Mohon tunggu...
Rezky Aulia
Rezky Aulia Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Gizi semester awal yang memiliki ketertarikan besar dalam bidang kesehatan dan nutrisi. Hobi saya membaca novel serta jurnal ilmiah, yang membantu memperluas wawasan sekaligus melatih pola pikir kritis. Ke depan, saya berencana mengembangkan diri menjadi seorang ahli gizi yang dapat memberikan kontribusi nyata bagi peningkatan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Peran Asupan Vitamin A terhadap Janin dan ASI Ibu Hamil

25 September 2025   21:16 Diperbarui: 25 September 2025   21:49 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masa kehamilan merupakan periode biologis yang krusial, di mana kondisi gizi ibu memiliki dampak langsung terhadap kesehatan ibu, pertumbuhan janin, serta kualitas ASI yang dihasilkan setelah melahirkan. Salah satu mikronutrien penting dalam fase ini adalah vitamin A, yang berperan multifungsi dalam diferensiasi sel, perkembangan organ, regulasi sistem imun, dan memelihara integritas epitel. Kekurangan vitamin A dapat meningkatkan risiko infeksi, anemia, hingga komplikasi kehamilan, sementara kelebihan konsumsi justru berisiko menimbulkan efek teratogenik pada janin. Menurut data WHO tahun 2011, sekitar 19 juta wanita hamil di dunia mengalami defisiensi vitamin A, dengan prevalensi tertinggi di Asia Selatan dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Kondisi ini menunjukkan bahwa masalah vitamin A bukan sekadar isu nutrisi individu, tetapi tantangan kesehatan masyarakat global yang membutuhkan perhatian yang serius. 

Kebutuhan vitamin A selama kehamilan meningkat karena janin mengandalkan cadangan maternal untuk organogenesis, sedangkan ibu perlu memelihara fungsi sistem imun dan integritas jaringan. Ishaq et al. (2024) merekomendasikan asupan harian 770 g retinol activity equivalents (RAE) dengan batas aman hingga 3.000 g RAE untuk mencegah risiko toksisitas dan gangguan perkembangan janin yang diakibatkan kelebihan retinol. Penyesuaian dosis ini harus mempertimbangkan sumber vitamin A dari makanan sehari-hari dan suplemen, serta potensi interaksi dengan nutrisi lain seperti zat besi.

Gannon et al. (2020) menegaskan bahwa rencana intervensi vitamin A selama kehamilan harus disesuaikan dengan status gizi awal ibu, prevalensi defisiensi di komunitas, pola makan lokal, serta risiko kelebihan konsumsi retinol dari suplemen dosis tinggi atau konsumsi hati hewan berlebih. Hal ini menekankan pentingnya pendekatan gizi terintegrasi yang tidak semata-mata berbasis suplementasi, tetapi juga mencakup upaya peningkatan akses dan konsumsi pangan kaya provitamin A.

Defisiensi vitamin A selama kehamilan berkaitan erat dengan peningkatan kejadian rabun senja (night blindness) dan anemia maternal. Meta-analisis Imdad et al. (2022) yang melibatkan 47 uji klinis acak dengan total 1.223.856 wanita hamil menunjukkan bahwa suplementasi vitamin A secara signifikan menurunkan kejadian rabun senja dan anemia maternal, serta menurunkan angka kematian bayi akibat diare sebesar 12%, walaupun tidak memengaruhi mortalitas akibat infeksi pernapasan atau campak. Hasil ini menegaskan manfaat suplementasi vitamin A, namun juga menggarisbawahi bahwa efektivitas intervensi sangat bergantung pada konteks epidemiologi lokal dan kualitas sistem kesehatan. Di Mesir, studi menunjukkan prevalensi anemia 95,7% pada ibu defisien vitamin A, dibandingkan 35,9% pada ibu dengan status adekuat, mengonfirmasi peran vitamin A dalam mendukung metabolisme besi dan pembentukan sel darah merah.

Secara molekuler, peran vitamin A juga sangat krusial. Metabolit aktifnya, yaitu retinoat, berfungsi sebagai ligan bagi reseptor nuklir yang mengatur ekspresi lebih dari 500 gen selama organogenesis. Mekanisme ini mengendalikan proliferasi, diferensiasi, dan migrasi sel, terutama dalam pembentukan jaringan saraf, jantung, mata, dan organ vital lainnya. Kekurangan vitamin A pada trimester pertama meningkatkan risiko intrauterine growth restriction (IUGR) sekaligus menurunkan cadangan vitamin A pada bayi baru lahir, yang secara alami sudah terbatas. Dalam hal ini, kolostrum dan ASI memegang peranan penting sebagai sumber vitamin A pascanatal. Zhang et al. (2022) melaporkan bahwa kadar vitamin A pada kolostrum rata-rata 920,7 g/L, lalu menurun menjadi 402,4 g/L pada ASI matur awal. Di Indonesia, konsentrasi retinol dalam ASI terbukti lebih tinggi dibandingkan rata-rata Asia/Pasifik, dan berkorelasi positif dengan asupan harian ibu. Hal ini semakin menegaskan bahwa kecukupan asupan vitamin A pada ibu sangat menentukan status gizi bayi.


Kondisi di Indonesia menunjukkan tantangan yang cukup serius. Berdasarkan Riskesdas 2018 prevalensi anemia pada ibu hamil mencapai 48,9%. Angka ini berkaitan dengan interaksi sinergis vitamin A dan zat besi dalam pembentukan hemoglobin. Sebagai langkah intervensi, pemerintah menetapkan kebijakan fortifikasi minyak goreng sawit dengan vitamin A minimal 45 IU/g sesuai SNI 7709:2019. Kebijakan ini memang menjanjikan, tetapi implementasinya masih menghadapi kendala, mulai dari ketersediaan bahan fortifikan, kepatuhan produsen, hingga pengawasan mutu produk. Karena itu, evaluasi berkala mutlak diperlukan untuk memastikan stabilitas kadar vitamin A dalam produk akhir dan dampaknya terhadap status gizi masyarakat.

Upaya suplementasi vitamin A pada bayi baru lahir atau neonatal vitamin A supplementation (NVAS) juga menunjukkan hasil yang beragam. Di beberapa negara Asia Selatan dan Afrika, NVAS dilaporkan mampu menurunkan mortalitas bayi hingga 64%. Namun, penelitian di Nepal, Zimbabwe, dan Guinea-Bissau tidak menemukan efek yang signifikan. Variasi hasil ini menunjukkan bahwa efektivitas NVAS sangat dipengaruhi oleh kondisi lokal, ketersediaan layanan kesehatan ibu-anak, serta tingkat kepatuhan terhadap program. 

Oleh karena itu, strategi terpadu sangat diperlukan. Langkah-langkah yang dapat ditempuh antara lain: penyuluhan gizi berbasis komunitas dengan melibatkan kader kesehatan dan tokoh masyarakat, pembaruan kebijakan fortifikasi serta pengawasan ketat implementasinya, program suplementasi vitamin A yang diarahkan pada kelompok berisiko tinggi, serta integrasi intervensi vitamin A dalam pelayanan antenatal, posyandu, dan program gizi masyarakat. Kolaborasi lintas sektor antara Kementerian Kesehatan, pertanian, perdagangan, dan lembaga swadaya masyarakat akan memperkuat sinergi dan efektivitas program.

Pada akhirnya, pemenuhan kebutuhan vitamin A bagi ibu hamil dan menyusui merupakan bentuk investasi jangka panjang bagi pembangunan kesehatan masyarakat. Intervensi yang berbasis bukti, terintegrasi, dan disesuaikan dengan konteks lokal bukan hanya mampu mencegah defisiensi pada ibu dan bayi, tetapi juga meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dengan fondasi gizi yang optimal sejak masa kehamilan hingga laktasi, generasi mendatang memiliki peluang besar untuk tumbuh sehat, cerdas, dan produktif.
 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun