Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Presiden Jokowi dan Pembodohan Pendidikan

14 Juli 2020   07:28 Diperbarui: 14 Juli 2020   19:16 988
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para siswa ceria saat sekolah (Foto anteroaceh.com)

Presiden Jokowi akan dikenang ketika mampu menjawab tantangan saat ini. Utamanya di saat pandemi beliau mampu mempertahankan kehidupan dan nafas pendidikan formal. Kurang elok ketika Presiden 'menutup' sekolah lalu memindahkan proses belajar dari rumah. Mari kita berpikir matang, mantap dan dengan nalar sehat, bagaimana bisa Pilkada dilaksanakan, tapi siswa sekolahnya diliburkan. Begitu tidak mencerminkan keadilan.

Alhasil publik bisa menyimpulkan sepihak bahwa Presiden Jokowi lebih berpihak kepada kepentingan politik. Beliau abai dan menutup mata terhadap keberlanjutan pendidikan. 

Publik tentu berharap sebelum pandemi usai Jokowi dapat merubah sistem belajar di rumah tersebut. Pihak sekolah boleh melakukan simulasi terkait berapa jumlah siswa di kelasnya. Contohnya saja, bila satu kelas 25 siswa, maka mereka dapat dibagi menjadi berapa tim belajar. Sekolah secara bergilir dan memapai Alat Pelindung Diri (APD) tentunya.

Pengaruh keunikan itu tergambarkan dalam Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang saat ini dilakukan pihak sekolah. Program pengenalan akhirnya dilakukan melalui media daring, para guru-guru masih enggan memberi kesempatan ke siswa bersekolah. 

Ini juga karena pemerintah secara nasional 'melarang' sekolah dibuka seperti biasa. Dampaknya apa? tentu MPLS tidak berjalan efektif. System pengenalan siswa baru tidak menghasilkan hal yang menggembirakan siswa dan guru.  

Kita akan menantikan perubahan apa yang akan terjadi tahun 2021 nantinya. Bila sekolah-sekolah terus ditutup sampai Desember 2020. 

Ini bencana kemanusiaan yang serius mengancam keberadaan lembaga pendidikan kita di Indonesia. Akan berkelanjutan ketika sekolah diliburkan sampai akhir tahun ini, peristiwa dimana sistem pendidikan takluk pada COVID-19 memberi gambaran betapa lemahnya pemerintah kita. Padahal Kegiatan Belajar Mengajar (KMB) bisa diatur sesuai protokol kesehatan COVID-19.

Bila kita mengutip pandangan Paulo Freire, seorang tokoh pendidikan dunia Brasil dan teoritikus pendidikan yang berpengaruh di dunia menyebutkan pendidikan sebagai alat yang membebaskan manusia dari berbagai bentuk penindasan dan ketertindasan. Atau secara sederhana disebut usaha memanusiakan manusia. 

Konteks keindonesiaan di tengah pandemi, sepertinya melahirkan logika terbalik dari gagasan yang disajikan Paulo Freire. Kini pendidikan seolah diperalat, bukan menjadi alat yang mengeluarkan masyarakat dari sistem kolonialisme.

Berarti nilai dan manfaat pendidikan yang universal itu kini seperti tergadaikan. COVID-19 menghantam semua program pemerintah di bidang pendidikan. Paulo Freire juga pernah menyebutkan panggilan manusia sejati adalah menjadi pelaku yang sadar, yang bertindak mengatasi dunia serta realitas yang menindas atau mungkin penindasnya. 

Mata rantai pembodohan tersistematis yang kemungkinan diselipkan dalam bencana kesehatan COVID-19. Pandemi menjadi wajah seram turut melanggengkan penindasan dalam lembaga pendidikan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun