Contoh Kasus:
Kasus cabul Wakil Bupati Buton Utara, saat ini telah disidangkan di Pengadilan Negeri Raha.
Hal ini menjadi menarik karena saat ini, kewenangan penahanannya telah diserahkan kepada Pengadilan Negeri Raha untuk disidangkan perdana pada hari Kamis Tanggal 1 Oktober 2020, kemudian muncul pertanyaan, apakah Pengadilan Negeri Raha akan menahan Wakil Bupati Butur? setelah sebulumnya tidak dilakukan penahanan dalam penyidikan di Kepolisian dan Kejaksaan.
Sejak kasus cabul Wakil Bupati Butur di Register di Pengadilan Negeri Raha. Maka, secara mutatis mutandis kewenangan untuk menahan Plt Bupati Buton Utara Ramadio sepenuhnya berada di Pengadilan Negeri Raha. Patut diketahui bahwa terdakwa memiliki hak secara hukum untuk mengajukan penangguhan penahanan.
Kemudian muncul pertanyaan apakah dengan dilimpahkannya kasus ini dari Kejaksaan ke Pengadilan Negeri memiliki konsekuensi hukum bagi Ramadio selaku Plt Bupati Buton Utara.?
Jawabannya dapat ditemukan jika, dianalisis berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
Berdasarkan Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan bahwa:
"..Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dapat diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.."
Jika bunyi pasal teresebut di atas, dikaitkan dengan kasus yang menimpah Ramadio selaku Plt Bupati Buton Utara saat ini. Maka, kasus ini telah memenuhi unsur-unsur Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, bahwa Kepalah Daerah dapat diberhentikan sementara tanpa usulan DPRD kerena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun. berdasarkan register perkara di pengadilan.[1] Pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dilakukan oleh Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati[2]
Untuk mengisi kekosongan jika Kepala daerah yang sedang berhalangan sementara dan tidak ada wakil kepala daerah, sekretaris daerah melaksanakan tugas sehari-hari kepala daerah.[3] Apabila kemudian Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang diberhentikan sementara, setelah melalui proses peradilan ternyata terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan, paling lambat 30 (tiga puluh) Hari terhitung sejak diterimanya pemberitahuan putusan pengadilan, Menteri Dalam Negeri mengaktifkan kembali bupati dan/atau wakil bupati yang bersangkutan.[4]