Mohon tunggu...
budi prakoso
budi prakoso Mohon Tunggu... Wiraswasta - mari jaga kesehatan

seorang yang gemar berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Stop Radikalisme, Ceramah Harus Bisa Merangkul Semua Pihak

27 November 2018   07:37 Diperbarui: 27 November 2018   07:40 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stop Radikalisme - nusantaranews.co

Akhir-akhir ini pemberitaan tentang ceramah masjid kembali terjadi. Hal ini dipicu oleh riset Badan Intelijen Negara (BIN), yang menemukan adanya 41 masjid di lingkungan kantor pemerintahan, yang terindikasi terpapar radikalisme. 

Masjid-masjid tersebut diduga seringkali menyebarkan bibit radikal melalui ceramah-ceramah yang dilakukan oleh khatib. Hal semacam ini semestinya tidak perlu terjadi, mengingat masjid merupakan tempat ibadah.

Temuan BIN ini didasarkan pada hasil survei sebelumnya, yang dilakukan oleh Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) pada 2017 silam. 

Dari hasil survei, penyebaran bibit radikalisme ini umumnya dilakukan dengan cara penyebaran bulletin, brosur di majalah dinding masjid, hingga ceramah. Namun yang paling sering dilakukan melalui khotbah.

Konten khotbah yang sering dilakukan seringkali menyinggung soal konten intoleransi, pemerintah thogut yang dianggap tidak berpihak pada masyarakat muslim, kebencian terhadap kelompok tertentu hingga ide-ide tentang pendirian khilafah di Indonesia. Dan dari 41 masjid yang terpapar tersebut, 17 diantaranya masuk kategori radikal tinggi.

Temuan BIN ini mengundang reaksi pro dan kontra di tengah masyarakat. Ada yang langsung melakukan reaksi emosional, ada yang khawatir, ada yang biasanya saja. Kelompok yang emosional, kembali menuduh temuan tersebut untuk mendiskreditkan lembaga masjid. 

Sementara BIN menegaskan, pengumuman temuan tersebut merupakan bentuk pencegahan dini. Karena penyebaran bibit radikal saat ini bisa dilakukan dimana saja, termasuk di dalam tempat ibadah.

Kalau kita sepakat radikalisme itu berbahaya, bisa memunculkan perilaku teror, semestinya kita tidak perlu reaktif dengan temuan BIN tersebut. Tidak ada sedikit pun yang ingin melukai hati umat Islam. Biar bagaimanapun muslim di Indonesia tetap mayoritas. 

Tidak perlu menggunakan narasi muslim tidak diperhatikan, muslim terdiskriminasi dan lain sebagainya. Ketika masjid digunakan untuk mengancam para pendukung Ahok, yang tidak akan disholatkan ketika meninggal, juga sempat membuat publik tercengang. 

Hal ini menunjukkan, ada upaya dari pihak-pihak tertentu yang memang sengaja ingin mengotori masjid dengan pesan-pesan yang tidak baik.

Masjid merupakan tempat untuk menyatukan, bukan tempat untuk menebar permusuhan. Sesaat setelah adzan, jutaan umat muslim berbondong-bondong ke masjid untuk sholat berjamaah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun