Wacana penghapusan BBM jenis Premium kembali hangat dibicarakan publik. Pro dan kontra pun bersaut-sautan di media sosial.
Isu penghapusan premium ini sejatinya sudah lama direncanakan pemerintah. Namun meski telah berganti tiga menteri kenyataannya selalu berakhir pada wacana.
Namun baru-baru ini, seorang pejabat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kembali menggelontorkan rencana tersebut. Ia menyebutkan penghapusan Premium akan mulai dilakukan pada 1 Januari 2021 di wilayah Jawa, Madura, dan Bali (Jamali).
Terlepas dari suara sumbang dari sebagian kalangan, menurut hemat saya, penghapusan Premium ini merupakan rencana yang baik dan akan berdampak positif pada banyak aspek, mulai dari lingkungan, keuangan negara, hingga daya beli masyarakat. Â
Pertama, harus diakui bahwasanya Premium adalah jenis BBM yang beroktan rendah. Nilai RON-nya "hanya" 88. Angka ini terendah diantara jenis BBM lainnya.
Dengan oktan segitu, maka tingkat emisi yang dihasilkan pun sangat tinggi karena pembakaran di mesin kendaraan tidak pernah sempurna. Inilah yang menyebabkan Premium disebut sebagai bahan bakar yang tidak ramah lingkungan.
Mayoritas negara di dunia pun sudah tidak lagi menggunakan bahan bakar jenis ini. Hanya sekitar 7 negara saja yang masih menggunakan Premium, salah satunya adalah kita.
Penghapusan Premium ini sangat positif untuk menekan tingkat polusi udara. Berikutnya akan memperbaiki kualitas udara di beberapa daerah yang sudah dikategorikan tidak sehat. Oleh karena itu, dari sisi lingkungan, kebijakan ini sangat tepat.
Yang paling penting, penghapusan ini akan mendorong masyarakat untuk segera beralih ke BBM yang lebih berkualitas.
Selama ini penyumbang polusi udara paling besar adalah asap dari kendaraan bermotor. Jika semakin berkualitas bahan bakar yang digunakan masyarakat, maka akan semakin rendah emisi yang dihasilkan.