Mohon tunggu...
Bonefasius Sambo
Bonefasius Sambo Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru yang gemar menulis

Penulis Jalanan ~Wartakan Kebaikan~

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berpolitik ala Sinterklas

15 Desember 2018   17:07 Diperbarui: 15 Desember 2018   17:42 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sosok Sinterklas atau Santa Klaus itu identik dengan Natal. Sosok yang digambarkan berperawakan tambun,  berjenggot putih dan mengenakan penutup kepala panjang seperti yang teridentifikasi hingga hari ini. Sinterklas juga dikenal suka bagi-bagi kado (hadiah) natal kepada anak-anak. Terutama anak-anak dari keluarga kurang mampu. Sinterklas itu pribadi yang baik dan juga suka menghibur orang lain.

Tulisan ini bukan membahas siapa sosok Sinterklas itu melainkan mengeksplorasi sekaligus mengelaborasi sosok Santa Klaus kedalam praktik politik dalam versi Penulis Jalanan. Setelah Anda membaca silahkan Anda pula yang mengkonfirmasi perihal ini.

Baiklah. Politik hari ini dalam menyambut pesta demokrasi  (Pemilu serentak) dinamikanya begitu cair. Panasnya Pilpres 2014 sepertinya tidak kebawa di tahun 2019. Mungkin karena sumber-sumber hoax dan akun-akun yang menyebarkan konten hate speech secara masif sudah dan sedang dibasmi oleh badan cyber nasional.

Ada nilai plus dengan diselenggarakan Pemilu secara serentak baik soal efisiensi anggaran maupun soal dinamika politiknya.  Pemilih tidak lagi terpolarisasi ke salah satu kubu (partai pendukung) tapi sampai pelaksanaannya para calon legislatif yang turun ke lapangan begitu cair untuk mendapat dukungan masyarakat pemilih dari pendukung Capres-cawapres manapun.

Politik ala Sinterklas

Dengan dinamika yang cair seperti ini, perilaku pemilih akar rumput agak sulit ditebak. Terutama pertarungan perebutan suara pada kantong-kantong suara di daerah kota. Isu soal agama, suku ataupun etnis tidak laku kalau pun ada tidak akan signifikan.

Masyarakat lebih melihat sosok dan keterlibatannya secara sosial : modal investasi sosial. Kalau orang baru dia perlu siap banyak modal (duit) dan tidak boleh lupa sikap profesionalitas dan soliditas tim suksesnya. Kalau tidak, duit itu bisa menguap tanpa hasil.

Politik ala Sinterklas itu politik momentum. Dalam ceritanya Sinterklas itu memang orang baik. Orang yang suka menolong orang lain. Berbicara kebaikan adalah perilaku alamiah manusia. Tapi politik itu soal insting. Dia berbicara momentum atau peluang. Kalau bahasa yang pas manusia itu naluri harus tajam seperti pebisnis berani berspekulasi dengan target jelas. Tentu melalui analisis fundamental dan teknikal  (haha...apa mau belajar Forex Trading?) Ya memang ada hubungannya (demand and suply).

Sinterklas itu membantu orang lain yang susah. Ia hadir dalam "kegelapan" malam. Maksudnya rahasia. Seorang pemimpin yang digambarkan sebagai Sinterklas adalah pemimpin yang gemar bagi-bagi "berkat". Sinterklas itu dalam ceritanya memang orang kaya. Dengan harta berlebihan dia berbagi dengan orang lain.

Bagi-bagi berkat itu ada dua versi. Jika orang yang sudah lama dan sering membagi "berkat" akan dicap tukang amal. Jika karena situasional (situasi yang diciptakan) dia akan dicap sebagai tukang bayar. Konstituennya akan dicap pasukan bayaran. Dan ingat tentara bayaran hanya akan setia pada siapa pembayar terbesar.

Kesimpulannya apa? Sinterklas politik itu harus tanggap pada momentum. Orang susah tidak mendengar janji Anda tapi setia pada bukti nyata. Tapi patut diingat kebaikan yang dilakukan dengan tulus biasanya tersebar tidak akan menguap dan dia akan mencari dan kembali kepada pemiliknya.

Salam Damai

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun