Mohon tunggu...
Made Bungloen
Made Bungloen Mohon Tunggu... -

Saya suka menulis sambil ngopi. Selain disini, tulisan saya bisa juga disimak di http://www.bungloen.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Full Day School Sejak SD, Yakin Mau Diterapkan?

9 Agustus 2016   07:59 Diperbarui: 9 Agustus 2016   08:22 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pendidikan saat ini memang memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat kita. Ada 2 jenis pendidikan yang kita kenal, pertama pendidikan formal, yang berupa pendidikan di sekolah, kedua, pendidikan non formal, atau pendidikan yang banyak didapatkan di luar sekolah. Kedua jenis pendidikan ini sangat penting dalam kehidupan generasi muda kita. Penitikberatan pendidikan hanya dalam satu bidang formal saja, saya rasa adalah sebuah kekeliruan yang besar, apalagi diberlakukan mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD).

Dalam pertimbangan saya, anak usia SD, belum membentuk karakter berfikir, mereka masih tergolong anak – anak, dan ujian atas ketangguhan mereka pada usia ini masih belum ada. Mereka bahkan tidak sama sekali pernah memikirkan tentang masa depan atau kemana arah tujuan mereka bertindak, yang mereka lakukan ya apa yang mereka suka, tanpa berfikir panjang, bahkan mereka tidak pernah befikir mengenai resiko dari tindakan mereka. Disinilah diperlukan pengawasan dari orang tua, agar anak pada usia ini bisa bermain, dan bisa menjaga agar tidak kebablasan apalagi sampai melukai darinya sendiri atau orang lain.

Kalau dasar mental lembek dan ketangguhan ini ditanamkan pada anak usia SD, saya rasa pembuat kebijakan ini kurang sehat, dan harus melakukan penelitian tentang karakter anak terlebih dahulu, agar bisa menjadi sedikit lebih sehat ketika mengeluarkan statemen atau memberi kebijakan. Karakter anak yang dibentuk ketika usia SD dengan dasar full day school hanya akan melahirkan anak – anak yang rentan terhadap stress dan gangguan cara berfikir, mereka akan kehilangan banyak sekali waktu bermain dan bersenang – senang, dan kita lihat sendiri, ada banyak sekali korban atas full day school yang diberlakukan ketika SD.

Ketika memasuki Sekolah Menengah Pertama (SMP), saya rasa disini yang perlu dilakukan pertimbangan mengenai full day school. Dari kasus yang beredar, mulai dari pelecehan, kekerasan, dan tindakan menyimpang lainnya, banyak sekali dilakukan oleh dan terhadap anak usia SMP, pada usia ini mereka memasuki usia akil balik, atau secara psikologis, anak usia ini sangat rentan terhadap penyimpangan, karena mereka cenderung mencoba apa yang mereka lihat dari lingkungan mereka, termasuk mulai mencoba berpacaran, ciuman, hingga hubungan seksual

. Dari usia inilah sangat diperlukan pendidikan karakter itu sendiri. Dalam contoh yang lebih sederhana, coba saja lihat cabe – cabean dan terong – terongan atau geng motor yang beredar di jalanan, usia berapakah mereka?, dalam pengamatan saya, mereka rata – rata berada pada usia SMP.

Solusi full day school, sangat tepat diterapkan pada anak usia SMP, disamping pengetatan penegakan aturan sekolah, juga pemberlakuan asrama yang bisa mendidik disiplin anak – anak usia SMP. Pengalaman saya ketika memasuki usia ini, bukan pengawasan orang tua yang lemah, setiap saat orang tua saya mengawasi dengan ketat, hanya saja, saya lebih tahu cara memperdaya orang tua ketika harus bolos sekolah, atau keluar ke jalanan bersama teman – teman. Sangat sulit untuk mengatur atau menindak anak pada usia ini, semakin di ketatkan, semakin keras perlawanannya, apalagi di lembekkan, aturan itu sangat susah untuk diterapkan.

Saya berharap, kedepannya ada full day school atau sekolah yang dilengkapi dengan asrama, yang ada di Indonesia untuk anak usia SMP, dalam pengamatan saya, di Singapura, dan Malaysia, memang dimulai pemberlakuan asrama ketika memasuki usia SMP, bukan SD, disamping ada sekolah lain juga yang tidak memberlakukan ini, terserah orang tuanya yang memilih mau menyekolahkan anak dengan asrama atau tidak. Memang solusi ini tidak akan menghapuskan sama sekali penyimpangan yang dilakukan oleh anak usia SMP, tapi paling tidak, solusi ini akan sangat drastis mengurangi angka penyimpangan yang dilakukan oleh maupun terhadap anak usia SMP. Penegakan aturan dan disiplin yang ketat juga sangat – sangat diperlukan hingga semua bisa berjalan beriringan. Dari sinilah karakter yang sebenarnya bisa dibentuk.

Mengenai usia Sekolah Menengah Atas, saya rasa tidak perlu saya bahas lagi, karena ada sudah ada banyak contoh sekolah yang menetapkan full day school beserta asrama yang memang menghasilkan lulusan yang tangguh dan berkarakter di masyarakat. Contohnya ada SMU Taruna Nusantara, SMU Bali Mandara, dan sekolah lainnya yang sejenis.

Bibit yang ada pada anak, akan berkembang dengan riang gembira ketika dididik dengan baik oleh orang tua ketika masih kecil, kemudian taman kanak – kanak mengajari anak untuk bermain, dan di terapkan di rumah bersama teman dan lingkungannya, ketika SD, anak mengenal pendidikan yang mulai terstruktur di sekolah, tapi tidak boleh kehilangan masa bermainnya, karena di usia ini adalah usia transisi dari sekolah dan bermain. Ketika SMP, mulailah pendidikan terstruktur, dan bermain memang sudah tidak diperlukan pada usia ini, kalaupun ada banyak waktu bermain, anak usia ini akan bermain yang tidak jelas, dan cenderung mengarah pada hal yang negatif. Anak SMA, adalah anak yang sudah bisa berfikir mengenai apa yang mau dicari dan kemana tujuan mereka melangkah untuk masa depannya.

SMP dan SMA, adalah usia yang paling ideal untuk diterapkan full day school dalam bentuk asrama, atau akademi atau apa saja istilahnya, yang membentuk kemandirian, dan ketangguhan mereka untuk kemudian diterapkan menuju jenjang selanjutnya dalam kehidupan mereka. Disamping juga pembenahan dari sistem pendidikan yang belakangan ini banyak sekali bermasalah, mulai dari kuota siswa, kualitas pendidik, dan bahan yang diajarkan di sekolah.

Jaman sekarang, anak, orang tua, maupun pihak sekolah memang harus bersinergi atau bekerja sama dengan baik untuk membentuk karakter anak itu sendiri. Tidak ada istilah tanggung jawab dari satu pihak saja, melainkan masalah karakter anak adalah tanggung jawab semua pihak, termasuk pemberi kebijakan, yaitu pemerintah itu sendiri.

Ahhh... nyiup kopi malu jak roko katih...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun