Mohon tunggu...
LPBINU KOTA PASURUAN
LPBINU KOTA PASURUAN Mohon Tunggu... Relawan - Bisshoffil Wahid

Salam, senyum dan santun di medan kebencanaan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menakar Mental Relawan Kebencanaan

30 Oktober 2021   14:18 Diperbarui: 3 November 2021   00:38 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
LPBINU KOTA PASURUAN 

Saat terjadi bencana, baik alam dan non alam, kata "Relawan" hampir pasti terdengar. Tidak bisa dipungkiri, jika fungsi dan peran relawan dalam menanggulangi bencana adalah vital adanya. Bahkan mungkin ada yang berpikir, bahwa mereka yang di katakan sebagai relawan  kebencanaan adalah orang-orang nekad dengan berbagai resiko di lapangan. Secara logika dan dari sisi keamanan, jika terjadi bencana di sebuah tempat, maka kebanyakan orang akan menjauh. Namun nampaknya hal itu kurang berlaku bagi relawan, karena mereka justru datang berbondong-bondong ke daerah bencana dengan segala resiko yang ada.


Lantas apakah seorang relawan  datang ke daerah bencana dengan bekal kosong? Dari pertanyaan ini bisa dikatakan sebagai jawaban, bahwa seorang relawan datang ke daerah bencana tidaklah dengan modal kosong. Ada tahap-tahap dan pengetahuan tertentu yang harus dimiliki seorang relawan sebelum terjun ke medan bencana. Jika seorang relawan datang ke sebuah bencana dengan modal kosong dan asal, maka hal itu akan membahayakan diri relawan tersebut, juga memberi beban di daerah yang didatangi. Lalu modal awal apa yang layaknya dimiliki relawan kebencanaan sebelum bertugas di ladang kemanusiaan? Dari pertanyaan ini jelas dan pasti jika jawabannya adalah "mental".

Relawan yang bermental baik tentu akan berfungsi pada tempatnya. Sehebat-hebatnya seorang relawan jika mentalnya lembek, maka kehebatan itu tidak akan maksimal untuk digunakan. Relawan kebencanaan itu ibarat rambo belantara, bukan rambo kota. Mereka, relawan kebencanaan, dituntut untuk bisa beradaptasi dengan baik dan cepat. Dan untuk bisa beradaptasi dengan baik dan cepat, mental kerelawanan akan berbicara paling awal. Di medan kebencanaan, seorang relawan akan menemui suasana baru, wilayah baru, orang-orang baru dengan berbagai macam karakteristik, budaya baru, masalah-masalah baru, dan masih banyak lagi hal baru yang akan ditemui. Kebencanaan, terutama bencana dari unsur alam, bukanlah hal sistematis yang bisa diprediksi. Banyak hal tidak terduga yang bisa terjadi di medan kebencanaaan. Dari semua dinamika yang bisa terjadi di medan bencana, seorang relawan dituntut memiliki mental yang baik. Relawan harus bisa mengontrol emosi, stamina dan pikiran serta hati. Jika kontrol pada diri sendiri tidak mampu dilakukan, maka seorang relawan di medan kebencanaan bisa menjadi robot pesakitan.


Kemampuan dan skill relawan adalah hal penting untuk bisa digunakan, namun jangan diabaikan, bahwa mental dan ketenangan relawan adalah pondasi awal untuk menjadi pijakan. Ketenangan yang dimaksud di sini bukanlah tenang, diam sambil minum kopi. Namun ketenangan yang dimaksud adalah tenang dan tanggap dalam membaca dan menentukan langkah-langkah apa yang mesti dilakukan. Di kebencanaan bukanlah main catur yang bisa berpikir lama sambil menunggu lawan ngantuk dan melakukan kesalahan. Sepersekian detik dalam kebencanaan adalah moment-moment krusial dalam menentukan tindakan dan tanggapan.

~LPBINU Kota Pasuruan, 30 Oktober 2021~

https://youtu.be/vRCAQDPvBX4

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun