Malam Jum'at tadi malam bertepatan Haul-nya Kyai Haji Suyadi Ali, guru saya. Hampir bersamaan dengan keberangkatan jamaah haji dari Kabupaten Ponorogo.
Sudah menjadi kebiasaan menjelang keberangkatan para sanak saudara berdatangan diundang untuk pamitan. Begitu pula kebiasaan sepulang dari haji akan sanak saudara dan rekan berdatangan kembali, hanya yang membedakan saat akan berangkat diundang dan saat kedatangan tamu tanpa undangan.
Pada saat kedatangan ini sering disebut "Sejarah Kaji". Tuan rumah akan banyak bercerita tentang perjalanan spiritualnya, sambil membagikan oleh-oleh khas haji. Pada saat pamitan para tamu hampir selalu minta didoakan agar bisa "ketularan" bisa menunaikan ibadah haji seperti yang tuan rumah barusan tunaikan.
Jadi teringat almarhum Kyai Suyadi Ali, kala itu. Saya minta didoakan juga agar bisa menunaikan ibadah haji seperti beliau.
"Tak dongakne, tapi awakmu kudu nabung lan daftar haji." Kata beliau sedikit keras waktu itu.
Menurut beliau akan didoakan namun kita harus menabung dan harus mendaftarkan haji.
Ibarat tanaman doa itu sebagai pupuk, sedangkan menabung dan mendaftar haji adalah bijinya (bibit). Akan percuma kalau dipupuk namun tak ada bibit tanamannya.
Ibadah haji menurut beliau, merupakan ibadah jasmaniah, rohaniah dan maliah. Yaitu perpaduan ibadah jasmani, rohani, dan harta sekaligus. Jasmani sehat, rohani punya niat dan semangat, serta punya uang untuk sarana. Ketiganya harus ada dan tidak bisa berdiri sendiri, jelas beliau.
Ibarat mendorong mobil mogok, harus yakin mobil tersebut bisa hidup. Ada bahan bakar, mobil sebelumnya bisa jalan, bukan mobil yang mangkrak lama tanpa bahan bakar jelas beliau.
Gayung bersambut, ada upaya ada doa tentu memudahkan harapan. Bukan hanya keinginan atau sekedar cita-cita namun harus dibarengi usaha dan kesungguhan. Minta didoakan kaya, namun tak mau bekerja. Minta pandai namun tak mau belajar. Hidup bukan sulapan dengan rapalan mantra.
Setahun setelah menunaikan ibadah haji beliau meninggal. Mewariskan spirit dan tauladan.