Mohon tunggu...
Politik

Saya Tak Lagi Tertarik Politik

4 Juli 2018   01:46 Diperbarui: 4 Juli 2018   02:12 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber ilustrasi: huffingtonpost.com)

Sejak Ahok kalah dalam Pilkada Jakarta setahun yang lalu, saya tidak tertarik lagi bicara, berpikir, dan menulis artikel tentang politik. Saya bukan pemuja Ahok, tapi saya pecinta para pemimpin yang tahu apa yang harus dikerjakannya demi mengatasi persoalan yang terjadi di daerah kekuasaannya.  Apakah Ahok pemimpin yang semacam itu, pertanyaan itu tidak penting untuk dijawab karena saya tidak membutuhkan jawabannya.

Dulu saya adalah orang bodoh yang merasa sok paham politik. Saya adalah orang dungu yang marah dan kepala menjadi panas ketika melihat, mendengar, dan membaca politikus atau pejabat yang saya kagumi dihantam sana-sini, difitnah itu ini, atau mendapat perlakuan negatif lainnya. Dulu saya adalah seekor keledai yang tangannya langsung gatal begitu ketemu tulisan yang menurut saya tidak fair.

Seketika saya ingin memberi komentar, menulis artikel tandingan, atau meluruskan apa yang menurut saya bengkok tersebut. Sekarang saya tetap pandir, tapi syukur saya sudah menyadarinya jadi saya tidak perlu lagi merasa sok pintar atawa sok jago sehingga merasa yang paling tahu tentang persoalan politik.

Saya suka membaca tentang politik sejak usia 15 tahun dan sejak itu langsung kecanduan. Dulu ketika saya masih dungu, saya pernah kagum dengan nama-nama yang dalam sepuluh tahun ini sering menjadi pusat pemberitaan. Saya tahu bagaimana beliau-beliau  bermetamorfomis. Saya sering mengikuti  para pemimpin yang datang dan pergi dan bagaimana masyarakat ini memaknainya. Saya mencoba memahami bagaimana beliau-beliau mengejewantahkan apa yang dinamakan kekuasaan dan dari ke hari saya justru semakin tidak paham.

Saya justru teringat pada kepala yang terpenggal, banjir darah, ratusan mayat yang bergelimpangan, intrik, fitnah, adu domba, strategi, bisik-bisik, kompromi, dan kerbau-kerbau yang dicucuk hidungnya dan rela ditarik ke sana, dihela ke sini tanpa menyadari bahwa mereka tengah menjadi bahan permainan. Dan semua itu tidak ada kaitannya dengan suku, bangsa, atau pun agama karena politik adalah agama itu sendiri.

Saya butuh waktu 45 tahun untuk tiba pada kesimpulan bahwa politik adalah seperti yang pernah ditulis oleh Niccolo Maciavelli dalam II Principe hampir 6 abad yang lalu: politik, agama, dan moral adalah hal yang tidak memiliki hubungan sama sekali karena tujuan utamanya adalah kekuasaan. Moral dan agama akan digunakan sejauh itu memberi manfaat dalam meraih atau mempertahankan kekuasaan.

Syukur Alhamdulillah sekarang saya tetap bodoh sehingga hanya bisa berpikir sederhana bagi diri saya pribadi keluarga. Saya hanya ingin bekerja sebaik-baiknya, mendapat upah dari keringat yang saya cucurkan, menerima gaji dari apa yang menjadi tanggung jawab saya.  Tidak melimpah bukan masalah.  Saya sedang belajar memperbaiki diri sendiri bahwa rejeki kotor yang selama ini saya nikmati telah membuat hati dan otak saya kotor sehingga iri, dengki, dan pembenci ini bagai telah bersarang di dalamnya.

Cukup sudah pikiran-pikiran kotor ini beranak pinak dan bersliweran di benak saya. Saya tidak ingin hal-hal kotor itu juga bersemayam di hati dan pikiran keluarga saya, terutama anak-anak saya. Jika saya membiarkan itu terjadi, saya tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada anak turun mereka seratus tahun yang akan datang. Pastilah akan sangat mengerikan jika sebuah generasi dihuni oleh orang-orang yang berhati dan pikiran yang kotor akibat orang tua mereka menafkahi mereka dengan sampah dan kotoran.   

 Saya sedang patah hati dengan politik karena hanya membuat luka di hati ini. Saya membencinya karena membuat saya harus memilih untuk membenci siapa dan mencinta yang mana.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun