Mohon tunggu...
byunus
byunus Mohon Tunggu... Editor - Antara harapan & kenyataan

Titik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mampuslah bersama Ormawa

29 Januari 2020   13:10 Diperbarui: 29 Januari 2020   13:14 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kampus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari mahasiswa. Kampus sebagai miniature Negara, merupakan wadah untuk menimbah ilmu, menjadikan pribadi yang kritis terhadap realitas yang terjadi di masyarakat. Sehingga, ada sebuah sarana untuk mengembangkan hal tersebut yang dikenal dengan Organisasi Kemahasiswaan (ORMAWA).

Kemarin, Selasa 28 Januari 2019, ada suatu peristiwa di Kampus saya IAIN Manado, kira-kira ada satu hal yang baru katanya, dan sedikit dilebih-lebihkan persoalan tersebut, karena dilaksanakannya pelantikan serentak Ormawa dan Juga beberapa UKM/UKK yang ada di kampus. 

Tapi, bagi kampus di luar IAIN Manado hal itu sudah menjadi sesuatu yang biasa. Misalnya tahun kemarin, dilansir dari tanjungpinangpos.id bahwa BEM Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas (FIKP) Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Tanjung pinang mengadakan pelantikan serentak seluruh organisasi mahasiswa (Ormawa) di lingkungan FIKP, Kamis (12/12). Pun, dalam pelantikan tersebut, ada beberapa UKM/UKK yang tidak ikut andil dalam pelantikan. Diketahui bahwa masih sementara melaksanakan Musyawarah Besar (Mubes).

Secara umum kita mengamini bersama, adanya ORMAWA untuk memfasilitasi mahasiswa itu sendiri, menjadi perpanjangan tangan antara mahasiswa dan birokrasi kampus, menjadi wadah untuk mengembangkan intelektualitas dan mengasah pola pikir kritis terhadap permasalah-permasalah yang ada, terlebih di masyarakat.

Kita sama-sama sudah mengetahui bahwa, dalam sejarahpun, mahasiswa banyak melakukan perlawanan-perlawanan terhadap hal-hal yang tidak bekesesuaian dengan keadilan, dan senantiasa pro terhadap kepentingan-kepentingan rakyat. Kita lihat bahwa dari 1908 terbentuknya Budi Utomo sampai dengan 1998 Aksi Reformasi yang dipelopori langsung oleh mahasiswa demi terwujudnya masyarakat yang sejahtera dan memangkas kesewenang-wenangan dari pada pemerintah yang senantiasa hanya mementingkan isi perutnya sendiri, dan menindas masyarakat-masyarakat miskin.

Sebab kalau kita lihat dari pengertian Mahasiswa, menurut UU No.12 Tahun 2012, Mahasiswa adalah seseorang yang terdaftar namanya di perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Kali ini, jikalau pembaca terdaftar misalnya di IAIN Manado diperkuat dengan pembayaran UKT (Uang Kuliah Tunggal) pada awal masuk kuliah, maka pembaca adalah seorang mahasiswa yang berkuliah di IAIN Manado. 

Btw, penyebutan UKT (Uang Kuliah Tunggal) itu baru berlaku secara nasional semenjak adanya Permendikbud No. 55 Tahun 2013 pasal 1 ayat 3. Mahasiswa dikenal dengan agen-agen perubahan, bisa menggerakan kearah yang lebih baik suatu bangsa, dan mahasiswa diharapkan bisa menjadi figure di Masyarakat, atas apa yang dia pelajari di ruang kelas.

Mahasiwa beda dengan siswa, banyak pembeda antara keduanya. Mahasiswa dianggap lebih terbuka lebih bebas lagi dalam hal mengeksplor pengetahuannya. Pun bicara soal mahasiswa kita tak bisa lepas dengan yang biasa kita dengar di ruang-ruang diskusi; kantin misalnya. Bahwa, mahasiswa memiliki tanggung jawab sosial dipundaknya. Mahasiswa sebagai Agen Of change  mahasiswa sebagai agen-agen perubahan, maka kata maha adalah kata yang hanya disandingkan dengan hal-hal yang besar; Maha Kuasa, Maha Esa.

Timbul pertanyaan yang besar, akankah ORMAWA yang dilantik tersebut pro akan kepentingan dari mahasiswa itu sendiri, mengedepankan kesejahteraan dari mahasiswa, menjadi perpanjangan tangan, dan menciptakan mahasiswa yang kritis terhadap pemasalahan-permasalahan yang ada.

Memang, sudah seharusnya dan sepantasnya seperti itu, terlebih lagi terhadap isu-isu yang lebih luas; persoalan masyarakat. Sebab kesejahteraan rakyat adalah hukum yang paling tertinggi.

Ataukah sebaliknya, hanya menjadi boneka terhadap birokrasi-birokrasi kampus? digiring kesana kemari, bak sapi yang dicocok hidungnya. lebih-lebih lagi hanya menjadi Event Organizer (EO), orang-orang oportunis dan mengamini watak penghamba.

Wallahu A'lam Bishawab.

Sea, 28 Januari 2019

B.Yunus

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun