Mohon tunggu...
Briliant A. Prabowo
Briliant A. Prabowo Mohon Tunggu... Ilmuwan - Postdoctoral fellow - INL - International Iberian Nanotechnology Laboratory, Portugal

Ph.D.., Department of Electronics Engineering, Chang Gung University, Taiwan. Master of Engineering, Semiconductor Technology Program, Asia University, Taiwan. Bachelor of Engineering, Soegijapranata Catholic University, Semarang, Indonesia. Working Experiences: 2019 – Present, Nanodevices group, Department of Nanoelectronics Engineering, INL – International Iberian Nanotechnology Laboratory. 2018, Post-Doctoral Fellow, Chang Gung University, Taiwan. 2017 – 2019, Research Center for Electronics and Telecommunications, Indonesian Institute of Sciences. 2008-2017, Research Center for Informatics, Indonesian Institute of Sciences. 2006-2008, Trans TV, Transmission Department.

Selanjutnya

Tutup

Nature

PIXIM dan GoPro: Inovasi Menarik di Teknologi Kamera

22 November 2012   16:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:49 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berbicara tentang inovasi teknologi kamera, apa yang terlintas di benak kita? tentunya secara umum kita akan berpendapat, gambar lebih bagus, resolusi-pixel lebih besar, white balance lebih bagus, dan masih banyak lagi. Ternyata, inovasi lebih spesifik, dan tampil beda bisa membuat sebuah gebrakan besar dalam dunia usaha. Ada dua kisah sukses dua perusahaan kamera yang berhasil berinovasi di tengah ketatnya market share perusahaan-perusahaan pemain lama di bidang kamera seperti Nikon,  Canon, Kodak, Sony, dll. PIXIM [caption id="attachment_568" align="alignnone" width="300" caption="source image: Standford business graduate school material"][/caption] Kisah pertama adalah PIXIM. Success story PIXIM menjadi study case yang cukup populer di dunia bisnis, bagaimana mereka secara hati-hati dan dengan perhitungan matang menciptakan market dari teknologi mereka. Kisah mereka berawal, ketika sekumpulan akademisi engineering di Stanford University memiliki teknologi baru DIgital Pixel System (DPS) dan berhasil mendaftarkannya menjadi hak patent dalam teknologi kamera. Pada teknologi DPS, berhasil dikembangkan kamera dengan dynamic range yang lebar, dimana  setiap pixel dari sebuah kamera memiliki ADC (analog to digital converter) sendiri-sendiri, sehingga tiap pixel berperan seperti satu kamera yang dapat melakukan white balance secara independent sesuai kebutuhan cahaya di pixel tersebut. Perlu diingat saat itu resolusi kamera mereka hanya 400K pixel (1999), sedangkan di pasaran kamera yang beredar sudah memiliki resolusi 1.3-5 Mega pixel, namun dalam beberapa kondisi ekstrim low exposure atau over exposure, kualitas image PIXIM lebih baik karena DPS technology. [caption id="attachment_569" align="aligncenter" width="240" caption="klik image untuk melihat perbandingan lebih jelas; source image: Pixim official website"]

[/caption] Dalam diskusi yang panjang mereka mencoba menawarkan teknologi ini ke market kamera profesional, namun konsumen atau calon konsumen biasanya tidak peduli dengan teknologi apa di balik kamera, sebagian besar hanya mengukur "Berapa pixel resolusinya? Makin besar berarti makin bagus", selain itu di kamera profesional merebut pasar milik  penguasa market yang kompetitif seperti Nikon, Canon, Kodak dan Sony adalah misi yang amat berat untuk perusahaan baru. Begitu juga di kamera handphone, pada masa itu VGA kamera lebih banyak digemari pabrikan handphone, sehingga merekapun mencoret market ini. Akhirnya dalam diskusi panjang, mereka memutuskan masuk di market "Security Camera". Keuntungan pertama, kualitas image mereka lebih optimum di lingkungan extreme exposure, kedua resolusi mereka sangat kecil sehingga sangat menghemat memory penyimpanan. Dan kini, mereka merajai pasar kamera CCTV dunia. Kisah sukses PIXIM mengambil posisi di pasar ini menjadi bahan ajar yang amat populer di Bussiness School di Standford dan Harvard. GoPro Kita boleh berbangga, inspirasi kamera yang sangat nge-trend dikalangan pecinta adrenalin ini, didapatkan foundernya tahun 2007 ketika berselancar di Indonesia. Kisah itu berawal ketika Nick Woodman, seorang pecinta surfing sedang melakukan adrenalin trip di Bali, Kepulauan Mentawai, Sumatra dan Jawa Barat. Dia dan kawan-kawannya secara bergantian saling merekam atraksi-atraksi mereka di air, namun dia mengalami kesulitan ketika mereka masing-masing sibuk dengan atraksinya dan dia tidak dapat mendokumentasikan dirinya sendiri. Akhirnya dia termotivasi menciptakan sebuah kamera tahan air, ringan,  dan tahan banting yang dapat dikenakan di manapun untuk mendukung aktivitas ekstrim mereka, bisa di helm, papan selancar, di sepeda, di skate board, di hewan peliharaan, di motorcross, di kano, di paralayang, dan lain sebagainya. [caption id="attachment_574" align="aligncenter" width="300" caption="source image: GoPro official website"]
[/caption] Dengan pesatnya perkembangan social media, GoPro semakin mudah dikenali oleh komunitas pecinta adrenalin ketika mereka banyak membagikan aktivitas mereka. Youtube, Facebook, Twitter mendongkrak promosi mereka secara masif. Hasilnya tak tanggung-tanggung 3 juta kamera terjual dalam 3 tahun pertama setelah launching. Dan ketika perusahaan kamera besar ingin berkembang ke market ini, mereka sudah terlambat karena GoPro sudah menjadi trend setter dan branding image di adventures camera. Nah inovasi ternyata  seperti copet :D,  soal bagaimana melihat peluang dalam kesempitan :) [caption id="" align="alignnone" width="432" caption="source image: http://www.malakye.com/"][/caption] sumber

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun