Mohon tunggu...
Deddy Daryan
Deddy Daryan Mohon Tunggu... Guru - Pemerhati pendidikan, menulis fiksi

HIdup ini singkat, wariskan yang terbaik demi anak-cucu.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Ornamen Keduniawian

28 Februari 2021   10:50 Diperbarui: 28 Februari 2021   10:51 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di Ibukota ini banyak sekali perkumpulan, himpunan, asosiasi, dan berbagai klub dengan bermacam merek dan nama, tempat berkumpulnya golongan kaum mapan. Aktifitasnya pun tak kurang hebatnya. Salah satunya adalah komunitas olahraga, yang sesungguhnya tujuannya mempertontonkan simbol dan status mereka secara eksklusif. Golf, tennis, catur, bridge, dan bowling adalah cabang-cabang olahraga yang banyak mereka geluti. Karena jenis olah raga ini mahal dan tak biasa bagi 'wong cilik'.

Kecuali itu, lalu ada yang atas nama hobi, seperti kolektor barang antik, keramik kelas tinggi, gerabah logam, dan patung-patung kuno. Masih tergolong hobi juga; perkumpulan pemilik mobil kuno abad delapan belas, klub menembak, pemburu babi hutan, gantole, dan geng motor gede.

Puluhan dan bahkan ratusan juta uang yang mereka keluarkan tiap bulannya untuk mengongkosi simbol status mereka demi lifestyle dan prestis tadi, dalam rangka menonjolkan identitas diri dan kelompoknya.

Mereka adalah segelintir makhluk istimewa, yang diberi Tuhan keberuntungan luar biasa, di tengah mayoritas kaum dhu'afa di belantara negeri ini. Mereka ibarat sekelompok burung cendrawasih, yang setiap saat memamerkan bulu-bulu ekornya yang spektakuler di tengah-tengah burung puyuh dalam semak belukar, yang carut marut. Mereka, kaum mapan itu cuma peduli dengan komunitasnya sendiri yang selalu sibuk dengn keluaran mobil terbaru, dan sangat mementingkan privacy.

Namun, tentu saja, ada pula mereka dari golongan mapan ini memiliki kesadaran yang tinggi, mungkin atas dasar hati nurani, atau karena tuntunan religi yang mereka imani, justru takut dengan kekayaan yang mereka miliki. Sebab mereka tahu, asal-muasal kekayaaan mereka itu dari perbuatan illegal. Termasuk dari hasil praktek korupsi, yang mereka lakukan secara berjama'ah maupun sendiri.

Biasanya kekayaannya ini, mereka sembunyikan di bank-bank luar negeri sana. Maksud dan tujuannya tak lain, jika perbuatan mereka ketahuan atau terbongkar manjadi kasus hukum, yang pada gilirannya membuat mereka masuk penjara, uang mereka tetap aman. Sepulang dari penjara dengan aman uang itu mereka nikmati kembali. 

Ada pula kekayaannya dijadikan balok-balok emas, yang mereka simpan di ruang khusus bawah tanah, atau persis di bawah tempat tidur yang dilapisi permadani Turki warna merah kecoklatan dengan motif lukisan Spanyol. Cuma sang istri dan anak sulungnya yang tahu. Sebagai pewaris sah jika terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan.

Lain lagi dengan kelompok ketiga, yang jumlahnya jelas lebih sedikit dari kelompok kedua. Mereka memeroleh pendapatan yang besar dari usaha-usaha mereka yang legal, dan tidak ada hubungannya dengan yang namanya penyimpangan, dalam bentuk apa pun juga. Usaha mereka meliputi wilayah darat, laut, dan bahkan udara. 

Tapi semuanya resmi, mengikuti tata aturan pemerintah. Mereka setia membayar pajak. Tidak main mata dengan petugas. Laporan usaha mereka valid, akuntabel, dan transparan. Tak sedikit pun niatan untuk berbohong, sebab usaha bagi mereka adalah ibadah, dan kelak akan dimintai pertangungjawaban oleh Yang Maha Melihat.

Mereka sadar, bahwa usaha mereka adalah amanah, dan oleh sebab itu mereka juga mengeluarkan zakat, infak dan sadaqoh. Mereka tidak butuh visual image, simbol status dan trademark yang sesungguhnya menipu diri sendiri. Tapi mereka sangat peduli dan berempati terhadap kaum marginal. Mereka sesekali masuk koran, dan masuk tivi. Namun mereka tidak butuh klub dan ornamen keduniawian.

Olahraga yang mereka geluti paling cuma jogging setiap hari minggu pakai sarung bersama anak-istrinya sambil merapal ayat-ayat zhikir. Mereka nikmati hidup ini seadanya saja, tanpa neko-neko. Sebab mereka tahu, ada kehidupan abadi kelak yang lebih nikmat dan mulya. Mereka yakin kehidupan sekarang adalah ladang amal untuk menyongsong masa panen kelak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun