Ekonomi mikro seperti warung Bu Juju adalah sektor yang sangatlah kecil menurut analisis keseimbangan parsial. Pun bukan sampel yang sahih menurut metodologi untuk menguji, semisal: pengaruh geliat ekonomi mikro terhadap ekuilibrium ekonomi makro.
Kecemasan pelaku usaha mikro --sektor ekonomi mikro juga dianggap sebagai salah satu katup untuk mengatasi pengangguran-- sedikit banyak akan berpengaruh terhadap output total (PDB) atau agregat perekonomian dan distribusi nasional.
Dengan anjloknya penjualan, Bu Juju kian cemas, bagaimana cara mengalokasikan secermatnya sumberdaya yang dimiliki kepada berbagai penggunaan agar diperoleh output total perekonomian keluarga yang paling optimum. (pernyataan ini dikonstruksi dari tesis Prof. DR. Winardi, S.E., Kapita Selekta Ilmu Ekonomi, 1990).
Pun pemahaman tentang lembaga pembiayaan, perilaku individual Bu Juju, barangkali, mencerminkan cara pandang bahagian dua pertiga masyarakat yang "unbanked" atau tidak berhubungan dengan bank (thinkwithgoogle.com).
"Kami gak punya rekening, apalagi dapet kredit dari bank buat modal. Kalau bank keliling sih banyak, meski saya belum berani meminjam..."
"Pernah mendapat insentif dan stimulus ekonomi dari pemerintah?", saya penasaran.
"Baru denger. Kalau bansos pernah, tapi sebentar habis. Tahu kan harga-harga kebutuhan sekarang?", tandas Bu Juju.
Terinformasi, pemerintah telah menganggarkan Rp123 triliun untuk menopang usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terdampak pandemi Covid-19. Namun skema penyalurannya dianggap berbelit dan lamban (BBC.com).
"Stimulus ekonomi merupakan solusi yang bersifat karitatif dan, mestinya, sementara."
Pandemi Covid-19 dan pembatasan demi protokol kesehatan telah berdampak pada pertumbuhan ekonomi makro. Kontradiktif. Kontraksi ekonomi atau fase menurunnya siklus perekonomian adalah konsekuensi nyata di depan mata. Stimulus ekonomi merupakan solusi yang bersifat karitatif dan, mestinya, sementara.