Mohon tunggu...
Cak Mienz
Cak Mienz Mohon Tunggu... Lainnya - Sang pengembara

Mahasiswa UIN WALISONGO SEMARANG Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Mathali'ul Falah Kajen

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Kualitas Garam Lokal Rendah, Impor Mendominasi, Rakyat Tereleminasi.

26 Januari 2021   13:30 Diperbarui: 26 Januari 2021   13:31 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

" Garam adalah hak semua rakyat Indonesia, maka dari itu, masalah terkait garam harus segera diatasi. "

Permasalahan umum yang dihadapi oleh petani garam yaitu rendahnya kualitas garam rakyat. Sehingga pemerintah berupaya mendorong peningkatan kualitas garam Nasional dengan membangun lumbung garam nasional yang lebih menekankan pada peningkatan kuantitas dan kualitas produksi garam rakyat.

Namun, krisis garam seharusnya menjadi pertanyaan bersama bahkan menjadi tanggungjawab bersama, bukan malah menitikberatkan pada petani garam sendiri. Memang benar pemerintah telah berupaya meningkatkan kualitas garam lokal guna memenuhi standar garam Nasional serta menyokong komoditas produksi garam. Akan tetapi, tidak seharusnya mereka mengimpor garam terus-terusan dengan alasan bahwa produksi garam lokal masih rendah dan belum memenuhi stock garam Nasional.

Impor lagi, impor lagi, dan impor lagi. Begitulah kerjaan negara kita. Presiden Jokowi mengizinkan dibukanya impor garam untuk kebutuhan industri. Ia mengungkapkan alasan impor garam karena komoditas produksi garam lokal masih rendah dan belum mampu memenuhi stok garam nasional. Total kebutuhan garam nasional mencapai kurang lebih 4 juta ton per tahun. Sementara, petani garam hanya mampu memproduksi 2 juta ton saja.

Kebijakan mengimpor garam sepertinya sudah menjadi agenda tahunan pemerintah. Kekurangan pasokan menjadi salah satu alasan untuk melakukan impor. Perlu diketahui, gempuran produk impor juga mengakibatkan harga garam lokal anjlok. Contoh saja di daerah Pati, harga komoditas hanya dihargai kurang lebih Rp.600 perkilogram. Harga tersebut sudah termasuk biaya produksi hingga ongkos logistik. Sedangkan harga garam impor perkilogram nya dihargai Rp.700. Tapi begitu masuk ke Indonesia harganya mencapai Rp.1.000 per kilogram karena ada biaya-biaya tambahan. Begitu dijual kembali oleh Importir harganya bisa mencapai Rp.6.000/kg. Sedangkan harga garam lokak tetap anjlok karena tak laku.

Melihat kondisi tersebut, yang paling terpukul karena jatuhnya harga garam ialah petani-petani kecil yang hanya memiliki lahan kecil. Betapa tidak, pasokan garam sisa panen tahun kemarin pun masih banyak dan menumpuk tak tahu kapan bisa menjual semua sampai harganya sudah membaik. 

Ketika keran impor dibuka, petani garam lah yang selalu menjadi tumbal dari kejamnya sistem perekonomian yang diterapkan. Biasanya keran impor dibuka hampir bertepatan dengan musim panen, sehingga garam lokal dihargai murah.

Rendahnya produksi garam lokak hanyalah efek dari kurangnya pemerintah mengurusi dalam hal produksi garam nasional. Mengenai mutu garam,hal itu tergantung sejauh mana upaya pemerintah memfasilitasi dan membekali para petani dan industri garam dengan teknologi yang mutakhir. Hingga saat ini, pemerintah belum berperan penuh untuk meningkatkan produksi dan kualitas garam nasional. Penyediaan fasilitas produksi itu penting bagi para petani. Kalau memang hanya geram terhadap impor, tapi petani memproduksi dengan tangan kosong, ya percuma saja.

Menyerahkan semuanya pada petani bukanlah solusi yang tepat dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri. 

Disinilah peran negara seharusnya. Pembenahan kebijakan mulai dari hulu ke hilir hanya akan menjadi wacana bila negara tidak memainkan peran sentralnya. Pemerintah juga harus terlibat dalam hal mewujudkan cita-cita swasembada garam. Tidak hanya itu, pemerintah juga harus mengontrol proses distribusi agar harga dapat dijangkau oleh masyarakat dan indutsri yang butuh garam. Sehingga dapat membangun kemitraan yang saling menguntungkan satu sama lain dan lebih beradab.

(Fajar Ainul Yaqin, Mahasiswa Prodi Tafsir Hadits UIN WALISONGO SEMARANG)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun