Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Mampukah PDIP Merebut Kembali Suara Rakyat Aceh?

4 Agustus 2019   12:26 Diperbarui: 4 Agustus 2019   12:28 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Muslahuddin Daud (tengah) bersama kader PDIP Aceh di Anjong Mon Mata, Banda aceh. Foto: Luthfie Manfaluthsie/Facebook. (acehTrend)

Bukan dunia politik namanya jika tidak diwarnai dengan berbagai kejutan. Kejutan terbaru dari jagad politik Aceh muncul dari Konferensi Daerah (Konferda) Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia (PDIP) yang baru saja usai dilaksanakan di Anjong Mon Mata Banda Aceh pada Sabtu, 3/8/2019 kemarin.

Yang menjadi kejutan adalah terpilihnya saudara Muslahuddin Daud (MD) sebagai nakhoda baru partai berlambang kepala Banteng dengan moncong putih. Padahal nama Muslahuddin Daud tidak begitu terdengar dalam suksesi Ketua DPD I PDIP Aceh. Justru nama yang paling santer disebut oleh media adalah Sofyan Daod, mantan kombatan GAM.

Sebagaimana di rilis oleh media online AcehTrend Ketua Umum PDIP Hj. Megawati Sukarnoputri, telah menjatuhkan pilihannya kepada Muslahuddin Daud (MD) sebagai orang nomor satu di tubuh DPD I PDIP Provinsi Aceh, seorang aktivis dan cendekiawan Aceh yang memiliki segudang pengalaman di bidang kemanusiaan dan dunia pertanian.

Terpilihnya MD sebagai Ketua DPD I tentu saja telah mensejajarkan dirinya dengan para politisi lain yang juga menduduki posisi yang sama pada partai-partai nasional di Aceh. Misalnya Zaini Djalil Ketua DPD I Partai Nasdem, TM. Nurlif Ketua DPD I Golkar dan lainnya.

Artinya secara posisi, MD sudah bisa dikatakan selevel dengan mereka. Namun bagaimana bila dilihat dari sisi kapasitas politik? Bagaimanapun jabatan yang dipegang oleh MD merupakan ranahnya para politisi. Sehingga kapasitas politik sang ketua akan mampu mendongkrak, memajukan, dan meningkatkan daya tawar politik dihadapan publik atau rakyat Aceh.

Apalagi posisi PDIP di Aceh sangat lemah dalam perolehan suara dan dukungan rakyat. Bahkan pada pemilihan umum legislatif 2019 partai dengan ciri khas warna merah itu tidak satupun mendapatkan kursi baik di Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota (DPRK) maupun di tingkat DPR Provinsi. Termasuk MD yang dicalonkan sebagai wakil Aceh di DPR RI gagal meraih kursi.

Kegagalan partai penguasa dan pengusung Presiden Jokowi tersebut dalam meraih suara di Aceh sudah berlangsung sejak lama. Partai besutan keluarga Bung Karno ini tidak pernah sekalipun mampu mengumpulkan suara terbanyak sebagaimana halnya PPP, Golkar, dan Demokrat. Bahkan PDIP hanya menjadi partai pelengkap dalam setiap pemilu di Aceh.

Harus diakui bahwa rakyat Aceh memang tidak tertarik untuk memberikan suaranya pada partai Megawati Soekarnoputri. Bukan karena partai itu tidak berupaya, tapi tingkat kepercayaan rakyat Aceh terhadap PDIP tdiak sebesar kepercayaan mereka terhadapa PPP, Golkar, dan Demokrat. Kondisi itu pasti ada penyebabnya.

Tidak menariknya PDIP bagi alat perjuangan rakyat Aceh baik untuk kepentingan daerah dan atau kepentingan nasional diduga karena adanya ketidaksamaan visi. PDIP memiliki visi "keadaan pada masa depan yang diidamkan oleh Partai, dan oleh karena itu menjadi arah bagi perjuangan Partai." Bagi sebagian rakyat Aceh melihat visi partai ini tidak jelas arahnya.

Walaupun misalnya visi tersebut telah dijabarkan dalam uraian panjang Anggaran Dasar Partai. Namun tetap saja rasa kuatir dan kurang sejalan dengan keinginan dan harapan hidup rakyat Aceh sangat dominan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun