Mohon tunggu...
Bisyri Ichwan
Bisyri Ichwan Mohon Tunggu... Dosen - Simple Man with Big Dream and Action

Santri Pesantren Darussalam Blokagung Banyuwangi dan Alumni Universitas Al-Azhar Mesir. Seorang yang kagum dengan Mesir karena banyak kisah dalam Al Qur'an yang terjadi di negeri ini. Seorang yang mencoba mengais ilmu pengetahuan di ramainya kehidupan. Seorang yang ingin aktif kuliah di Universitas terbuka Kompasiana. Awardee LPDP PK 144. Program Doktor UIN Malang. Ketua Umum MATAN Banyuwangi. Dosen IAIDA Banyuwangi. Dan PP. Minhajut Thullab, Muncar, Banyuwangi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"80 Coret Mesir"

14 November 2020   21:20 Diperbarui: 14 November 2020   21:22 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
80 Coret Mesir di Alas Purwo, Banyuwangi (Foto : Bisyri)

"Mas, buku 80 Coret Mesir dari Pak Thamrin Dahlan sudah datang", sambil menunjukkan paketan dari TIKI, istriku membuka sebuah buku baru, setelah sebelumnya aku menyelesaikan pengajian Al-Barzanji, kitab tentang kisah kehidupan Rosulullah Muhammad Saw. bersama para santri di Pondok Pesantren Minhajut Thullab Putri. "Aku pengen jalan-jalan mas, sudah lama kita tidak keluar rumah", istriku melanjutkan obrolan denganku.

"Ayo, pengen kemana?", tanyaku yang tanpa berfikir panjang langsung mengiyakan ajakannya. Padahal, hari sabtu ini, aku punya jadwal mengajar sekolah diniyyah di Pesantren dengan materi kitab fiqih Fathul Qorib bersama para santri kelas 1 wustho. Demi keinginan istri, aku rela mengalah. "Aku ingin ke pantai", katanya. "Bagaimana kalau kita bawa buku, empat buku sekalian. Buku serial Mesir berjudul 926 Cairo, Cairo Oh Cairo, Umroh Koboy dan buku yang baru datang; 80 Coret Mesir", pintaku kepadanya. "Boleh Mas", jawabnya.

"Pantai paling dekat ya di Alas Purwo, mau?", lanjut aku bertanya. "Aku taat kepadamu", "Memang istri sholihah", batinku menjawab. Aku meminta istri untuk mempersiapkan semuanya. Terutama empat buku serial Mesir yang hendak dibawa. Alas Purwo dari rumah kami tinggal di pesantren Minhajut Thullab, Sumberberas, Muncar, Banyuwangi, perjalanannya sekitar 30-40 menit dan hanya melewati satu kecamatan saja. Alas Purwo berada di kecamatan Tegaldlimo, timurnya kecamatan Muncar, tempat kami tinggal.

"Aku memakai sarung saja ya?!", "Terserah anda, nyamannya bagaimana", jawab istriku lagi. Aku berfikir, Alas Purwo tidaklah terlalu jauh dari rumah, sehingga aku memutuskan untuk memakai pakaian santai saja, dengan bawahan sarung, atasan memakai baju lengan pendek santai, tetapi tetap memakai jaket kulit dan dilengkapi masker, karena harus keluar rumah, serta memakai helm, karena kami berkendara memakai motor, bukan mobil.

"Khilni dititipkan mbak-mbak santri saja, kasihan kalau ikut, nanti kecapean, dari pagi dia belum tidur", pintaku kepada istri. Ya, sejak pagi hari tadi, Khilni bermain dengan para santri, hingga siang ini, dia belum istirahat, sebenarnya aku ingin mengajaknya, tapi takut dia kecapean, jadi kami menitipkannya kepada mbak-mbak santri di pesantren yang biasa mengasuhnya. "Siap mas, sudah aku titipkan ke Aisyah, yang biasa ikut di rumah kita", jawab istriku.

Kami berjalan memakai motor keluar gerbang pesantren, melewati jalur ke arah selatan, menyeberangi jembatan ke Tegalpare yang masih wilayah kecamatan Muncar. Lalu sampai ke jalan di Kedunggebang. Desa Kedunggebang merupakan desa pertama yang masuk kecamatan Tegaldlimo. Jalanan ramai dan lancar karena hari ini adalah sabtu dan weekend, waktunya orang berlibur. Saat kami melaju menuju Alas Purwo ini, aku menemui beberapa mobil dengan plat dari luar kota yang sepertinya juga sedang menuju ke tujuan yang sama.

Bahkan, ketika sudah masuk di hutan Alas Purwo, aku disalip oleh mobil travel Hiace yang ditulisan belakang mobilnya terbaca jelas sekali; Damri. "Berarti travel di Banyuwangi sudah mulai bergeliat pasca corona melanda", batinku berbicara sendiri. Ketika sudah dekat dengan desa terakhir sebelum ke Pancur, ada keramaian, aku melambatkan motor. Rupanya sedang ada acara music di desa, banner bertebaran, "Pendukung 01 sedang kampanye mas", ucap istriku.

Setelah beberapa ratus meter, ada keramaian lagi. Aku bertemu kembali dengan mobil travel hiace yang menyalip kami. "Nah, kalau yang ini kampanya 02 mas", lanjut istriku. Benar, hanya berjarak beberapa ratus meter saja, ada dua kelompok pendukung calon bupati Banyuwangi yang sama-sama sedang asyik menikmati music disertai dengan kampanye. Pertama yang aku temui, mengajak untuk memilih calon nomor urut 01 yakni Pak Yusuf dan Gus Riza, sementara setelah beberapa ratus meter berikutnya, pesta music untuk mendukung dan memilih Bu Ipuk dan Bapak Sugirah yang menjadi nomor urut dua. Siapapun pilihannya, berharap Banyuwangi nantinya akan semakin maju. Itu saja harapanku.

Sampailah kami di pintu gerbang pertama Alas Purwo. Ada tulisan jelas di sana yang dulu tidak aku temukan sebelum virus corona melanda Banyuwangi, "hanya melayani tiket sejak pukul 08.00 hingga pukul 16.00". Aku lihat jam di hp, kami tiba tepat pukul 15.00, kurang satu jam lagi, loket sudah tutup. Kami mengambil beberapa gambar, lalu istriku berjalan ke loket yang jaraknya dekat aku berhenti. "Habis berapa?", tanyaku ketika sudah selesai membayar di loket. "15 ribu, dua orang", "Murah", jawabku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun