Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kontroversi RUU HIP, Potret Lemahnya Komunikasi Politik

24 Juni 2020   18:00 Diperbarui: 25 Juni 2020   07:44 955
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembahasan RUU HIP yang dipimpin PDIP dianggap tidak inklusif oleh sejumlah partai lain di DPR. [ANTARAFOTO/GALIH PRADIPTA]

Dalam sumpah pelantikannya, anggota DPR berkomitmen untuk: memenuhi kewajiban sesuai dengan peraturan perundang-undangan, Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. 

Dalam menjalankan kewajiban akan bekerja dengan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi dan golongan, tetapi memperjuangkan aspirasi rakyat yang diwakilI.

Sehingga secara institusional, anggota DPR tunduk pada peraturan berdasar Pancasila dan UUD 1945, meminggirkan kepentingan pribadi dan golongan (baca: parpol) demi memperjuangkan aspirasi rakyat. Dalam posisi ini partai politik seyogyanya tidak dapat mempengaruhi keputusan politik yang berlawanan dengan kepentingan rakyat.

Posisi parpol dapat diterangkan dengan konstruksi teoritis di bawah ini.

Konstruksi Teoritis

Secara teoritis, para wakil rakyat telah mengalami proses perekrutan secara politis melalui jalur partai politik. Partai politik yang kemudian "mengajarkan" tentang: sosialisasi politik, artikulasi kepentingan, agregasi kepentingan atau komunikasi politik secara keseluruhan.

Melalui parpol inilah politisi melakukan komunikasi politik, mengartikulasikan dan mengagresi kepentingan publik. Atas dasar aspirasi kepentingan itulah mereka membangun gagasan-gagasan yang akan dimasukkan ke dalam agenda kebijakan publik.

Kumpulan gagasan dikerucutkan yang kemudian diperjuangkan oleh politisi yang telah disaring dari proses rekrutmen politik untuk menduduki kursi DPR.

Pranata politik seperti dewan legislatif lahir dari mereka yang dipercaya mewakili kepentingan masyarakat pemilih (konstituen). Relasi politisi anggota legislatif dengan masyarakat pendukungnya mestinya terekat erat, dan sangat bersifat instrumental, ketika mereka melakukan kampanye yang menyampaikan oral janji politik.

Kepercayaan masyarakatlah yang menempatkan mereka menduduki kursi nyaman di Senayan. Masyarakat memercayai para politisi akan mengartikulasikan kepentingannya dalam agenda kebijakan publik.

Dan komunikasi politik itu yang seharusnya selalu terjalin setelah para politisi menduduki jabatan sebagai wakil rakyat yang terhormat. Karena landasan perolehan kekuasaan parlemen bertumpu pada rakyat pemilih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun