Mohon tunggu...
Bing Sunyata
Bing Sunyata Mohon Tunggu... Teknisi - Male

Pekerja di sebuah industri percetakan kertas (packaging) Tanggal lahir yang tertera disini beda dengan yang di KTP, begitu juga dengan agama. :) Yang benar yang tertera disni. Mengapa KTP tidak dirubah ? Satu aja ..., malas kalau dipingpong.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rancangan Penataan, Sebuah Pemikiran (Bagian 3, Sambungan)

17 Januari 2018   18:17 Diperbarui: 17 Januari 2018   18:21 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

'Ngalor-'ngidul, 'ngetan-'ngulon ...

Sebelum bicara lebih lanjut mengenai perpaduan konsep"mandala" dan "sudoku" ... dalam bidang ekonomi, kiranya perlu juga diketahui bahwa konsep yang ditawarkan secara prinsip dari mandala ala candi Borobudur itu pemikirannya ...  bahwa konsep penataan itu akan diterapkan pada kawasan "pedesaan".  Dimana jumlah manusia yang ada, kiranya berjumlah tidak terlampau banyak ... dan pola/gaya hidupnya tidak terlampau "kompleks". :) A.k.a sederhana.  Walau mungkin pada masa sekarang, kiranya itu juga telah mulai mengalami perubahan.

Lha. ketika konsep itu dicoba untuk diterapkan pada kawasan perkotaan, dengan jumlah manusia seabrek berikut gaya/pola hidup kompleks yang dimiliki, maka tentu akan ditemui beberapa kendala. Namun hal itu bukannya tidak pernah dijawil oleh praktisi pemerintahan. Yang mana diwujudkan dengan membagi kawasan perkotaan itu menjadi beberapa gugus wilayah.

Dibagi menjadi sekian kecamatan, kemudian ... kecamatan dibagi lagi menjadi sekian kelurahan, kemudian...berturut-turut hingga gugus paling kecil yaitu RT. Err..., itu di Indonesia.:) Mungkin ... di luar negeri konsep atau namanya berbeda. Pastinya. :D

Bicara mengenai penataan, bila kita langsung memikirkan segala ke-kompleks-an yang ada, pastinya akan membuat kepala kita cedut-cenut tidak karuan. Tetapi akan lain halnya, bila kita berupaya memikirkan proses penataan itu berdasar prioritas tertentu. Namun  ... ketika kita bicara mengenai prioritas ini, yang ditekankan bukan pada golongan manusia tertentu, melainkan berdasarkan jenis barang/usaha.  

Disini kita mulai ber-sudoku ria. Kalau bicara mengenai ekonomi, maka tak ayal kita akan bicara mengenai proses produksi sebuah barang, tempat penyimpanan, dan tempat pendistribusian (mulai dari distribusor besar hingga toko pengecer).  Untuk mempermudah penyampaian sebuah jenis barang, maka secara bijak tentunya tempat pendistribusian itu mengada pada tiap gugus/cluster. Apalagi kalau barang yang dimaksud, merupakan jenis barang yang merupakan kebutuhan hidup pokok manusia.  Selain mempermudah penyampaian, maka tentu hal itu juga akan membawa pengaruh terhadap "nilai" dari barang itu secara finansial. Disebabkan karena tempat memperolehnya dekat, tentunya akan membawa pengaruh pada biaya transport, walau mungkin itu pada awalnya sulit terdeteksi oleh orang awam. 

Masa jalan kaki mau dipasang argo ? :D Dimana itu nantinya juga akan membawa pengaruh terhadap biaya hidup keseluruhan yang harus ditanggung oleh penduduk yang tinggal di kota tersebut. Dimana faktor biaya hidup itu... biasanya ...  akan berpengaruh pada besaran UMR di kota tersebut, dan kemudian berbuntut pada daya tarik investor (lokal ataupun asing) untuk "bermain" disana, yang mana tentunya akan berbuntut pada fluktuasi angka pengangguran yang ada di kota tersebut, dan tentunya berbuntut pula pada fluktuasi angka kriminalitas di situ.

Terkait pada penyediaan barang kebutuhan pokok, apalagi dengan beragam jenis dan merk (terkait selera dan kondisi tiap orang), dapat diimajinasikan bahwa pada sektor ini kiranya dapat menyerap angka pengangguran lumayan banyak (punya toko, walau sering tenguk-tenguk karena sepi, khan bukan termasuk pengangguran :)).  Apalagi kalau pada gugus itu termasuk gugus yang padat penduduk, hingga kemudian pemilik usaha harus memperkerjakan karyawan agar tidak kewalahan melayani konsumen.

Kemudian, pendistribusian pasti juga memerlukan tempat penyimpanan. Distributor besar, kiranya akan memerlukan tempat/area penyimpanan yang besar pula. Disini pemerintah bisa masuk membantu, dengan menyediakan komples pergudangan. Kiranya manajemen dan perawatannya tidak akan lebih sulit dibandingkan dengan mengelola sebuah pasar. Dimana, bila pihak pemerintah yang "memegang otoritas" dari fasilitas penyimpanan ini, maka dengan sendirinya arus lalu lintas (terkait masalah kemacetan jalan raya) dari proses pendistribusian barang, sedikit banyak, pihak pemerintah turut memegang kewenangan. Dan bisa dipertegas lagi dengan pengadaan peraturan dan rambu-rambu lalu lintas tentunya.

Terkait barang kebutuhan pokok itu, selain "barang", kiranya masalah kesehatan (terkait sebaran dari keberadaan rumah sakit/puskesmas), dan masalah pendidikan (sekolah, universitas) juga merupakan faktor yang harus diikutkan saat ber-sudoku ria.

Setelah itu semua komplit, baru kita bisa bicara mengenai "penempatan" berbagai hal lainnya menyangkut ke-kompleks-an penduduk kota. Hal serupa kiranya juga dapat diterapkan pada kawasan bukan kota besar (karena kalau melihat trend yang ada sekarang, yang bukan kota besar pun bisa menjadi kota besar pada dekade mendatang).

Peeeace 4 all

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun