Mohon tunggu...
Annisa Chusnul Chotimah
Annisa Chusnul Chotimah Mohon Tunggu... Novelis - Mahasiswa Universitas Internasional Semen Indonesia

Hello I'm form Gresik

Selanjutnya

Tutup

Film

Berkaca sebagai Manusia Bernaluri melalui Film A Plastic Ocean

2 Desember 2020   10:35 Diperbarui: 2 Desember 2020   10:55 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

A Plastic Ocean merupakan film bergenre dokumenter, yakni film yang menceritakan suatu kejadian tertentu atau realitas tertentu dengan pengambilan cerita suatu kejadian yang benar-benar pernah terjadi di suatu tempat dengan menuturkan fakta tanpa rekayasa. Film ini diproduseri oleh Adam Leipzig dan disutradarai oleh Craig Leeson yang juga turut berperan sebagai pemain dalam film tersebut.

Bermula dari sebuah misi mencari paus biru yang sulit ditangkap namun bukan hanya paus biru yang ditemukan, melainkan kumpulan sampah plastik yang mengambang di tengah indahnya lautan Srilanka yang seharusnya masih asli karena telah ditutup selama 30 tahun.

Banyaknya sampah plastik di laut disebabkan oleh penggunaan peralatan rumah tangga yang terbuat dari bahan plastik, yang dibuang secara ilegal di sungai hingga bermuara dititik akhir yakni lautan. Kemudian kekuatan gelombang dan garam laut telah menjadikan sampah plastik pecah, sehingga menjadi potongan-potongan kecil atau disebut "microplastics", dimana hal tersebut telah disalahpahami oleh biota laut sebagai makhluk hidup atau sejenisnya yang bisa dimakan. Bisa dibayangkan betapa mengerikannya hal ini, biota laut yang malang turut menjadi imbas lantaran rantai makanan di laut yang tidak lagi sama.

Film A Plastic Ocean memiliki sebanyak 3 sisi sudut pandang yang berbeda-beda, yakni antara manusia, biota laut dan masyarakat yang menonton film tersebut. Manusia disini berperan sebagai penghasil sampah plastik yang menjadi sumber masalah dari pencemaran lingkungan. Biota laut yang tidak tahu menahu apa-apa telah menjadi korban akan kehadiran sampah plastik yang menyelinap masuk kedalam habitat hidupnya, hingga berakhir dengan perenggutan nyawa karena sistem rantai makanan mahluk hidup yang tidak lagi sama. Sudut pandang yang terakhir adalah masyarakat yang telah menonton film dokumenter tersebut, dimana film A Plastic Ocean ini secara tidak langsung dikhususkan kepada mereka yang harus merasa tersadar dan malu melihat begitu banyaknya binatang laut yang mati mengenaskan karena sampah plastik yang bersarang dalam perutnya.

Seperti yang telah dijelaskan, manusia dan lingkungan adalah dua elemen yang tidak dapat terpisahkan oleh semesta, keduanya memiliki hubungan terkait yang kuat. Maka, jika bertanya apa penyebab utama dari ketidakseimbangan kondisi laut, tentu jawabannya adalah manusia yang merupakan dalang dari sekenario kerusakan lingkungan laut akibat sampah ciptaan jemari tangan mereka sendiri. Ketidakseimbangan ini lebih mengarah ke perubahan rantai makanan para biota laut, dimana mereka menganggap sampah adalah sesuatu yang memang bisa dimakan. Seperti yang diketahui, penguraian platik membutuhkan waktu berjuta tahun. Dan bisa dibayangkan tanpa adanya akal, plastik yang membahayakan tersebut telah dimakan oleh ikan-ikan dan mahluk hidup laut lainnya sehingga mengakibatkan mereka mati mengenaskan. Selain itu, jangan lupakan cairan minyak atau oli yang juga mencemari kejernihan dan kemurnian air laut sehingga turut berakibat pada terganggunya sistem pernapasan mahluk hidup laut.

Jika diperinci lebih detail, ada begitu banyak kontributor limbah plastik di lautan yang ditunjukkan secara jelas di film A Plastic Ocean. Diantaranya yakni di perairan Sri Lanka yang sudah ditutup berpuluh tahun lamanya, tampak terlihat sampah yang mengambang berupa keranjang plastik, botol oli, sandal berada di permukaan laut. Selain itu, ditemukan sampah plastik di perairan Perancis di dasar laut pada 375 meter atau 1200 kaki dari permukaan terlihat sampah-sampah di dasar laut banyak di jumpai berupa botol, ban, plastik dan logam.

Pada alat penyaring sampah, dijumpai pula fenomena microplastic yang berukuran kecil sehingga sering dianggap sebagai makanan oleh hewan laut pada perairan utara pasific masih yang terlihat bersih. Beralih di perairan Hongkong, ditemukan enam kontainer berisi barang berupa bahan polimer termoplastik produksi Cina yang jatuh hingga menyebabkan pencemaran laut, dan parahnya lagi mengakibatkan ekosistem laut terganggu. Seperti halnya hasil tangkapan ikan nelayan yang sudah tercemar

Dampak yang ditimbulkan dari fenomena sampah plastik yang paling penting adalah rusaknya biota hidup mahluk laut yang seharusnya masih murni. Sistem rantai makanan mereka telah tergantikan oleh hadirnya microplastic yang begitu membahayakan karena menjadi racun yang bisa berujung pada titik kematian. Selain itu, jangan lupakan minyak ataupun oli yang turut andil dalam rusaknya kejernihan air laut, sehingga menyebabkan sistem pernapasan mahluk hidup laut menjadi terganggu. Terlepas dari itu semua, sejatinya manusia selaku penghasil sampah plastik ini juga terkena imbasnya. Hal tersebut dikarenakan, hasil tangkapan ikan oleh nelayan sudah tidak lagi dapat dipastikan jaminan kualitasnya, karena pencemaran sampah plastik yang keberadaannya sudah menyebar luas di samudera bumi ini.

Terkait hal tersebut, maka sangatlah diperlukan sebuah sistem pemulihan dari permasalahan yang sedang dihadapi. Pada film A Plastic Ocean ditunjukkanlah beberapa upaya-upaya pengelolaan lingkungan akibat dari sampah plastik. Seperti halnya, di Filipina yang melakukan Bioremidasi dan Fitoremidasi sebagai langkah membersihkan lingkungan perairan seperti sungai dari polutan. Di Jerman, pengolahan botol-botol plastik tidak dibuang di tempat sampah, tetapi disetorkan pada sebuah mesin pengecek barcode botol sehingga kembali ke perusahaan pembuat botol minuman tersebut untuk di daur ulang dan di olah. Di Negara Irlandia terdapat sebuah mesin pengolah sampah plastik ber-skala besar yang merubah sampah menjadi bahan bakar kendaraan sebagai upaya mengurangi pencemaran sampah plastik di lingkungan. Di Bristol Inggris, boto-botol plastik dirangkai menjadi sebuah pernak-pernik cantik yang bernilai seni sebagai pemanis di depan gedung.

Lantas, untuk di Indonesia sendiri meskipun telah menyumbang sampah plastik terbanyak nomor dua di Asia Tenggara juga turut melakukan upaya pengurangan sampah plastik dengan menggandeng sejumlah pihak dari kalangan pebisnis, kelompok masyarakat sipil, dan pemangku kepentingan lokal yang dibentuk melalui kemitraan aksi plastik global atau Global Action Plastic Partnership (GPAP). Kemitraan ini dibentuk untuk menanggulangi pencemaran plastik yang ada di lautan, dan juga daratan yang menjadi sumber utama produksi sampah plastik.

Dengan ini, maka disimpulkan bumi dan mahluk di dalamnya tidak akan pernah terlepas dari hukum alam. Manusia dan lingkungan alam adalah suatu kesatuan yang tidak akan bisa terpisahkan. Pada akhirnya yang menjaga akan dijaga, dan yang merusak akan dirusak. Manusia yang menjaga lingkungan, maka lingkungan akan menjaga manusia, sebaliknya manusia yang merusak lingkungan, maka lingkungan juga akan merusak manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun