KAJIAN SUBUH | Allah Swt telah menurunkan Al-Quran kitab suci yang tidak ada keraguan didalamnya sebagai petunjuk bagi bagi orang-orang yang bertaqwa. Makna itu merupakan terjemahan ayat ke-2 dalam surat Al-baqarah.
Yang dimaksud kitab dalam ayat tersebut adalah Al-Quran bukan kitab-kitab suci yang lain yaitu Taurat, Injil dan Zabur. Kitab suci Al-Quran yang diturunkan pada 17 ramadhan diwahyukan kepada Muhammad Rasulullah Saw dari sisi Allah Swt melalui Malaikat Jibril yang tidak ada keraguan sedikitpun didalamnya.
Al-Quran sebagai petunjuk (hudan) bagi orang-orang bertaqwa telah menjadi zat yang menyatu dalam sifatnya Al-Quran. Orang-orang itu adalah mereka yang berbuat taat kepada Allah, orang-orang beriman yang takut kepada siksaan Allah, dan mereka menjauhkan segala perbuatan maksiat dan kemusyrikan terhadapa Allah Swt.
Sehingga orang-orang beriman yang mengimani Al-Quran dan upaya menjadikannya sebagai petunjuk untuk mencapai derajat taqwa, maka termasuklah salah satunya menjalankan perintah puasa.
Sepanjang ramadhan dalam banyak kesempatan dan hampir semua ceramah ataupun tausiyah yang disampaikan bermuatan ketaqwaan yang dikaitkan dengan puasa. Seakan-akan predikat itu sangat mudah diperoleh hanya karena berpuasa.
Benarkah dengan berpuasa lalu serta merta kita menjadi orang bertaqwa?
Untuk mencapai taqwa bukanlah hal yang gampang, proses menuju taqwa dengan memiliki sifat-sifat ketaqwaan itu sendiri melalui berpuasa butuh komitmen melakukan serangkaian ibadah yang lain juga, tidak cukup hanya berpuasa saja.
Sebagaimana dipahami oleh sebagian besar umat Islam (masyarakat umum), puasa itu adalah perbuatan menahan dari makan, minum, dan syahwat (bersenggama) dengan niat yang ikhlas karena Allah. Puasa seperti ini seperti dimaksudkan dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 183,... "diwajibkan atas kamu berpuasa.... 'semoga menjadi orang yang bertaqwa".
Pada ayat tersebut dijelaskan tentang perintah wajib berpuasa bagi orang beriman karena didalam berpuasa terkandung hikmah membersihkan jiwa, menyucikannya serta membebaskannya dari endapan-endapan yang buruk dan akhlak yang rendah. Dengan harapan, semoga, boleh jadi, karena dengan berpuasa kamu termasuk golongan orang-orang bertaqwa.
Tetapi ada redaksi lain yang bermakna puasa itu bukan hanya menahan diri dari makan, minum, dan jimak. Puasa tersebut sebagaimana dilakukan oleh Maryam ibunda Isa as. Ketika Alquran menjelaskan puasa Maryam. "Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Maha Pemurah, maka aku takkan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini (QS, Maryam:26)
Yang dimaksud dengan puasa pada redaksi (shauman) pada ayat tersebut adalah diam atau puasa tidak bicara. Berarti puasa bukan hanya tidak makan, minum, jimak tapi juga puasa dari bicara. Bicara hal-hal yang tidak bermanfaat dalam agama apalagi bicara yang dapat membatalkan puasa.