Mohon tunggu...
Bing Sunyata
Bing Sunyata Mohon Tunggu... Teknisi - Male

Pekerja di sebuah industri percetakan kertas (packaging) Tanggal lahir yang tertera disini beda dengan yang di KTP, begitu juga dengan agama. :) Yang benar yang tertera disni. Mengapa KTP tidak dirubah ? Satu aja ..., malas kalau dipingpong.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rancangan Penataan, Sebuah Pemikiran (6, Sambungan)

21 April 2018   09:22 Diperbarui: 21 April 2018   09:34 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Konsep suka dan duka yang disebut, terkait duka yang dimaksud, kiranya tidak disamakan dengan konsep dukkha pada agama tertentu. Disebabkan pada konsep yang disebutkan terakhir, manusia pada saat itu, mulai berusaha untuk mencari akar dari semua permasalahan yang dapat dialami dalam keseharian hidupnya. 

Dimana manusia pada masa tertentu, kemudian menemukan bahwa suka-duka itu dimulai oleh adanya rasa duka. Sebagai contoh ... Orang akan berpikir, ketika ia menemui suatu masalah, dan proses berpikir itupun akan berlipat ganda, ketika masalah tersebut mendatangkan rasa derita/pain. Contoh lain ...   Orang tidak akan dapat menemui rasa suka ketika ia kenyang, bilamana ia tidak mengalami rasa duka/derita terlebih dahulu ... saat ia lapar.

Terkait contoh yang diberikan ... Pada kondisi yang ada pada wilayah tertentu ... pada masa tertentu,. hal itu mungkin jarang/langka ditenui, hingga dimungkinkan hal itu tidak disebutkan sebagai sebuah sumber penderitaan alamiah (dikarenakan kondisi alam yang ada). Sedangkan pada wilayah yang kondisi yang berbeda dan pada masa yang berbeda, rasa lapar turut dimasukkan, disebabkan efek dari rasa lapar itu sendiri, pada kasus little ice age yang disebutkan sebelumnya, dapat membawa pengaruh secara psikis terhadap manusia yang mengalaminya, dan tentunya juga kemudian mendatangkan efek samping yang dirasakan oleh manusia lainnya.

...

 Lebih lanjut mengulas mengenai rasa lara/duka/derita, patut dibedakan antara "rasa" mana yang menjadi penyebab utama dan "rasa" yang timbul sebagai reaksi. Dimana "rasa" yang timbul ini pun tidak suma satu macam saja. Semisal ... Kita kehilangan orang yang dicintai dan kita kemudian merasa sedih karenanya. Kita merasakan kepedihan dalam hati kita, yang kemudian itu membuat kita berpikir, tidak semata mengenai cara untuk "mengobatinya", tetapi juga mengenai penyebabnya. 

Kita kemudian menemukan bahwa orang yang kita cintai itu meninggal bukan karena sebab-sebab alamiah, tetapi karena sebab lainnya. Dimana itu kemudian mempunyai kans untuk menimbulkan rasa amarah/murka. Contoh lain, terkait rasa lapar atau sejenisnya, dimungkinkan juga bagi kita untuk mengalami rasa amarah ketika kita mendapati bahwa itu terjadi secara tidak alamiah. Selain itu, bisa juga timbul rasa iri, kepada yang lainnya, yang tampaknya tidak berada pada kondisi yang serupa dengan yang sedang kita alami. Dari rasa marah/murka dan iri itu, kemudian akan menghasilkan "anak" pula, yang kemudian dinamai sebagai ... benci. 

Eh, tetapi benci yang dimaksud bukanlah singkatan dari "benar-benar cinta", yah. :) Kiranya kita dapat menggunakan uraian ini pula untuk mencari penyebab dari mewabahnya "hate speech".

Selain perihal perang yang disebutkan sebelumnya, maka kiranya bisa direnungi pula, apakah suatu "obat" patut diberikan sebagai pelipur lara lainnya. Dimana ada kemungkinan, "obat" itu kemudian malah dijadikan alat yang digunakan untuk melampiaskan rasa lara/duka/derita yang ada. Dimana "obat" yang dimaksud, kemudian berubah "wujud" sebagai pentungan/golok/pedang, senapan serbu, ICBM dan sebagainya.

Dimana kemudian akan kita dapati bahwa pelampiasan rasa derita itu pada manusia lainnya, akan menyebabkan lara/derita itu menjadi sebuah "wabah" yang dengan "senang hati" menjangkiti manusia lainnya. Dan tentunya, akan timbul kans terjadinya upaya "pelampiasan balik"/balas dendam, hingga pada rentang waktu tertentu ... akan terlihat bahwa telah terjerumuslah manusia-manusia itu pada "lingkaran setan" ... yang terlihat "melingkar sempurna", layaknya sistim rantai makanan yang ada pada ekosistem di bumi. 

He he he ... Tetapi kiranya dapat dilihat, bahwa kedua lingkaran itu tidaklah sama dan sejenis.

Bersambung ...

Peeeace 4 all

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun