Mohon tunggu...
Rizky Ramadhan
Rizky Ramadhan Mohon Tunggu... Kang Tulis -

Saya Rizky Ramadhan. Cuma nulis dan baca di sini, Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kabinet Jokowi: Dilema Idealisme Pribadi dan Kompromi Politik Partai

17 September 2014   18:00 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:26 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Joko Widodo telah mengumumkan struktur kabinet yang akan membantunya bekerja untuk mewujudkan Indonesia Hebat. Ia patut bersyukur karena kritik demi kritik kembali datang menerpa dari keputusan yang telah dibuatnya bahkan sebelum ia dilantik pada Oktober depan. itu berarti Atensi masyarakat masih penuh memerhatikan polah tingkahnya.

Tidak ada asap kalau tidak ada api, penyertaan 16 pos Kementrian untuk diisi oleh orang-orang profesional dari partai politik menjadi penyebabnya. Tak pelak Joko Widodo dianggap menawarkan harapan palsu dengan menyebut koalisi tanpa syarat. Ada pula suara kritik yang kecewa karena wacana perampingan kabinet tidak terwujud pada pemerintahan Jokowi.

Yang patut dicermati, apa yang dilakukan Jokowi saat ini --yang dianggap telah memberi harapan palsu-- sesungguhnya tidaklah bertentangan antara janji dan realisasinya. Tentang koalisi tanpa syarat, yang sering ia ucapkan untuk menyindir Koalisi Merah Putih yang sarat akan bagi-bagi kursi jabatan, sesungguhnya Jokowi telah menjelaskannya jauh-jauh hari sebelum Tim Transisi Pemerintahan Jokowi-JK dibentuk untuk penggodokan struktur kabinet.

Jokowi menegaskan, yang dimaksud kalangan profesional untuk mengisi pos menteri bukan berarti semena-mena tidak berasal dari partai, orang-orang yang dimaksud ialah mereka yang ia anggap kompeten dan bertanggungjawab pada pos kementrian yang akan diisinya. Mereka bisa jadi berasal dari partai politik bisa pula berasal dari profesional murni. Maka komposisi 18 Pos kementrian untuk Profesional murni dan 16 pos jatah profesional dari partai politik bukan hal yang mengejutkan.

Tapi harapan adalah harapan, masyarakat terlanjur jatuh padacitra Jokowi yang memang apa adanya, tentang sebuah ide gagasan ideal pemerintahan yang hebat. Namun perlu dicermati pula, apa yang dikatakan oleh Jokowi (sering disebut pencitraan) bukan tanpa perhitungan, tidak ada yang rigit, wacana yang digelontorkan oleh Jokowi adalah wacana cair yang suatu saat bisa berubah bentuk sesuai dengan keadaan yang ia hadapi. Alhasil berkat wacana cair tersebut ada juga yang menganggap Jokowi (konon termasuk agen CIA dari portal berita sebelah) sebagai politisi bermuka dua, kanan kiri oke.

Terlepas dari itu semua, realitasnya yang ada sekarang menunjukkan bila wacana Jokowi mewujudkan kabinet profesional yang berasal dari profesional murni memang tidak mudah, melibatkan partai politik selalu menjadi pilihan, mengingat satu-satunya kemungkinan untuk bisa menjadi presiden adalah partai politik yang begitu banyak di Indonesia dewasa ini. Maka tak heran, kalau konsekuensi bagi-bagi kekuasaan selalu terbuka lebar, baik itu sebagai kompromi politik bagi para partai pengusung, maupun kompensasi bagi orang-orang hebat yang berasal dari partai politik seberang.

Mengenai Kabinet ramping yang sekarang hanya angan. Agak tepat rasanya bila Jokowi mengatakan ia belajar dari kegagalan perampingan kabinet yang pernah dilakukan oleh Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid. Di tengah permasalahan yang begitu banyak di berbagai bidang, ditambah jumlah penduduk Indonesia yang tidak sedikit, migrasi kepegawaian yang memakan waktu. Perampingan kabinet, yang dikatakan bentuk efisiensi plus tertutupnya kemungkinan bagi-bagi jatah kekuasaan, bukanlah satu solusi mutlak untuk mewujudkan Indonesia hebat.

Di tengah kritik yang mendera perkara kabinet profesional nan ramping yang hanya angan, setidaknya patut diapresiasi sekaligus dicermati adalah mengenai menteri yang tidak boleh merangkap jabatan sebagai ketua partai: Hal tersebut kaku atau cair,Pak Jokowi?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun