Mohon tunggu...
Birgita Olimphia Nelsye
Birgita Olimphia Nelsye Mohon Tunggu... Desainer - Sambangi isi pikiranku.

Hakikat hidup adalah belajar.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kelangkaan Harimau Sumatera

6 April 2017   18:28 Diperbarui: 10 April 2017   20:00 3865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

            WWF biasanya menggunakan simbol berupa tanda tagar (#) dalam setiap program-program kampanye konservasinya. Tagar #DoubleTigers di media sosial digunakan untuk mengumpulkan aksi masyarakat dan memperbesar audien. Sampai pada awal April 2017, pengguna tagar ini pada media sosial instagram di seluruh dunia sudah terkumpul sejumlah 5.584 kiriman.

            Dalam hubungan dengan interaksi simbolik tersebut, maka kegiatan kampanye bersifat psikologis. Sehingga, pendekatan persuasif merupakan hal yang penting di sini karena ia dapat mengubah perilaku individu dan massa. Simbol berupa tanda tagar akan memotivasi orang untuk ikut memposting atau menulis sesuatu dengan sukarela di media sosial. Selain itu, tanda tagar membuat suatu pesan mudah untuk diingat. Kemampuan pesan untuk mudah diingat meningkatkan keberhasilan dari kampanye yang persuasif.

            Upaya WWF melalui pengumpulan donasi untuk meningkatkan pengawasan terhadap perburuan dan perdagangan Harimau Sumatera nampaknya belum sesuai dengan pendekatan konservasi yang diusungnya. WWF Indonesia menerapkan pendekatan “defense and attack” atau “bertahan dan menyerang”, yang artinya mempertahankan dan menjaga keanekaragaman hayati dan ekosistemnya, sementara pada saat yang sama melakukan transformasi sistem dalam manajemen dan tata kelola sumber daya alam. Ketidaksesuaian ini yaitu karena upaya konservasi Harimau Sumatera sebenarnya belum dilakukan. Donasi belum dipertanggungjawabkan dan transparansi donasi yang terkumpul untuk pembelian perangkat pengawasan masih kurang. Selain itu upaya konservasi Harimau Sumatera sebenarnya belum nampak, karena pelaksanaannya konservasinya belum terjadi.

            Upaya WWF dalam mengajak untuk mengurangi penggunaan kertas, dan membeli produk minyak sawit yang ramah lingkungan memang sudah baik. Namun, pesan ini kurang menggaung luas di Indonesia. Nampaknya, kampanye ini kurang menjadi perhatian media dan kurang persuasif. Oleh karena kampanye ini bertujuan untuk mengumpulkan donasi, makaketertarikan masyarakat sangat rendah. Terlebih WWF juga kurang transparan dalam memberitahukan ke mana donasi tersebut akan diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

Buhr, N dan Reiter, S. (2006). Ideology, the environment and one world view: A discourse analysis of Noranda’s environmental and sustainable development reports. Environmental Accounting hal. 1-48. Emerald Group Publishing Limited.

Hardin, G. (1968). The Tragedy of the Commons. SCIENCE 162: 1243-1248.

Indonesia Investment. (2017, 22 Maret). Minyak kelapa sawit. Diakses dari www.indonesia-investments.com/id/bisnis/komoditas/minyak-sawit/item166

Kuswijayanti, E. R. & Dharmawan, A. H. (2007). Krisis-krisis socio-politico-ecology di kawasan konservasi: studi ekologi politik di Taman Nasional Gunung Merapi. Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan, 1(1).

Setianti, Y. (2008). Kampanye dalam merubah sikap khalayak.

Tacconi, L., dkk. (2004). Proses pembelajaran (learning lessons) promosi sertifikasi hutan dan pengendalian penebangan liar di Indonesia. CIFOR.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun