Tanggal 13 Juni 2019. Hari bersejarah bagi dunia bulutangkis Malaysia khususnya dan dunia umumnya. Lee Chong Wei memutuskan gantung raket. Pemilik 47 gelar Superseries pamit dari dunia yang dibela sekaligus membesarkannya selama 19 tahun.
Saat itu Lee berusia 36 tahun. Sambil berlinang air mata ia mohon pamit. Kanker hidung yang diderita membuatnya harus membuat pilihan penting. Walau pelik, antara kesehatan dan karier, ia akhirnya memilih yang pertama.
"Ini adalah keputusan yang sangat berat bagi saya karena saya benar-benar mencintai olahraga ini. Saya tidak punya penyesalan, yang lebih penting adalah kesehatan saya," demikian kira-kira untaian kata-kata sang Datuk di momen perpisahan yang masih terngiang hingga kini.
Tidak hanya Chong Wei yang bersedih. Dunia pun ikut merasakan. Mundurnya Chong Wei berarti kehilangan salah satu pebulutangkis terbaik dalam sejarah olahraga tersebut. Ia melintas batas generasi. Tak terhitung berapa banyak pemain yang ia hadapi sepanjang tiga generasi.
Yang pasti apresiasi tinggi diberikan kepadanya. Tidak hanya datang dari rekan-rekan seangkatan. Para pemain muda pun tak ketinggalan. Tak terkecuali pula penggemar bulutangkis di seantero jagad.
Untuk semua dedikasi yang diberikan pada dunia tepok bulu. Pada semua kegembiraan yang diberikan dalam konsistensi, kegigihan, dan kerja keras menampilkan permainan apik di lapangan pertandingan.
Publik Malaysia tentu paling merasa kehilangan. Nyaris dua dekade berkarier, Chong Wei mempersembahkan total 69 gelar. Belum termasuk tiga perak Olimpiade. Dengan empat gelar All England, Chong Wei tiada duanya. Ia akan selalu dikenang.
Beratnya Chong Wei mengambil keputusan dan sedihnya ditinggal salah satu legenda, campur aduk dengan pertanyaan seputar masa depan sektor tersebut.Â
Apakah Malaysia akan melahirkan penerus dengan kualitas setara? Apakah ada pemain yang bisa melanjutkan estafet kejayaan yang membanggakan masyarakat Negeri Jiran? Bila mencetak pemain top adalah perkara waktu, berapa lama harus menanti?