Mohon tunggu...
Bukan Hantu
Bukan Hantu Mohon Tunggu... -

Manusia Biasa

Selanjutnya

Tutup

Politik

[Dulu] Soeharto, Mega, dan SBY Juga seperti Dahlan dan Jokowi

25 Maret 2012   08:55 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:30 633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Siapa tak kenal Megawati Soekarno Putri pada rezim soeharto, dia masih tetap berdiri diantara kesadisan politik ketika itu, masyarakat yang merasa terpinggirkan pada masa itu lalu menginginkan sosok yang mampu mendobrak kediktatoran penguasa, namun sayang keberaniannya tak seimbang dengan strategi politik dalam pemilihan umum, dia kalah karena tak berkoalisi dengan partai lain, walaupun demikian dia sempat memimpin negeri beberapa tahun saja.

Demikian halnya dengan Susilo Bambang Yudhoyono, dia dianggap terzalimi oleh kepemimpinan Megawati, isu yang dia hembuskan ketika itu adalah "Asal Bapak Senang" yang banyak mengundang perhatian dari kalangan TNI. Isu berkembang dengan cepat, pamor SBY lalu meningkat tajam seketika, jadilah dia presiden RI sampai saat ini.

Fenomena-fenomena semacam ini masih laku keras dalam "intrik politik" di Indonesia, strategi jitu dalam mengemas sosok dan pencitraan. Bahkan sebagian pengamat politik yang kelihatannya anti-pencitraan, disuatu kesempatan mereka kerap "memesan" opini sekaligus fotonya dimuat dalam harian berita dan majalah. Sulit dipercaya, tapi itulah realitas di bumi pertiwi ini. Lalu bagaimana dengan fenomena Dahlan dan Jokowi?

Sampai saat ini "intrik politik" yang digunakan tentu sah-sah saja, walaupun hal demikian tidak mencerdaskan sama sekali, tetapi ini soal strategi untuk mencapai kekuasaan yang "total". Nama Dahlan dan Jokowi telah terlanjur menjadi sorotan utama di media-media, setiap media tak mau ketinggalan dalam memberitakan sosok yang dianggap fenomenal itu. Salah? Tidak ada yang salah dan benar, sekali lagi ini adalah soal "intrik politik", siapa saja bisa memakai cara yang demikian. Tinggal publiklah yang menilai intrik mana yang sesuai seleranya masing-masing.


Kebebasan Mendapat Hak
Manusia memang benar-benar dikutuk menjadi bebas, ini adalah sesuatu yang alami, mulai dari lingkungan terkecil seperti keluarga misalnya, seorang anak tak selamanya dalam "genggaman" orang tua, suatu saat seorang anak akan bebas untuk menentukan jalannya sendiri. Demikian dengan Negara dalam lingkup yang lebih besar, seorang tokoh atau pemimpin mungkin saja dapat saja mengarahkan kehendaknya kepada masyarakat, tapi ada kalanya masyarakat juga dapat menentukan pilihannya sendiri. Masyarakat yang telah menentukan pilihannya akan menjadi kekuatan baru. Sekelompok atau masyarakat yang kuat akan memainkan perannya untuk menjamin kehendaknya untuk mencapai "kekuasaan" setelah itu dia akan lebih kuat dari masyarakat lainnya, yaitu masyarakat yang masih individual. Maka untuk sementara, kebenaran itu ada pada "masyarakat kuat", masyarakat yang lain akan "patuh" terhadap yang kuat. Hal ini bukanlah sekedar teori tapi kita lihat sejarah seperti yang disampaikan pada awal tulisan ini.

Dengan begitu, masyarakat akan menyerahkan masa depannya kepada "masyarakat yang kuat", mereka akan meninggalkan hak-haknya, yang tersisa adalah kewajiban untuk tunduk dan ikut serta dalam "intrik politik". Maka untuk menghindarkan diri dari "ketundukan" adalah "Perjanjian". Suatu kesepakatan untuk meminta hak-hak yang selama ini diterlantarkan, meminta pertanggungjawaban kepada "masyarakat kuat" untuk melindungi masyarakat yang indvidual. Dengan begitu apapun "intrik politik" yang dimainkan oleh "masyarakat kuat" tidak melepaskannya dari tanggungjawab untuk memberikan hak-hak kepada pemiliknya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun