Mohon tunggu...
Chaulah Lutfiyana
Chaulah Lutfiyana Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswi Universitas Negeri Surabaya

Chaulah Fi, seorang gadis yang dilahirkan di pulau Garam 19 tahun lalu. Fi juga merupakan seorang mahasiswi aktif jurusan Psikologi di salah satu Universitas yang berada di Surabaya. 19tahun hidup, walau tergolong masih belia, namun beberapa hal mendorongnya untuk terus menulis, salah satunya adalah mimpi untuk dapat terus melanjutkan hidupnya. Fi memiliki minat yang tinggi di dalam bidang avokasional

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Tiga Aliran dalam Madzhab Hukum

29 Januari 2023   22:07 Diperbarui: 29 Januari 2023   22:21 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menurut asal usulnya, aliran hukum ini merupakan suatu pemberontakan terhadap ilmu hukum ideologik, yang hanya mengembangkan hukum sebagai alat pemerintahan negara-negara totaliter. Teori ini lazim dikaitkan dengan madzhab Wina yang dipimpin oleh Hans Kelsen (1881-1973).

Ajaran hukum murni "Reine Rechtslehre Pure Thoery of Law" yang dikemukakan Hans Kelsen, merupakan pelajaran hukum yang dibersihkan (dimurnikan) dari anasir-anasir yang tidak yuridik (seperti sosiologis, politis, filosofis, ekonomik, historis, dan lain-lain). Ajaran hukum murni hanya ingin melihat hukum sebagai norma yang menjadi objek ilmu hukum, bukan hukum sebagai perikelakuan (sikap tindak yang ajeg). Sebab hukum sebagai perikelakuan merupakan objek sosiologi hukum, yang bagi Kelsen bukan merupakan ilmu hukum.

Ajaran hukum murni adalah teori tentang hukum positif, suatu ilmu pengetahuan tentang hukum yang ada, bukan tentang hukum yang seharusnya ada. Oleh karena titik tolak yang sedemikian rupa, Kelsen berpendapat bahwa keadilan sebagaimana lazimnya diperbincangkan, hendaknya didkeluarkan dari ilmu hukum, karena "keadilan" merupakan konsep ideologik, suatu ideal yang irasional.

Hukum adalah sebuah "sollenskategorie" dan bukan "seinskategorie". Hukum memerintahkan orang untuk bertindak seharusnya. "Barangsiapa membeli barang harus membayarnya" merupakan "das sollen", atau suatu kenyataan normatif. Dikatakan "seharusnya" oleh karena tidak  diperdulikan suka tidaknya atau mampu tidaknya seseorang, apabila  membeli barang maka wajib membayarnya.

Kelsen melihat sistem hukum sebagai suatu struktur piramidis (hierarkis). Pendapat Kalsen ini dikenal dengan nama "Stufenbau Theorie". Menurut teori ini, dasar berlakunya dan legalitet suatu peraturan terletak pada suatu peraturan yang lain yang lebih tinggi. Dan peraturan yang lebih tinggi itu berlaku berdasarkan peraturan yang lebih tinggi lagi (Stufenbau), dan pada akhirnya sampai pada peraturan yang tertinggi, yakni "grund-norm" (norma dasar). Seperti dasar berlakunya peraturan pemerintah adalah undang-undang dan dasar berlakunya undang-undang adalah undang-undang dasar, dan dasar berlakunya undang-undang dasar adalah grundnorm. Sebagai norma yang tertinggi, grundnorm merupakan dasar dari tata hukum nasional, yang bukan sebagai norma hukum positif yang dibentuk oleh suatu tindakan legislatif, tetapi hanyalah merupakan hasil analisis pemikiran yuridis, jadi hanyalah dipostulasikan oleh pikiran manusia.

Menurut Stufenbau Theorie, sistem hukum hakekatnya merupakan sistem hierarkis yang tersusun dari peringkat terendah hingga peringkat tertinggi. Hukum yang lebih rendah harus berdasar, bersumber, dan tidak boleh bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi. Jika bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi, maka hukum yang lebih rendah itu menjadi batal atau hilang daya berlakunya. Sebaliknya, hukum yang lebih tinggi merupakan dasar dan sumber dari hukum yang lebih rendah. Semakin tinggi kedudukan hukum dalam peringkatnya, semakin abstrak dan umum sifat norma yang dikandungnya. Dan semakin rendah peringkatnya, maka  semakin nyata dan operasional  sifat norma yanag dikandungnya.

  • Aliran Sosiologis

Aliran ini dipelopori oleh Hammaker, Eugen Ehrlich dan Max Weber. Menurut aliran sosiologi, hukum merupakan hasil interaksi sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Hukum adalah gejala masyarakat, karenanya perkembangan hukum (timbulnya, berubahnya dan lenyapnya) sesuai dengan perkembangan masyarakat. Perkembangan hukum merupakan kaca dari perkembangan masyarakat.

Oleh sebab itu, menurut aliran sosiologis, hukum bukanlah norma-norma atau peraturan-peraturan yang memaksa orang berkelakuan menurut tata tertib yang ada dalam masyarakat, tetapi kebiasaan-kebiasaan orang dalam pergaulannya dengan orang lain, yang menjelma dalam perbuatan atau perilakunya di masyarakat. Hammaker yang meletakkan dasar sosiologi hukum di negeri Belanda menyatakan, hukum itu bukan suatu himpunan norma-norma, bukan himpunan peraturan-peraturan yang memaksa orang berkelakuan menurut tata tertib masyarakat, tetapi sesuatu himpunan peraturan-peraturan yang menunjuk "kebiasaan" orang dalam pergaulannya dengan orang lain di dalam masyarakat itu.

Eugene Ehrlich, yang dapat dikatakan sebagai pendasar sosiologi hukum di Jerman, mengajukan konsep tentang "hukum yang hidup", sebagai peraturan tingkah laku yang dipakai anggota-anggota masyarakat dalam hubungannya satu sama lain. Hukum yang hidup, menurut Ehrlich, tidak bisa ditemukan dalam bahan-bahan hukum formal, melainkan di luarnya yaitu di dalam masyarakat. Kekuatan berlakunya hukum, menurut Ehrlich, bergantung pada penerimaan masyarakat. Dan tiap golongan masyarakat masing-masing menciptakan sendiri hukumnya yang hidup. Kemampuan golongan-golongan dalam masyarakat untuk menciptakan sendiri hukumnya tidak sama. Sehingga, faktor masyarakat menjadi sangat penting untuk mengetahui efektivitas hukum dalam masyarakat.

Dengan demikian, ajaran Ehrlich dibangun atas dasar ajaran Savigny yang menyatakan hukum bergantung kepada apa yang secara populer telah diterima masyarakat. Dimana di setiap kelompok masyarakat membangun hukumnya sendiri (living law) yang mempunyai kekuatan kreatif. Jadi hukum berada dalam hubungan langsung dengan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun