Amerika mungkin raksasa ekonomi, tapi bukan berarti Indonesia harus pasrah. Di tengah tekanan global yang kian kompleks, negara harus hadir sebagai aktor yang cerdas, adaptif, dan proaktif. Respon terhadap pajak ekspor AS bukan soal mencari musuh, tapi soal membuktikan bahwa Indonesia bukan sekadar pasar---tapi mitra dagang yang layak dihormati.
Pajak ekspor tinggi yang diberlakukan oleh Amerika Serikat terhadap produk-produk dari negara berkembang seperti Indonesia bukan sekadar isu perdagangan, melainkan tantangan geopolitik dan ekonomi yang menguji kedaulatan kebijakan negara. Dampaknya mencakup penurunan daya saing ekspor, gangguan pada stabilitas industri domestik, hingga potensi defisit neraca perdagangan. Namun, alih-alih bersikap reaktif dan bergantung pada kondisi eksternal, Indonesia harus menjadikan situasi ini sebagai momentum untuk memperkuat ketahanan ekonomi nasional.
Peran negara sangat krusial---dari membuka pasar baru lewat diplomasi dagang, mempercepat hilirisasi industri, hingga memberikan insentif strategis bagi pelaku usaha. Dalam menghadapi tekanan global seperti ini, respons negara tidak cukup hanya administratif; ia harus bersifat sistemik dan jangka panjang. Indonesia tidak boleh hanya menjadi penonton dalam arus perdagangan dunia, tapi aktor aktif yang menentukan posisinya sendiri.
Singkatnya, menghadapi "raksasa" seperti Amerika membutuhkan lebih dari sekadar keberanian---ia membutuhkan strategi, solidaritas, dan visi jangka panjang dalam membangun ekonomi yang tangguh dan mandiri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI