Mohon tunggu...
Bing Sunyata
Bing Sunyata Mohon Tunggu... Teknisi - Male

Pekerja di sebuah industri percetakan kertas (packaging) Tanggal lahir yang tertera disini beda dengan yang di KTP, begitu juga dengan agama. :) Yang benar yang tertera disni. Mengapa KTP tidak dirubah ? Satu aja ..., malas kalau dipingpong.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Rancangan Penataan, Sebuah Pemikiran (5, Sambungan)

28 Februari 2018   00:11 Diperbarui: 28 Februari 2018   00:18 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

'Ngalor-'ngidul, 'ngetan-'ngulon ...

Pada artikel sebelumnya, "disinggung" sedikit mengenai rumput, ilalang, padang pasir, uban dan botak. Kalau dijejer begitu saja, seakan tiada maknanya, yah. :D Tetapi kalau sudah dimasukkan "rumus", maka yang tampil sepele atau bahkan tidak berhubungan bisa "tampil" seperti sesosok  "superstar".  Eh, ini beneran. Bukan 'nyindir. Uban dan botak itu wajar saja, tak perlu terlampau dirisaukan. Tetapi mengapa kok bisa uban dan botak, itu baru menarik untuk dibicarakan. Termasuk didalamnya bila uban dan botak itu terjadi, sebagai efek samping dari suatu hal yang mana sebetulnya tidak perlu terjadi/mengada/perlu dilakukan. 

Begitu pula kiranya dengan rumput, ilalang, dan padang pasir itu.  Para petani ketika menghadapi rumput dan ilalang yang tumbuh di antara sela tanamannya mungkin pernah sekali dua mengeluh. Dibunuh, tidak tega. Karena itu biasanya cuma di "dlusupke"/"dibenamkan" ke dalam tanah (untuk tumbuhan rumput dan tumbuhan kecil lainnya).  Padahal ..., di wilayah lainnya, beberapa pihak lain sangat menghargai akan kehadiran rumput ini. Untuk makanan ternak, khususnya. 

Bicara mengenai uban ..., rumput maksudnya sebagai pakan ternak ini, kemudian pada beberapa wilayah ditemui juga kendala. Dimana jenis wilayahnya merupakan daerah padang rumput, sehingga cocok dipakai untuk daerah peternakan, namun dijumpai bahwa cuaca disana tidak memungkinkan agar si rumput ini bisa tumbuh subur lebat seperti pada wilayah lainnya. Terkait cuaca ini, kendala yang ditemui adalah kurangnya hujan dan tentunya menyebabkan jumlah air yang ada di tempat itu "kurang". Kurang itu ditaruh dalam tanda kutip, karena ditilik kondisi "normal", sebenarnya masih mencukupi.  Tetapi karena jumlah manusia yang terus bertambah, maka  mengadalah proses peternakan massal, yang mana  tentunya dibutuhkan jumlah pakan ternak dalam jumlah yang besar. Dimana terkait kondisi yang ada pada wilayah tertentu, maka tentunya hasil yang diharapkan tidak bisa optimal, dalam memenuhi jumlah permintaan yang ada.

Terkait kondisi seperti ini (contoh kasus di Flores), langkah "sederhana" yang dapat dilakukan tentunya adalah mendatangkan rumput dari wilayah-wilayah yang ada di dekatnya. Namun tentunya itu akan menambah pengeluaran dalam hal pengupahan tenaga kerja plus ongkos transport. Atau bisa juga mendatangkan hujan. ===> Jadi beraroma perdukunan nantinya. :) Dan perlu diingat pula bahwa untuk menurunkan hujan ini tentunya ada diperlukan penguapan di daerah lain dengan jumlah yang sepadan pula. Dimana untuk itu tentu diperlukan panas yang cukup untuk itu. Lha ... wong orang-orang sudah pada sambatan global warming, apa ya perlu harus dibuat panas lagi ? Perlu dipertanyakan ... Itu niatan sebenarnya mau memecahkan masalah atau mencari masalah baru ?

Satu langkah aman, mungkin adalah dengan cara menyediakan air yang dibutuhkan dengan cara lain.  Kalau memakai cara membuat sumur bor di daerah/wilayah sekelilingnya, maka bisa saja itu nanti akan membuat daerah/wilayah tersebut bisa kekeringan jua pada saatnya nanti. Lha wong curah hujan relatif sama. Psst ..., tetapi jangan ngasih usulan  membuat proyek pipanisasi untuk mengirim air dari banjir/genangan yanga ada di Jakarta ke Flores sana.  Pasti ditolak, padahal untuk 'mbuat proposalnya bisa bikin kepala pening, uban bertambah, ataupun menjadi botak karenanya. :)

Langkah selanjutnya yang mungkin dilakukan adalah membuat "tabungan" air hujan. Tetapi ini tentunya memerlukan ruang yang tidak sedikit (kalau dibikin model kubangan. Dimana dampaknya pada alam sekitarnya juga tidak bisa diprediksi (karena kelembaban udara pun menjadi berubah). Sedangkan untuk membuat tangki-tangki seperti yang ada di kilang minyak itu, kiranya tidak membuat pikiran menjadi merasa "pas".

Alternatif lain, adalah dengan mengadakan pipanisasi pula, tetapi airnya diperoleh dari pengolahan air laut menjadi air tawar. Terkait segi tehnis pengairannya, tentunya air yang ada bukan di glontorkan begitu saja ke padang rumput di sana. Tetapi dialirkan dan disemprotkan melalui pipa-pipa (karena itu yang nulis menyebutnya pipanisasi). Dan tentunya kita kemudian tidak bisa mengatakan area itu sebagai padang rumput, melainkan kebun rumput. Dimana ini tentunya juga mengakibatkan perubahan pola/proses beternak. Yang semula digembala, menjadi dikandangkan. 

Terkait ini ... kiranya pihak yang berwenang, mungkin bisa rembukan dengan para peternak disana. Bila ada yang berminat, maka itu bisa ... entah itu dimodali dari APBD atau menjawil pihak swasta seperti Nes*** untuk membantu mengembangkan. 

Dan tentunya air hasil pemrosesan (air laut menjadi air tawar, yang mana ada produk samping berupa garam) itu kiranya juga bisa dimanfaatkan untu hal-hal lainnya.

Peeeace 4 all

 

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun