Pembangunan Pertambangan Nikel di Raja Ampat: Dilema Ekonomi vs. Ekologi
Raja Ampat, suatu kawasan yang diakui sebagai Geopark Global UNESCO sejak 2023, dikenal karena keanekaragaman hayati lautnya yang luar biasa—menampung sekitar 75 % spesies terumbu karang di dunia dan ribuan jenis ikan  . Namun di balik pesona alamnya, gelombang ekspansi pertambangan nikel semakin mengancam ekosistem dan kehidupan masyarakat lokal.
1. Luas Konsesi & Dampak Lingkungan
Sejak 2020, ekspansi permohonan izin tambang nikel meningkat hampir tiga kali lipat dengan total area izin lebih dari 22.420 ha, termasuk di pulau‑pulau kecil seperti Gag, Kawe, Manuran, dan Manyaifun  . Proses pembukaan lahan tambang menyebabkan deforestasi, terbentuknya lubang terbuka, dan sedimentasi tinggi yang masuk ke laut—menutupi terumbu karang, merusak fotosintesis alga, serta mengancam kehidupan biota laut seperti penyu sisik dan pari manta  .
2. Reaksi Masyarakat Adat & Pemerintah
Masyarakat adat di Waigeo Barat, terutama suku Kawei, menolak keras proyek tambang di Pulau Batan Pelei dan Gag. Mereka memasang baliho protes, menyebut pertambangan sebagai ancaman terhadap hak ulayat, pariwisata, perikanan, dan tatanan sosial  . Aliansi masyarakat adat bahkan mengancam membawa kasus ke Istana jika izin tidak dievaluasi  . Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Presiden Prabowo Subianto merespons tekanan ini: empat dari lima perusahaan tambang utama dicabut izinnya karena belum menjalankan rencana operasional dan tercatat melanggar lingkungan  .
3. PT Gag Nikel & Kontroversi Lanjutan
Satu perusahaan yang tetap beroperasi adalah PT Gag Nikel, anak perusahaan Antam, karena berlokasi di luar kawasan Geopark  . Perusahaan ini didakwa menambang pulau Gag hampir sepenuhnya (13.136 ha) dari total 6.500 ha daratan pulau tersebut  . PT Gag Nikel mengklaim telah melakukan reklamasi, reboisasi, transplantasi terumbu karang, serta memberdayakan masyarakat melalui program pemberdayaan (PPM) dan perekrutan tenaga kerja lokal  . Namun, skeptisisme tetap tinggi karena sedimentasi dan pencemaran air laut masih terjadi  .
4. Seruan untuk Perlindungan Penuh
Greenpeace dan para ahli lingkungan mendesak ban penuh terhadap pertambangan nikel di seluruh Raja Ampat serta pelaksanaan audit ekologis menyeluruh. Mereka mengingatkan bahwa meskipun izin dicabut, kerusakan yang sudah terjadi—deforestasi >500 ha, terumbu karang rusak—perlu pemulihan dan pencegahan risiko lebih lanjut  .
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI