[caption id="attachment_170596" align="aligncenter" width="604" caption="Letusan Merapi Tahun 1994 (dok. Gapadri STTNas Yogyakarta)"][/caption]
Gunung Merapi memang terus menjadi daya tarik yang tidak ada habisnya. Selalu membuat gula untuk mengundang semut-semut mencari penghidupan. Tak bisa dihindari orang-orang berdatangan untuk tinggal, meski semua paham ada bahaya yang sangat besar dibalik pesonanya. Hunian di kaki gunung yang semula hanya bisa dihitung dengan jari menjadi tidak terhitung lagi. Budaya pun berkembang di dalam kehidupan masyarakat di sekitarnya. Menjadikan Gunung Merapi tidak bisa dipisahkan dalam perkembangan kehidupan sosial budaya masyarakat. Tanah yang subur cukup menjadi modal untuk mengais rejeki di atasnya.
Pada jaman kuno pra Kesultanan Yogyakarta juga terlihat orang-orang sudah mempunyai ketertarikan yang serupa dengan orang masa kini. Ini dibuktikan dengan banyak ditemukan situs-situs sejarah yang berupa candi. Peninggalan ini sebagian masih dapat kita jumpai. Situs candi yang ditemukan sekarang memang letaknya berada jauh dari Gunung Merapi. Hal disebabkan karena memang gunung merapi yang sangat aktif selalu rajin merombak bentuk tubuhnya dan sekelilingnya. Sehingga situs-situs yang berada di kaki Gunung menjadi hancur atau setidaknya terkubur dengan lokasi yang sangat dalam oleh material gunung.
[caption id="attachment_170597" align="aligncenter" width="604" caption="Letusan Merapi 1994 (Dok. Gapadri Mapala STTNas Yogyakarta)"]
[caption id="attachment_170598" align="aligncenter" width="604" caption="Pendidikan dan Latihan pecinta Alam (Dok. Gapadri Mapala STTNas Yogyakarta 1991)"]
Dalam masa modern seperti sekarang ini memang ada pergeseran nilai dari Gunung Merapi. Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pelajar dan kota wisata, sekarang yang banyak mempengaruhi. Nilai Gunung Merapi sekarang berkembang menjadi wisata alam dan wisata edukasi sesuai dengan predikat Yogyakarta. Peran dari Abdi Dalem bergeser hanya sebagai penjaga budaya masyarakat sekitar. Apalagi sejak Merapi meletus pada 2010 kemarin. Peran penjaga Merapi menjadi tidak diperhitungkan lagi.
Lalu siapa sekarang yang menjadi penjaga Gunung Merapi.? Tentu sekarang peran ini lebih besar bertumpu pada insan intelektual. Insan-insan ini yang sering menikmati Gunung Merapi. Karena adanya kesamaan minat antara insan yang satu dengan yang lainnya, maka kemudian membentuk kelompok/ organisasi. Organisasi ini yang kemudian kita kenal dengan “Pecinta Alam”.Perkembangan Pecinta Alam tidak lepas dari peran Soe Hok Gie dkk, yang mendirikan Mahasiswa Pecinta Alam UI/ Mapala UI. Mapala UI yang pertama memakai istilah pecinta alam untuk organisasi penikmat alam bebas yang didirikannya. Setelahnya semua menjadi latah memakai istilah ini.
Jumlah di Yogyakarta tentu berlimpah karena banyaknya almamater yang berdiri.. Kelompok inilah yang kemudian banyak memakai Merapi sebagai media untuk sekedar melepas kepenatan atau media belajar. Karena disamping sebagai gunung yang paling dekat letaknya dengan Yogyakarta juga karena type gunung yang mempunyai keunikan. Keunikan ini yang mengukuhkan Merapi sebagai type tersendiri di luar type gunung yang ada di dunia. Sekarang para pecinta alam inilah yang menjaga gunung Merapi melengkapi peran Abdi dalem Kraton. [caption id="attachment_170600" align="aligncenter" width="588" caption="Berinteraksi dengan alam (Dok. Gapadri Mapala STTNas Yogyakarta 1993)"]
Ada beberapa hal yang menguatkan mereka memiliki peran ini.
- Bahwa mereka adalah insan intelektual yang mempunyai pemikiran-pemikiran nalar yang berdasar. Sehingga analisa terhadap resiko bencana letusan gunung menjadi mudah diterima oleh masyarakat.
- Karena seringnya para pecinta alam ini berkunjung ke Merapi, maka Merapi bukanlah tempat yang asing lagi. Interaksi-interaksi tidak hanya terjadi pada kehidupan sosial masyarakat tetapi juga di kehidupan sosial budaya masyarakat. Sehingga rasa simpati dan empati kepada masyarakat tumbuh dalam jiwa-jiwa mereka.
- Proses regenerasi mereka berjalan dengan sangat baik. Dalam setiap tahun rata-rata organisasi pecinta alam selalu melakukan perekrutan anggota. Bukan sekedar mengambil orang tetapi harus melalui pendidikan dan latihan. Pendidikan dan latihan ini yang menjadikan mereka menjadi handal di lapangan sebagai relawan bencana atau lingkungan hidup.