Saya lagi malas menulis. Entah mengapa, pikiran dan hati ini sepertinya kurang bergairah pagi ini. Mungkin lelah, dan butuh istirahat sejenak dari kesibukan yang cukup padat sebulan ini. "Ah itu alasan ", batin saya berbicara. "Malu sama sahabat penulis, yang sedang sakit saja dia masih rajin menulis", lanjut batin saya berargumen.
Akhirnya kuputuskan untuk terus menulis, karena meski badan dan pikiran beradu argumentasi, tetap kita yang harus mengendalikan dan memutuskan, mana yang harus diputuskan.
Dan jari terus menghentak di screen papan qwerty gawaiku menggunakan aplikasi evernote, sehingga tanpa terasa puluhan bahkan ratusan kata telah mengalir deras tak terbendung, bagaikan derasnya aliran air sungai Ciliwung di kala musim hujan. Perlahan-lahan kata demi kata pun terangkai dan membentuk kalimat pada tulisan yang Anda baca ini.
Memang benar, menulis bagaikan orkestrasi yang memadukan pikiran dan perasaan, memadukan belahan otak kanan dan kiri sehingga menghasilkan simponi kalimat nan indah.
Tidak heran, menulis dapat dijadikan terapi bagi jiwa yang kering seperti yang dilakukan BJ. Habibie ketika ditinggalkan oleh ibu Ainun Habibie yang meninggal karena sakit.
Ketika itu, konon beliau mengalami depresi pasca kematian istri yang sangat dicintainya. Maklumlah bahwa setelah puluhan tahun hidup bersama dengan penuh suka duka, maka kehilangan belahan jiwa bagaikan dunia akan runtuh dan dapat mengakibatkan depresi.
Kemudian Dokter menyarankan Pak Habibie untuk melakukan treatment menulis agar depresinya hilang. Kemudian lahirlah buku Habibie dan Ainun yang laris manis hingga akhirnya diangkat kisahnya ke layar perak yang menyedot jutaan penonton di seluruh tanah air.
Dahsyatnya kekuatan menulis sehingga mampu mengubah kesedihan menjadi kegembiraan, mengubah lelah menjadi semangat, bahkan mengubah dunia. Paham-paham yang mengubah dunia berasal dari gagasan gagasan yang dituliskan pada sebuah buku.
Menulis menggugah segala rasa di alam bawah sadar kita, hingga rasa itu dibawa ke alam sadar. Intinya menulis dapat sebagai obat bagi jiwa jiwa yang gersang dan dahaga.
Tanpa terasa rasa malas menulisku lenyap tak berbekas. Tumbuhlah semangat membara hingga lahirlah tulisan ini.
Selamat menulis
Bogor, 24 Maret 2016
Catur Nurrochman Oktavian