Pembenahan ke dalam adalah berurusan dengan manajerial dan operasional, menyiasati small money earner, juga mengurangi menu yang dipandang lambat dalam penjualan, seperti US Duckling dan Champagne. Perlu diketahui, buku menu adalah komitmen pengelola bisnis untuk memastikan mamin selalu tersedia.
Sedangkan pembenahan eksternal, dilakukan dengan meningkatkan frekuensi kegiatan marketing. Waktu itu belum marak BBM, WA, Facebook dan media sosial lainnya. Faksimili, telepon, sms menjadi sarana untuk menarik pengunjung potensial, selebihnya adalah solisit atau kunjungan langsung ke klien.
Saya membuat terobosan dengan menyambangi restoran, kafe, klub, dan diskotik yang sekiranya pangsa pasarnya mirip. Alhasil, setiap malam saya "bergaul" dan beredar di --setidaknya-- dua tempat berturut-turut.Â
Pertama, ke salah satu club populer. Berikutnya, ke kafe baru yang ramai pengunjung. Kalau fisik masih kuat, lanjut ke diskotik yang tutupnya hampir jam tiga pagi.
Tujuannya adalah membangun hubungan baik dengan "orang gaul" yang beredar di dunia malam. Tidak hanya malam, siang pun membangun hubungan baik dengan orang-orang kantoran yang berpotensi membuat acara.
Tidak sampai sembilan bulan, pergerakan itu membuahkan hasil. Jumlah pengunjung kafe meningkat, otomatis omzet penjualan meningkat pula. Tamu-tamu kafe merasa memiliki keterikatan hubungan baik dengan pengelola. Lama kelamaan mereka terbiasa dengan suasana kafe tersebut dan menjadi pengunjung loyal.
Rekor penjualan jumlah pengunjung terbanyak dalam sejarah berdirinya kafe itu, ketika sebuah asosiasi perusahaan perkapalan (pelayaran, ekspedisi, freight forwarding) se-Jakarta mengadakan acara gathering.Â
Tercatat sekitar 700 orang (kapasitas duduk 250 orang) berkumpul dengan gaya standing party)** dan hidangan ala buffet (prasmanan). Dalam semalam dicapai rekor penjualan fantastis.
Persaingan masih berlanjut, upaya menjalin hubungan baik terus-menerus dilakukan untuk menciptakan pengunjung loyal, tentunya berikutnya dengan pendelegasian, tidak melulu saya yang melakukannya. Bisa remuk jiwa raga.
Hubungan baik atau relationship dengan calon pengunjung dan pengunjung tidak hanya bisa diterapkan pada kafe, untuk skala kecil pun juga menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan sebuah bisnis kuliner.
Bukankah kita senantiasa kembali dan lebih menyukai membeli produk pada suatu gerai tertentu dibanding pesaingnya? Selain karena produknya, bisa jadi juga karena penjualnya ramah, rendah hati, tahu kebiasaan-kebiasaan pesanan bahkan nama kita, dan kita merasa diperlakukan khusus.