pada tumpukkan sampah yang tengah ia pilah. Ketika di temui ibu Maria dengan senang hati meluangkan waktu untuk membagikan kisahnya.

Awal mula bekerja di TD Tambakboyo atau biasa di kenal tempat pembuangan akhir, di ajak oleh teman kenalan ketika TD Tambakboyo baru dibuka sekitar tahun 90'an. Ibu dua anak ini telah bekerja selama 34 tahun, demi membantu tonggak ekonomi keluarga karena suami telah lama pensiun dari pekerjaan dan gaji pensiun tidaklah sepenuhnya dapat mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.

"Waktu itu, ketika Tambakboyo ini di buka, saya di ajak sama teman untuk kerja disini, apalagi saat itu suami sudah pensiun. Gaji pensiun saat itu sekitar Rp 2.000.000; dibandingkan sekarang mungkin lebih rendah, apalagi dengan harga barang-barang sekarang makin naik," ungkap ibu Maria.

Selama bertahun-tahun bekerja di tempat pembuangan akhir Tambakboyo, ia bersyukur dengan pekerjaan yang dilakukan selama ini, meski usia sudah tidak muda lagi. Pendapatan perbulan dari memilah sampah sebesar Rp 300.000; itu sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sebulan. Penghasilannya menurun dikarenakan harga dari barang bekas yang menurun, terlebih sampah yang datang juga dibatasi untuk meminimalisir menumpuknya sampah.  

ibu Maria biasa bekerja dari pukul 6:00 hingga pukul 18:00 Wib, bahkan waktu libur terkadang ia tetap masuk kerja supaya sampah tidak terlalu menumpuk, sebaliknya jika mau ke Gereja ia akan meminta ijin libur. "Jika nanti sampahnya menumpuk maka akan susah untuk diakses, makanya harus ada yang datang supaya nanti ada jalan untuk yang lainnya", jelasnya.

Pekerjaan sebagai pemilah sampah telah memberikan kehidupan bagi dirinya dan keluarga. Rasa syukur dengan pekerjaan yang ia jalani selama ini, baginya pekerjaan ini bukanlah pekerjaan yang menjijikkan namun pekerjaan inilah sang penopang hidupnya selama ini bahkan dapat membantu pendidikan anak-anaknya. Baginya dengan penghasilan yang pas-pasan sudah cukup untuk kebutuhan sehari, dan semua adalah anugerah Tuhan pada yang lain-lainnya. "bersyukur dengan pendapatan ini karena memberi kami hidup," tandasnya.

Kisah dari ibu Maria memberikan contoh semangat perjuangan dari sesosok ibu paruh baya. Usia bukanlah pembatas untuk bekerja dan pekerjaannya sebagai pemilah sampah bukanlah nilai dari kesusesan, melainkan semangat dan ketekunanlah kuncinya. Kisah yang dibagikan telah menjadi inspirasi yang mengajak untuk mensyukuri hidup, apa pun yang dilakukan lakukanlah dengan hati. Pekerjaan dengan hati akan selalu membawa kebahagiaan dan didikasi, bonusnya adalah enugerah dari pekerjaan hati.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun