Mohon tunggu...
Budiman Prawiroatmojo
Budiman Prawiroatmojo Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar SMA

Menang tanpo ngasorake, ngluruk tanpo bolo, sugih tanpo bondo, lan sakti tanpo aji

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Kenapa Inovasi Baru Selalu Disalahkan?

21 Maret 2016   22:57 Diperbarui: 21 Maret 2016   23:54 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Transportasi berbasis aplikasi online harus dikembangkan

Tulisan ini sengaja saya buat untuk menanggapi aksi demonstrasi sopir taksi akan kehadiran moda transportasi massa berbasis aplikasi yang dianggap merugikan moda transportasi umum yang beredar di metropolitan sejak lama.

Mengarah kepada pola pikir masyarakat Indonesia, saya menarik garis bahwa kita masih mengandalkan 1 pandangan pikiran tanpa mempertimbangan nilai positif dari suatu hal. Seseorang / perkumpulan jelas memiliki hak untuk mengembangkan kreatifitas mereka. Kalau begitu seolah para CEO transportasi online perjuangaannya dari berfikir, tenaga, serta biaya untuk membuat sistem akan sia-sia layaknya sampah yang hanyut di air sungai. 

Kalau anda berfikir argumentasi saya salah, tunggu dulu. Indonesia sebagai negara dengan penduduk terpadat ke-4 di dunia, dengan tingkat penyebaran  penduduk yang tidak merata, dan masih menjadi negara berkembang sudah sepantasnya untuk mengalami perubahan, perubahan menuju negara maju.

Saya menilai, mengapa hingga saat ini kita belum bisa maju adalah kita kurang menghargai. Kata “mengahrgai” bisa mengartikan banyak hal, menghargai yang sedang berbicara, menghargai pendapat, menghargai karya orang lain. Lantas apa gunanya belajar 6 tahun di SD, 3 tahun SMP dilanjutkan 3 tahun SMA serta kuliah apabila tidak bisa mengaplikasikan perbuatan baik? Sebagai contoh, mobil listrik karya anak bangsa dicap gagal emisi dan tidak ada tindak lanjut sama sekali yang justru menarik perhatian negra tetangga untuk diproduksi secara massal. Saya berpendapat bahwa inilah salah satu faktor yang menyebabkan bangsa kita sulit bergerak maju. 

Saya pernah mendapat materi kepemimpinan, dua diantara syarat belajar memimpin adalah jangan menghukum setiap kesalahan yang berarti dalam kehidupan nyata di indonesia, dapat mengabil contoh TV buatan lulusan SD yang dimusnahkan dengan cara dibakar karena tidak memenuhi standar dan tidak mendapatkan izin dan belum memenuhi SNI. Dan yang kedua adalah jangan mengecilkan antusiasme, sebagai contoh kompor biomassa yang dibuat karena kreatifitas rakyat indonesia dan dinilai ramah lingkungan justru tidak diexpose oleh negara sendiri. Betapa sombongnya pemerintah Indonesia yang selalu memutus jalan inovasi menuju negara maju. 

Sehrusnya, kalau memang belum lulus uji standar dan sebagainya, buatlah kebijakan atau regulasi supaya produk tersebut bisa dikembangkan. Persoalan sekarang bukan lagi pendidikan yang minim, itu memang persoalan besar tapi saya rasa yang menjadi utama adalah bagaimana inovasi dan kreatifitas yang belum “sempurna” tersebut bisa dikembangkan, ada pepatah mengatakan bahwa “kegagalan adalah kunci bagi kesuksesan”, seharusnya ini dijadikan pemerintah sebagai acuan untuk memberikan wadah agar ide-ide cemerlang tidak menjadi sia-sia dan berguna bagi bangsa.

Saya mengambil contoh Kota Jakarta. Pemerintah menyatakan bahwa harus mengatasi kemacetan dengan cara melebarkan jalan. Saya masih berfikir kalau melebarkan jalan melalui tanah, maksud saya menggunakan jalan layang saya pikir itu tidak masalah, tapi kalaupun itu dilakukan lama-kelamaan tidak akan mengurai kemacetan. 

Prinsipnya begini, posisi kendaraan yang berada di Jakarta sudah tidak seimbang, kalaupun melakukan pelebaran jalan terus menerus, efeknya akan dikorbankan bangunan serta lahan hijau yang otomatis berpengaruh terhadap bencana lain, banjir misalnya. Solusi yang tepat bagi masalah ini adalah dengan program transmigrasi yang menjadi andalan pemerintah. Saya masih berpendapat bahwa ini masih terbilang sulit. Salah satu solusinya dengan adanya pembatasan kendaraan bermotor. Pembatasan ini bukan sekedar membatasi penjualan, melainkan kebijakan-kebijakan baru mengenai kepemilikan kendaraan untuk tiap KK.

Kembali kepada Go-Jek, Grab, Uber, dan sebagainya, saya merasa tindakan yang diambil pemerintah terlalu berlebihan dengan mendominasi keputusan di satu sisi. Kalau kita melihat secara obyektif, Kalau pemerintah mengkhawatirkan faktor keamanan, mengapa transportasi berbasis aplikasi lebih mendominasi daripada taksi yang resmi? Kenapa inovasi ini diminati banyak kalangan masyarakat? Secara jelas kehadiran transportasi berbasis aplikasi sangat menguntungkan masyarakat di berbagai kalangan. 

Misal begini, masyarakat yang bekerja di kantor dan pulang malam dan tidak memiliki kendaraan pribadi, mereka akan memilih transportasi berbasis aplikasi dibanding kendaraan umum pastinya dengan berbagai pertimbangan, seperti faktor keamanan, lokasi yang jelas, pemesanan yang praktis serta langsung sampai ke tempat tujuan. Saya ingin mengulas salah satu transportasi yang berbasis aplikasi. Dalam menu, tidak hanya disediakan jasa antar-jemput saja, tetapi kita bisa membeli barang di toko melalui aplikasi tersebut dengan pembayaran di tempat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun