Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

[Fiksi Ramadan] Perang Pedang Petang

14 Mei 2020   03:45 Diperbarui: 14 Mei 2020   04:30 1199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh azboomer dari pixabay.com

Dua kelompok berseberangan, muka-muka tegang bersiap-siap mengadu pedang pada petang selepas shalat ashar. Tidak butuh waktu lama dua kelompok berhadapan merangsek saling menyerang di halaman masjid sebagai satu-satunya tempat terluas di perkampungan tersebut.

Perang pedang pada petang itu telah terjadi.

Suara-suara riuh mengudara memecah keheningan, pedang-pedang berkelebat beradu satu sama lain. Pertempuran berlangsung satu lawan satu di bawah derauan angin pesisir meliuk-liukkan rerumputan meranggas dan pepohonan melambai-lambai. Matahari sore terbelalak menyinari langkah-langkah kaki telanjang pasukan yang sedang bertempur.

Tiada kekalahan, maupun kemenangan. Semua adalah pemenang, semua menampakkan wajah-wajah gembira, walaupun hanya kelihatan pada bagian mata saja, sedangkan sisa tubuhnya tertutup kain.

Kain sarung telah dilepaskan dari wajah berpeluh, diselempangkan pada leher-leher mungil. Nafas berhamburan dari keenam anak lelaki itu, mereka kelelahan tapi senang.

Mereka merasa sebagai pahlawan yang baru menang perang seperti Zorro, pahlawan dataran berumput Rio Grande do Sul yang berkostum serba hitam, berjubah hitam, bertopeng hitam di bawah topi Sombrero hitam, bersenjatakan pedang Rapier bersama Tornado, kuda hitam yang setia menemani dalam melindungi masyarakat tertindas dari penguasa tiran.

Mereka berkostum tidak seperti itu. Cukup dengan melilitkan sarung pada bagian hidung lalu kain itu disimpangkan ke belakang, hanya mata yang kelihatan. Maka dengan cara itu serasa memakai topeng Zorro.

Kostum tidak hitam, tetapi kotak-kotak dan berwarna-warni. Pun tidak berpedang tajam dan mengkilap. Tapi terbuat dari bambu diserut sedemikian menyerupai pedang panjang ditambah palang sebagai penanda pegangan.

Sekumpulan anak lelaki itu telah bubar, pulang ke rumah masing-masing menunggu adzan magrib. Sidin melenggang pulang mengacungkan pedang dengan sarung diselempangkan. Rumahnya paling ujung, dekat dermaga tempat bersandar perahu-perahu penangkap ikan menunggu angin barat berkejaran kencang.

Rumah lengang, kedua orangtuanya belum pulang, Sidin langsung menuju kamar tanpa cuci kaki membawa keringat ke atas tempat tidur. Lelah yang menggembirakan membuatnya lelap.

Entah jam berapa Sidin terjaga, terdengar suara-suara perdebatan. Barangkali Zorro berdebat dengan penguasa tiran. Suara perdebatan wanita dengan pria itu kian lantang. Ataukah pertengkaran antara Elena dengan Zorro?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun