Mohon tunggu...
Budi Hermana
Budi Hermana Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Keluarga/Kampus/Ekonomi ... kadang sepakbola

Selanjutnya

Tutup

Nature

Tanda Tangan Diganti PIN, Waspadalah!

19 Oktober 2011   18:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:45 1538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari Selasa kemarin (18/10/2011), BI mengeluarkan surat edaran tentang implementasi PIN sebagai pengganti tanda tangan untuk proses transaksi keuangan yang menggunakan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK). Implikasi dari regulasi terbaru ini relatif signifikan, baik dari aspek teknologi, biaya, kesiapan bank dan operator teknologi, edukasi publik, serta implikasi hukumnya. Tidah heran jika implementasinya perlu waktu sekitar lima tahun. Dengan regulasi ini, Indonesia memasuki era less-cash society yang ditandai dengan semakin intensifnya penerapan teknologi informasi dalam transaksi ekonomi.

[caption id="attachment_136697" align="alignnone" width="645" caption="BI pelopori teknologi chip dan PIN sebagai alat verifikasi dan otentifikasi"][/caption]

Dulu, setiap ada transaksi harus ada bukti- misalnya dalam bentuk kuitansi atau slip- yang harus ditandatangani oleh yang terlibat dalam transaksi. Tanpa tanda tangan, bukti transaksi dianggap tidak syah. Bukti transaksi yang ditandatangani pun menjadi alat bukti. Saya masih ingat ketika pemeriksa bank mengajukan bukti ke kepolisian berupa hardisk komputer yang menyimpan data penyelewengan keuangan, namun bukti tersebut ditolak karena tidak bisa menjadi bukti hukum. Malah, teman pemeriksa tersebut balik diadukan karena dianggap telah mencemarkan nama baik perusaahaan dengan pengaduannya itu.

Namun, zaman sudah berubah. Kini segalanya serba digital atau paper-less gara-gara kemajuan di bidang teknologi informasi. Hidup di era less-cass society pun menjadi keniscayaan. Salah satu implikasinya adalah transaksi pun bersifat elektronik. Bukti-bukti transaksi pun berupa bit-bit informasi yang bersifat digital yang tersimpan pada cacatan transaksi elektronik pada log file dari server-server yang menangani transaksi elektronik. Catatan-catatan tersebut menjadi jejak audit (audit trail) yang bersifat elektronik.

Catatan elektronik dalam transaksi keuangan menjadi bukti hukum yang syah, seperti dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam pasal 1 UU tersebut pun disebutkan: “Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya”. Jadi kalau ada masalah hukum terkait dengan transaksi elektronik maka kita pun sabagai pengguna teknologi setidaknya memahami berbagai resiko yang terkait dengan transaksi elektronik yang berpotensi menimbulkan implikasi hukum.

Transaksi elektronik pun dilengkapi dengan dokumen elektronik, yang menurut UU ITE adalah: “Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya”. Dan dokumen elektronik tersebut pasti mencantumkan informasi tentang siapa saja yang bertanggung jawab, mengetahui, atau setidaknya membubuhkan tanda tangan di situ. Namun, tanda tangannya pun bersifat elektronik.

Ya, kini tanda tangan  pun bersifat elektronik. Menurut UU ITE pasal 1, “Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi”. Jadi tanda tangan elektronik bukan berarti hasil scan dari tandatangan, namun berupa informasi elektronik yang dapat digunakan sebagai alat verifikasi atau otentifikasi. Dan, Personnal Identification Number (PIN) yang terkait dalam penggunaan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) mulai mengarah ke sana. BI pun akhirnya mengeluarkan regulasi tentang Chip dan PIN sebagai alat otentifikasi transaksi di Indonesia.

[caption id="attachment_136667" align="alignnone" width="638" caption="Alat Pembayaran dan Sistem Transfer (Sumber:www.bi.go.id)"][/caption]

*****

Mulai 1 Januari 2016

Pada hari Selasa (18/11/2011) Bank Indonesia mengeluarkan Surat Edaran No. 13/ 22 /DASP perihal Implementasi Teknologi Chip dan Penggunaan Personal Identification Number pada Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan di Indonesia. SE BI ini merupakan pelengkap dari PBI dan SE sebelumnya, yaitu (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tanggal 13 April 2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, dan (2) Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/10/DASP tanggal 13 April 2009 perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK).  Tujuan utama dari Surat Edaran ini adalah untuk meningkatkan keamaan transaksi elektronik dengan menggunakan APMK. Surat Edaran selengkapnya dapat dilihat di Website BI di sini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun