Mohon tunggu...
Blasius P. Purwa Atmaja
Blasius P. Purwa Atmaja Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan dan Pembelajar

Staf Pengajar di Yayasan TNH Kota Mojokerto. Kepala Sekolah SMP Taruna Nusa Harapan Kota Mojokerto. Kontributor Penulis Buku: Belajar Tanpa Jeda. Sedang membentuk Ritual Menulis. Email: blasius.tnh@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

7 Manfaat Bergabung dengan Kompasiana

18 November 2017   14:34 Diperbarui: 18 November 2017   15:00 1110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
feby grace.blogspot.co.id

Saya mulai mengenal Kompasiana sejak saya membuat blog pribadi sekitar tahun 2009 -2010. Ada keinginan bergabung saat itu dan menulis di kompasiana, tetapi niat itu kalah oleh ketakutan-ketakutan pribadi. Misalnya, takut tulisan tidak layak dibaca orang lain, takut tidak bisa memilih tema, takut tidak bisa mengembangkan ide, dan lain-lain. Semua ketakutan itu akhirnya menghambat lahirnya karya-karya yang seharusnya sudah muncul jauh hari sebelum saat ini.

Ketakutan yang saya alami ini rupanya dirasakan juga oleh banyak orang. Ada beberapa teman yang saya ketahui memiliki gaya tulisan yang bagus pun merasa bahwa tulisannya tidak bagus. Mereka juga merasa tulisannya tidak layak dipublikasikan. Ada juga yang merasa tidak berbakat menulis. Meskipun yang paling banyak adalah keluhan tentang tidak adanya waktu untuk menulis. Melaksanakan pekerjaan utama saja sudah menyita banyak waktu, apalagi menulis. Rata-rata demikian keluhan mereka. Menurut saya, mereka semua butuh motivasi yang bisa meyakinkan diri mereka agar berani menulis.

Bagi saya pribadi, mendokumentasikan gagasan dan pemikiran melalui tulisan sebenarnya merupakan keinginan sejak lama. Namun demikian, setiap kali menemukan sebuah ide. Ide yang muncul itu hanya berhenti pada ide saja. Saya tidak mampu mengembangkan menjadi tulisan yang komprehensif. Malu rasanya karena pendidikan yang pernah saya jalani seolah tidak bisa membantu mengatasi permasalahan yang saya hadapi ini.

Di tengah kegalauan tersebut saya diundang untuk mengikuti pelatihan menulis gratis yang diselenggarakan oleh sebuah sekolah. Dalam pelatihan tersebut, seorang dosen dari Universitas Negeri Surabaya, Much Khoiri, dengan gaya yang santai dan kadang mbanyol (melucu) menginspirasi para peserta pelatihan termasuk saya untuk berani menulis di media massa.  Ketika itu, dia mencontohkan bahwa dirinya selalu menulis tiap hari dan yang terpenting, semua tulisan itu kemudian dipublikasikan di Kompasiana. "Apa gunanya menulis kalau tidak dipublikasikan?" tanyanya secara retoris kepada peserta pelatihan.

Bagi yang kesulitan menemukan ide, Much. Khoiri memberikan contoh yang sangat sederhana tetapi mengena saat itu. "Lihat apa yang ada di diri Anda. Dari ujung rambut sampai ujung kaki bisa menjadi tema atau bahan tulisan," katanya. "Mulai dari bagaimana merawat rambut, merawat wajah, menjaga agar tidak jerawatan, memutihkan gigi, merawat bibir, merawat kuku, membuat badan menjadi langsing, hingga menghilangkan bulu kaki. Semua bisa jadi bahan tulisan," tambahnya. "Apalagi jika Anda mau melihat di sekitar Anda, akan ada lebih banyak lagi bahan tulisan," tegasnya.  Jadi, tidak ada alasan untuk kekurangan tema tulisan.

Dalam hati, saya mengamini perkataan Pak Khoiri tersebut. Saya tergerak oleh motivasi yang diberikan  Much Khoiri. Mungkin kita berpikir bahwa apa yang kita tulis adalah sesuatu yang sederhana. Akan tetapi, bisa jadi hal yang sederhana itu adalah inspirasi penting dan berguna bagi orang lain. Kita tidak pernah tahu. Setelah mendengar provokasi dari Pak Khoiri tersebut, di bulan April 2015 saya bergabung dengan Kompasiana, sebuah media warga yang saya yakini banyak pembacanya karena membawa nama besar media nasional, Kompas.

Di awal saya bergabung, ingin sekali secara rutin saya menulis di Kompasiana, tetapi hal itu belum bisa saya laksanakan. Walaupun masih sering terhenti di tengah jalan, saya tetap berusaha menulis. Baru-baru ini yang membuat saya menulis lagi adalah pengalaman istri saya yang menderita penyakit mata glaukoma dan berusaha melawan kondisi tersebut. Saya berpikir bahwa pengalaman ini pantas dibagikan kepada orang lain. Saya yakin banyak orang yang mengalami kasus mirip dengan istri saya. Oleh karena itu, saya menulis tentang "Pengalaman Menghadapi Penyakit Mata Glaukoma". Sebuah kehormatan bagi saya, ternyata tulisan itu masuk kategori Altikel Utama. Tentu saja, itu sangat memberikan suntikan tenaga bagi saya untuk menulis lagi dan lagi. Di awal bergabung dengan Kompasiana, saya juga pernah mendapat Highlight dan Headline untuk artikel Dari Merauke Sampai ke Sabang. Tentu itu adalah kenangan yang tak terlupakan selama bergabung dengan Kompasiana.

Manfaat Bergabung dengan Kompasiana

Dalam perjalanan bergabung dengan Kompasiana, saya menemukan beberapa hal yang menjadi catatan saya mengenai manfaat Kompasiana. Berikut ini saya uraikan catatan saya tersebut.

1. Menyediakan Sekolah Gratis bagi para Penulis

Tahun 90-an yang lalu, kalau orang mau belajar menulis harus ikut kuliah atau kursus berbayar atau paling tidak mengikuti kursus tertulis jarak jauh. Seorang teman saya pernah mengikuti kursus jarak jauh ini dan diajari menulis surat pembaca. Ketika itu, keberhasilan menulis surat pembaca di koran sudah merupakan sebuah  kebanggaan karena untuk menulis artikel di koran peluangnya sangat sedikit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun