Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Berburu Kayu Bekas Bongkaran Rumah Kuno

7 Januari 2017   19:08 Diperbarui: 4 April 2017   18:10 28921
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekilas rumah besar yang berisi kayu berbagai bentuk milik Pak Jemikun tersebut tak ubahnya seperti gudang. Gudang yang hanya menyimpan barang-barang yang sudah tidak dipakai, tidak berharga, atau mungkin pemiliknya sudah bosan sehingga ditumpuk begitu saja memenuhi gudang. Bahkan sebagian dibiarkan saja di pingir jalan disandarkan pada tembok di atas selokan yang diberi penghalang. Kayu kusam kehitaman sebagian berlubang atau keropos dimakan jaman.

Kayu-kayu bekas bongkaran rumah kuno yang hampir semuanya bermodel joglo dengan tiang penyangga yang besar-besar. Model boma (gebyok) dengan berbagai jenis ukiran dan motif. Berbagai jenis daun pintu dengan berbagai ukuran dan model. Berbagai mebel kuno berupa meja, kursi, almari, dan tempat tidur kuno. Berbagai pernak-pernik hiasan dinding atau alat kerja rumah tangga yang berbahan dasar kayu jati. Semuanya untuk apa?

Kesan di atas adalah kali pertama saya ketika sore tadi diajak Nidhom Fauzi ke gudang milik Pak Jemikun Desa Lembah Babadan Ponorogo.

kayu jati tua yang sudah berusia ratusan tahun, sangat layak pakai
kayu jati tua yang sudah berusia ratusan tahun, sangat layak pakai
satu set rumah joglo, pesanan orang Solo
satu set rumah joglo, pesanan orang Solo
kayu jati langka yang sulit ditemukan di toko kayu
kayu jati langka yang sulit ditemukan di toko kayu
“Ngersakne nopo mas?” tanya Mas Iwan, anak Pak Jemikun yang saban hari mengurusi gudang tersebut. Saya belum ‘ngeh’, masih bingung karena sedari awal saya hanya ikut begitu saja. Dhaniel dan Shandy langsung masuk menuju tumpukan daun pintu, sedangkan Nidhom menuju tumpukan blabak (papan-papan) berukir. Saya hanya mengikuti mereka sambil melihat-lihat. Sambil jalan, Mas Iwan menjelaskan tumpukan kayu berupa tiang besar yang ada di hadapan saya barusan dibeli orang Solo seharga 150 juta. Harga segitu termasuk murah katanya, dua hari yang lalu sekelas kayu ini dikirim ke Jakarta dengan harga 200 juta. Gila, saya mulai tertarik dengan apa yang dikatakan Mas Iwan.

“Kualitas kayu bekas bongkaran rumah kuno jauh lebih bagus dan kuat dibanding kayu sekarang, Mas. Kayu ini sudah berusia 2 ratusan tahun.” jelasnya. Katanya rumah yang dibeli orang Solo ini sudah turun-temurun 5 generasi, bila satu genarasi berusia 80 tahunan tinggal mengalikan 5, berarti 200-400 tahun.

gebyog Ponoroagan, bercerita tentang Ponorogo
gebyog Ponoroagan, bercerita tentang Ponorogo
buto cakil yang sudah dikombinasi dengan bunga dan keranka reyog, bisa untuk menilai kapan gebyog ini dibuat
buto cakil yang sudah dikombinasi dengan bunga dan keranka reyog, bisa untuk menilai kapan gebyog ini dibuat
Ada cara sederhana untuk mengecek usia kayu atau rumah, dari motif ukiran dan/atau pola gebyoknya.

“Mas, ini gebyok jaman Islam belum masuk Ponorogo. Artinya ini jaman sebelum Raden Katong di Ponorogo. Ukirannya masih bermotif hewan buas dan buto cakil dalam pewayangan,” tunjuk Nidhom menjelaskan.

“Sedangkan ini model gebyok yang sudah ada pengaruh Islam, buto cakil dan hewan dikombinasi dengan bunga-bungaan, dan yang di sana itu sudah bermotif merak dan bunga berarti jaman pengaruh reyog sudah ada di masyarakat kala itu…,” jelas Nidhom.

Pak Jemikun tak perlu berkeliling mencari rumah bongkaran atau rumah kuno, karena saban hari ada orang yang datang menawarkan rumah. Rumah-rumah yang dijual di sini adalah rumah joglo atau rumah limasan. Yang berusia lebih seratus tahun. Sedangkan para pembeli lebih banyak dari luar kota, terutama Jawa Tengah dan Jakarta. Para pembeli dari Jawa Tengah dan Jakarta ini konon mengekspor ke berbagai negara di Eropa dengan keuntungan berlipat-lipat.

wow 30 ribu per lembar, murah
wow 30 ribu per lembar, murah
tinggal pilih motif tau polos, usianya sama sama tuanya
tinggal pilih motif tau polos, usianya sama sama tuanya
Lalu Nidhom menjelaskan kalau kayu bongkaran rumah ini bisa dipotong-potong bila dibuat rumah model baru, tapi sayang nilai seninya hilang. Keuntungan kayu bongkaran lebih tua, lebih kuat, dan ndak bakalan bisa menemukan kayu sebagus ini pada pohon kayu jaman sekarang. Menurutnya ini kayu langka. Kayu jati yang sudah sulit sekali ditemui di pasaran, kayu yang belum pernah dipakai. Sedangkan daun-daun pintu tersebut bisa lebih cantik dan unik dibanding pintu sekarang. Tinggal membersihkan dan poles tipis dan pelitur tipis tanpa merusak pola serat kayu.

Menurut Nidhom yang sehari-hari mempunyai bengkel pelitur, perkakas kayu yang mirip sampah ini bisa dibersihkan dan dibuat hiasan dinding atau keperluan lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun